Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ada Apa dengan Dahlan Iskan?

2 Desember 2014   15:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:15 4801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_379945" align="aligncenter" width="620" caption="Dahlan Iskan. (TRIBUN/DANY PERMANA)"][/caption]

Hak pembaca Jawa Pos/JPNN untuk termotivasi dan terinspirasi oleh seri artikel Manufacturing Hope yang sangat bermutu benar-benar tercabut semenjak Dahlan Iskan berhenti dari jabatan Menteri BUMN.

Artikel Manufacturing Hope (MH) 149 “Xiao Ping Guo sebelum ke Jalan Thamrin” (Jawa Pos, 20/10/14) adalah sapaan terakhir, ucapan perpisahan, dari Dahlan Iskan kepada para pembaca setianya, termasuk jajaran BUMN di dalamnya.

Sempat muncul satu artikel lepas, mengupas drama penyusunan Kabinet Kerja Jokowi (Jawa Pos, 27/10/14). Rupanya itu “lambaian” terakhir. Setelah itu, Dahlan benar-benar menghilang di “tikungan”.

Kabar terakhir, Dahlan sedang sibuk mengembangkan perkebunan kaliandra berbasis komunitas, sebagai sumber energi (bahan bakar) alternatif terbarukan (Jawa Pos, 13/11/14).Rupanya, ia sedang mewujudkan cita-citanya menjadi sociopreneur.

Tapi, menjadi sociopreneur adalah satu hal. Memotivasi dan menginspirasi khlayak lewat tulisan adalah hal lain. Kalau dalam kapasitas sebagai menteri BUMN saja Dahlan bisa produktif menulis, apalagi dalam status bebas sebagai sociopreneur.

Motivasi dan Inspirasi

Ada yang menilai seri artikel MH sebagai wujud akuntabilitas Dahlan selaku Menteri BUMN. Penilaian yang tak sepenuhnya keliru, tapi juga tidak sepenuhnya tepat.

Menurut hemat saya, seri artikel itu sebenarnya dimaksudkan, pertama, secara khusus untuk memotivasi jajaran BUMN. Ini tersimpul dari sejumlah artikel yang sarat dorongan, dan pujian kalau berhasil, kepada jajaran BUMN dalam bekerja. Terlebih kepada jajaran BUMN yang sedang berjuang bangkit dari “lembah kematian”. Sebut misalnya PT Djakarta Lloyd, PT Garam, dan PT Inuki yang kemudian berhasil lepas dari jerat “kematian”.

Juga pujian kepada jajaran BUMN yang dinilai sukses mendunia. Misalnya PT Pertamina dan PT PLN yang berhasi masuk jajaran Fortune Global 500 (MH 136, 14/7/14). Atau yang sukses melebarkan sayap bisnis ke luar negeri. Misalnya PT Pupuk Indonesia, PT Telkom, dan PT Wijaya Karya.

Lalu, kedua, secara umum dimaksudkan untuk menginspirasi khalayak, termasuk pemerintah. Ini tersimpul dari sejumlah artikel yang menawarkan peluang menjadi “hebat”bagi bangsa ini. Atau katakanlah peluang menjadi “Indonesia Hebat”, yang mestinya menginspirasi Pemerintahan Jokowi.

Melalui artikel-artikelnya, Dahlan menunjukkan peluang “Indonesia Hebat” terutama di bidang ekonomi. Di bidang pangan, misalnya, bisa swasembada kedelai dengan memproduksi massal pupuk organik pemanen fotosintesis temuan Tjandramukti/Widjaya (Grobogan), yang mampu mendongkrak produktivitas ke angka 3.4 ton/ha, setara produktivitas kedelai di AS (MH 111, Jawa Pos 14/1/14). Ini harusnya menjadi inspirasi bagi pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN, untuk membangun pabrik pukuk organik khusus kedelai.

Lalu di bidang energi, Indonesia bisa swasembada listrik ramah lingkungan dengan membangun instalasi pemanen energi listrik dari udara, yaitu Taman Listrik Tenaga Angin (TLTA) berbiaya murah temuan Ricky Elson, secara luas (MH 148, Jawa Pos 13/10/14).Misalkan pembangunan instalasi itu difasilitasi dengan alokasi sebagai Dana Bantuan Desa (Rp 1.0-1.4 milyar/desa), seperti diamanatkan UU No. 6/2014 tentang Desa, niscaya konsumsi BBM dapat dihemat.

Selain TLTA, Dahlan juga menawarkan sumber energi terbarukan lainnya, yaitu kebun tanaman kaliandra yang, bila arangnya dibakar, bisa enghasilkan energi 4,000 kalori, hampir setara batubara (MH 146, Jawa Pos 29/9/14). Tak perlu menunggu pemerintah atau swasta, Dahlan sendiri sebagai seorang sociopreneur pemula sudah menginisiasi “kebun energi listrik” ini di 30 desa Indonesia.

Lalu di bidang teknologi tinggi (hi-tech), Indonesia dapat menjadi produsen kelas dunia untuk radioisotop berbasis teknologi pengayaan uraniaum tingkat rendah (low-enrichment),temuan Dr. Yudiutomo Imardjoko dari PT Inuki (MH 133, Jawa Pos 23/6/14). Tentu, pemerintah harus membangun pabrik radioistop skala industri, misalnya dengan menggandeng investor dari AS, untuk kemudian menjadi salah satu produsen utama di dunia.

Wartawan Tak Pensiun

Sesungguhnya, melalui seri artikel MH, sadar atau tidak, Dahlan sudah menjadi seorang wartawan dengan kualifikasi “Guru”(dengan “G” besar) bagi khalayak. Guru yang senantiasa memotivasi dan menginspirasi.

Dan selama hayat dikandung badan, mestinya tidak ada kata “pensiun” bagi seorang wartawan cum “Guru”. Sebagai contoh adalah Rosihan Anwar, yang tak pernah berhenti menjadi “Guru” melalui seri artikel “Obituari”-nya, sampai kemudian wartawan juniornya menuliskan sebuah obituary untuknya.

Maka, ketika Dahlan berhenti menulis, wajar jika timbul pertanyaan “Ada apa dengan Dahlan Iskan?” Apakah mungkin status mantan menteri menjadi kendala etis baginya untuk melanjutkan seri artikel MH yang mengangkat isu-isu sekitar BUMN? Misalkan benar begitu alasannya, bukankah Dahlan bisa mengangkat isu-isu seputar sociopreneurship untuk memotivasi dan menginspirasi khalayak mewujudkan “Indonesia Hebat”?

Tidak cukup kiranya hanya meninggalkan jejak berupa “setelan kemeja putih celana hitam” serta semboyan “kerja kerja kerja” di lingkungan Kabinet Kerja Jokowi. Juga tidak cukup hanya bergoyang I Like Dangdut di sebuah stasiun TV. Dahlan Iskan harus tetap hadir memotivasi dan menginspirasi khalayak khususnya pemerintah lewat tulisan-tulisannya yang bernas dan mudah dicerna. Untuk itu, jelas, Dahlan tak memerlukan status menteri.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun