Pak Tjiptadinata Effendi akhirnya dinobatkan sebagaiKompasioner of the Year 2014 dalam perhelatan Kompasianival, ulang tahun ke-6 Kompasiana, Sabtu 22 November 2014 minggu lalu.
Ini sungguh sesuai perkiraan saya semula.Dalam artikel terdahulu (“Begini Kinerja Unggulan Kompasioner of the Year 2014”), implisit sebenarnya saya sudah mengindikasikan Pak Tjip sebagai unggulan terkuat.
Pertimbangan utama saya sebenarnya bukan jumlah dan mutu isi dan struktur artikelnya.Sebab kalau itu pertimbangannya, maka kelima orang unggulan itu menurut saya sama saja, atau paling-paling 11/12.
Pertimbangan utama saya adalah soal roh atau jiwa yang terpancar dari artikel mereka.Dalam hal ini, sebagai pembaca, saya harus katakan bahwa dari artikel-artikel yang dibagikan kelima unggulan, maka artikel Pak Tjip-lah yang paling memancarkan “kesenangan”.
“Kesenangan” yang sifatnya dua-arah.Dengan membaca artikelnya, kita bisa merasakan kesenangan Pak Tjip berkomunikasi dengan sesama Kompasioner.Sebaliknya, sebagaimana tercermin dari banjir tanggapan, para Kompasioner pembacanya juga mengabarkan kesenangan kepada Pak Tjip.
Intinya, Pak Tjip telah menjadi sosok Kompasioner yang menyenangkan.Saya kira, itulah kunci utama mengapa kemudian dia dinobatkan sesama Kompasioner sebagai Kompasioner of the Year 2014.
Menyenangkan, agaknya, karena Pak Tjip tampil sebagai seorang kakek atau bapak, atau sejawat, bagi para Kompasioner.Jadi, walau artikelnya terkadang cerewet, kita tetap menyukainya.Bukankah kita suka merindu “kecerewetan” kakek menasehati ini itu kepada kita?Bukankah kita sering juga merindu “kemarahan” seorang bapak karena rasa kasihnya kepada kita? Atau merindu “teguran” atau “saran” dari sejawat kita?
Saya kira, satu-satunya ambisi Pak Tjip adalah berbagi “kesenangan” dengan sesama Kompasioner.Karena itu, sejauh yang saya baca, artikelnya tidak pernah menyinggung perasaan.Ada teguran, anjuran, untuk misalnya belajar dari berbagai peristiwa atau gejala sosial di Australia, sebagaimana dilaporkannya.Tapi kita tidak pernah nyeletuk,dengan mengatakan misalnya, “Itu kan di Australia, Opa?”.Sebaliknya, dengan cara bercerita kakek kepada cucu di pangkuannya, ia berhasil menginspirasi kita para pembacanya.
Jadi, apakah ada yang masih mempertanyakan ketika Pak Tjip, Kompasioner yang senang berbagai kesenangan itu lantas dinobatkan sebagai Kompasioner of the Year 2014?Lebih dari itu, dengan motif menulis demi “berbagi energi kesenangan” itu, Pak Tjip selayaknya menjadi inspirasi bagi para Kompasioner.
Selamat Pak Tjip, tetaplah berbagi kesenangan dengan seluruh anggota keluarga besar Kompasiana.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H