Orang Perancis sangat yakin bahwa andaikan tidak terjadi peristiwa Menara Babel, maka seluruh dunia pasti berbicara dalam Bahasa Perancis.Ini kritik Voltaire, dalam karya dongengnya L ‘lngenu (Si Lugu), sebagai kritik terhadap chauvinisme Perancis.
Orang Batak sangat yakin bahwa suku Batak adalah etnis terhebat di Indonesia, karena sejarah membuktikan orang Bataklah suku terakhir yang bisa ditaklukkan Pemerintah Kolonial Belanda.Ini semacam chauvinisme lokal, tepatnya etnosentrisme, yang paling hebat adalah sukuku sendiri.
Baru-baru ini, Poltak yang sudah bekerja sebagai dosen, pernah dibuat mati kutu terkait chauvinisme kesukuan ini. Ia sedang menerangkan konsep “ekonomi biru” (blue economy) dari Gunter Pauli (buku Blue Economy, terbit 2010) di kelas, khususnya tentang pentingnya bio-teknologi untuk mendukung prinsip zero waste (tanpa limbah), ketika tiba-tiba seorang mahasiswa “Batak Tembak Langsung”tunjuk tangan minta bicara:
“Ya, Saudara Sihol, silahkan,” Poltak mempersilahkan mahasiswa itu bicara.
“Terimakasih.Saya pikir, Pak, bukan Gunter Pauli yang pertama menemukan konsep blue economy atau zero waste itu, tapi orang Batak,” sanggah Sihol dengan lantang.
“Apa argumentasi, Anda,” tukas Poltak kaget bin heran.
“Begini, Pak Poltak.Jauh sebelum Gunter Pauli lahir ke dunia ini, orang Batak sudah menemukan dan menggunakan teknologi bio-kakus,” Sihol melanjutkan.
“Coba lebih spesifik lagi,” kata Poltak tak sabaran.
“Begini, Pak.Orang Batak tempo dulu itu kan buang air besar di semak-semak, karena belum mengenal kakus seperti sekarang.Nah, di semak-semak itu berkeliaran ternak babi yang sengaja dilepas, yang siap melahap kotoran siapa saja sampai tandas.Orang Batak menjuluki ternak babi itu sebagai kakus berjalan.Hebat, ‘kan orang Batak itu?”
Poltak dan mahasiswa lain diam terpana mendengar penjelasan Sihol.
“Kalau menurut saya,” lanjut Sihol, “ternak babi itu adalah bio-kakus, kakus hidup, karena menjamin tidak ada limbah manusia yang terbuang.Sebaliknya, justru limbah manusia digunakan ternak babi sebagai bahan makanan.Saya mengalaminya sendiri, Pak.Saya kira, Bapak juga … ”
“Cukup, saya sudah paham maksud Anda.Saya sangat sarankan topik itu Anda jadikan untuk skripsi nanti,” Poltak memotong penjelasan Sihol, karena mendadak perutnya mulai terasa mual dan kepalanya mulai berputar.Lagi pula ia tak mau rahasianya terbongkar di depan kelas.(*)
#Moral revolusi mental-nya: “Chauvinisme ataupun etnosentrisme hanya membuat kita merasa selalu paling hebat, sehingga merasa orang lainlah yang harus mengejar ketertinggalannya dari kita, padahal faktanya kitalah yang tertinggal jauh di belakang.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H