Apa yang sudah sebutkan tadi, semuanya memang masih bersifat dugaan. Maka, pertanyaan “(Apakah) Presiden Jokowi perlu berguru pada ‘Mesias’ Ahmad Mushadeq?” di sini harus dilihat sebagai pertanyaan penelitian.
Maksudnya jelas, dari perspektif sosiologi pembangunan masyarakat desa, ada baiknya mengkaji secara mendalam gejala “komunitas Gafatar Mempawah” itu. Mungkin saja, berdasar kajian itu, bisa dirumuskan sebuah model pembangunan komunitas madani yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Itulah makna “berguru” pada “Mesias” Ahmad Moshadeq. Trentu, bukan Presiden Jokowi sendiri yang berguru. Tapi Marwan Jafar berserta stafnya di Kemendes. (Bukan Khofifah beserta stafnya di Kemensos).
Tapi, jika pikiran dalam artikel ini dinilai sesat pikir, ya sudahlah, lupakan saja. Mungkin kita memang tipe manusia yang “berkepala penuh berpikiran tertutup”. Bukan manusia “berkepala kosong berpikiran terbuka”. (*)
*)ME4JKW = MEMO FOR JOKOWI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H