Kedua, teori “salah dengar”.Mungkin benar Pak SBY menelepon Bu Nurhayati Assegaf dan bilang begini:“Kalau begitu, talk out!”Mungkin karena masalah sinyal, atau karena terlalu riuh dalam gedung, atau karena kemampuan Bahasa Inggris yang pas-pasan, di telingan Bu Nurhayati yang terdengar adalah perintah walk out dari Pak SBY.Maka terjadilah peristiwa walk out itu.
Sekadar pengetahuan, talk out itu adalah prosedur parlemen untuk memperpanjang debat, sehingga memungkinkan satu atau lebih anggota menunda atau mencegah voting pengesahan suatu legislasi.Mungkin, maunya Pak SBY, pengesahan RUU Pilkada itu usahakan supaya ditunda saja.
Ketiga, teori “uang”.Mungkin, mengacu pada tulisan Kompasioner Ade Armando, memang ada uang di balik pintu ruang sidang.Dan memang sebelumnya sudah ada sinyalemen politik uang.Mungkin, tepat sebelum voting dimulai, anggota FPD mendapat berita bahwa ada uang di luar ruang sidang yang harus diambil saat itu juga, kalau tidak, ya hangus.Maka terjadilah peristiwa walk out itu.
Keempat, teori “korban”.Mungkin, seperti ditulis Kompasianer Ade Armando, Pak SBY memang tidak tahu-menahu soal langkah walk out FPD.Artinya, ada aktor (mungkin Bu Nurhayati, mungkin Pak Benny, atau lainnya) yang membelokkan skenario politik, ketika Pak Sutradara SBY sedang sibuk urusan politik internasional di luar negeri.Maka terjadilah peristiwa walk out itu.
Menurut teori ini, Pak SBY selaku Presiden dan juga Ketum PD, menjadi “korban” permainan anak-buahnya sendiri.Makanya, Pak SBY kemudian muncul di Youtube dengan ekspresi kesedihan, kekecewaan, dan kemarahan terpendam.Dengan begitu, Pak SBY hendak menempatkan diri di pihak rakyat, yaitu sama-sama “korban” yang teraniaya.
Lalu, muncullah gagasan Pak SBY untuk menggugat UU Pilkada itu ke MK.Nah, berarti kan senasib dengan rakyat yang juga akan melakukan hal serupa?
Sementara itu, ada pernyataan untuk menyelidiki siapa “aktor intelektual” peristiwa walk out itu.Kalau ketemu, nanti akan dijadikan “korban”-lah dia tau mereka, misalnya dipecat dari jabatan, atau dipecat dari partai.Nah, kalau sudah begitu, PD dikesankan membela rakyat.
Kelima, teori “pahlawan”.Mungkin, seperti disinyalir oleh para pengamat professional, amatir, dan dadakan, ini semua sebenarnya berjalan sesuai skenario Pak SBY.Pak SBY tahu soal UU Pilkada ini soal yang sangat sensitif yang bisa memicu kemarahan seluruh rakyat.Untuk itu, UU Pilkada harus disahkan DPR.Maka terjadilah peristiwa walk out itu.
Logika teori ini, pada titik didih kemarahan rakyat nanti, sebelum tanggal 20 Oktober, Pak SBY akan menandatangani UU Pilkada, dan setelah itu langsung mengeluarkan Perpu untuk menganulir UU Pilkada tersebut, sehingga UU Pilkada yang lama berlaku kembali. Istilah populernya "dekrit". Dengan demikian, pada detik-detik terakhir, seperti dalam film-film koboi tempo dulu, Pak SBY tampil sebagai “Pahlawan Pilkada Langsung”.Rakyat senang, PD menang!
Keenam, teori “SPJ”.Mungkin, seperti pada teori “pahlawan”, ini memang semua sesuai skenario Pak SBY.Tapi, karena ini soal sensitif, maka Pak SBY menganut prinsip “SPJ”, alias “Serahkan Pada Jokowi”.Karena itu diperintahkanlah FPD supaya “cuci tangan” seperti Pilatus.Maka terjadilah peristiwa walk out itu.
Teori ini cocok dengan perkembangan terakhir, yaitu usulan Prof. Yusril Ihza Mahendra agar Pak SBY dan juga nanti Pak Jokowi tidak menandatangani UU Pilkada tersebut.Nanti, dalam waktu tiga hari setelah dilantik, sebelum masa waktu 30 hari habis (23 Oktober 2014), Pak Jokowi disarankan untuk mengembalikan UU Pilkada itu kepada DPR.Dengan demikian UU lama berlaku kembali.Pak SBY menang, Pak Jokowi menang, Rakyat menang.Semua senang, kecuali mungkin KMP.