Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

“Lovers-Haters Fallacy” atau “Nararya(n) Fallacy”?

8 Oktober 2015   14:16 Diperbarui: 8 Oktober 2015   14:44 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika dibawa ke konteks “Jokowi” sebagai sebuah “gejala sosial”, maka “lovers” dan “haters” sebenarnya adalah konsep-konsep yang membingkai kepentingan-kepentingan subyektif.

“Lovers” membingkai kepentingan yang terpenuhi karena Jokowi tampil sebagai presiden terpilih.

Sebaliknya “haters” membingkai kepentingan yang tak terpenuhi karena Jokowi muncul sebagai pemenang Pilpres 2014.

Maka, jika “lovers” dan “haters” beradu argumen tentang kinerja Jokowi misalnya, sudah pasti akan terjadi pertentangan yang bersifat diametral.

“Lovers” karena kepentingan subyektifnya sebagai “pihak yang menang” (kubu “pusat”), pasti akan selalu menilai positif kinerja Jokowi.

Sebaliknya, “haters”, karena kepentingan subyektifnya sebagai “pihak yang kalah” (kubu “marginal”), pasti akan selalu menilai negatif kinerja Jokowi.

Tentu “lovers” maupun “haters” akan menyajikan data yang diklaim “obyektif” untuk mendukung argumen masing-masing. Tapi “data obyektif” itu telah dipilih sedemikian rupa sehingga konsisten dengan kepentingan subyektifnya.

Dalam adu argumen, data yang diajukan kedua pihak akan selalu saling-bertentangan. Karena “lovers” selamanya akan bersikap verifikatif, memaparkan data positif tentang kinerja Jokowi. Sebaliknya “haters” selamanya akan bersikap falsifikatif, menunjukkan data negatif tentang kinerja Jokowi.

Maka, atas dasar menjadi sah bila seorang “hater” mengatakan “Poltak berargumen positif tentang Jokowi karena dia memang seorang “lover” Jokowi. Hal sebaliknya juga sah.

Mengapa sah? Karena “lovers-haters” di sini harus dipahami sebagai kategori dikotomis yang membingkai satu set argumen, bukan membingkai karakter individu (pribadi).

Tegasnya, “lovers-haters” bukan dikotomi “kepribadian subyek” melainkan dikotomi “kepentingan subyektif”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun