Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Humor Revolusi Mental #048: Mustahil Stephen Hawking Membuktikan Ketiadaan Tuhan

8 Januari 2015   15:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:33 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa manusia super-genius Stephen Hawking harus ada kalau otaknya dipakai hanya  untuk membuktikan bahwa Tuhan tidak ada?

Pertanyaan itu membuat Pak Frans gundah-gulana.  Pasalnya, walaupun ia seorang peneliti sosial, dengan pemahaman fisika dan matematika tak lebih baik dari siswa SMA, ia pengagum berat Stephen Hawking, fisikawan cum matematikawan besar lagi sohor sejagad itu.

Sebagai pengagum, Pak Frans sudah melalap karya-karya populer Hawking.  Mulai dari A Brief History of Time (1988),Black Holes and Baby Universes and Other Essays (1993), The Universe in A Nutshell (2001), On the Shoulders of Giants (2002),A Briefer History of Time (2005), God Created the Integers (2005), sampai The Grand Design (2010).

Pak Frans gundah karena dalamA Brief History of Time Hawking masih mengukuhkan keberadaan Tuhan sebagai Maha Penyelenggara.  Tapi pada The Grand Design Hawking tegas-tegas mengesampingkan keberadaan dan campur-tangan Tuhan dalam pembentukan alam semesta.  Sehingga buku ini menjadi amunisi yang melegitimasi faham atheisme.

Sebagai penganut faham eksistensialisme Karl Jaspers, yang senantiasa merasakan kehadiran Tuhan dari berbagai simbol (chiffer-chiffer) sederhana di sekitarnya, Pak Frans sangat risau karena Hawking kini mengesampingkan keberadaan Tuhan.

Untuk mengatasi kegundahannya, Pak Frans lalu berkunjung kepada penasihat rohaninya, seorang rohaniwan tua yang berkarya sambil bertapa di lereng Merapi, Jawa Tengah.

“Saya sungguh kecewa,” keluh Pak Frans, “untuk apa Tuhan membiarkan Stephen Hawking lahir dan hidup di dunia ini kalau akhirnya ia menggunakan otaknya hanya untuk membuktikan bahwa Tuhan tidak ada.”

“Tenangkan hatimu, anakku,” kata Sang Rohaniwan penuh kelembutan. “Jangan pernah menggugat Tuhan.  Kau tahu, anakku? Tuhan memang menghadirkan Stephen Hawking di dunia ini untuk menjalankan misi maha penting, yaitu untuk membuktikan Tuhan tidak ada.”

“Bagaimana bisa begitu!”Pak Frans langsung protes.“Bukankah itu mengancam keberadaan Tuhan sendiri? Atheisme akan meraja jika Hawking berhasil membuktikan Tuhan tidak ada!”

“Jangan khawatir, anakku. Mustahil bagi Hawking untuk membuktikan Tuhan tidak ada,” Sang Rohaniwan menjelaskan sambil tersenyum penuh keyakinan.

“Bagaimana romo bisa yakin Hawking tidak akan berhasil? Hawking seorang fisikawan super-jenius,”Pak Frans bertanya penuh rasa heran.

“Justru karena Hawking seorang fisikawan sejati,” jawab Sang Rohaniwan sambil tetap tersenyum.“Fisika mustahil membuktikan  Sesuatu Yang Tidak Memiliki Dimensi Fisika.Jadi, kalau Hawking mengklaim terbukti Tuhan tidak ada, berarti ia bukan fisikawan, atau fisika telah mati.”

Pak Frans sangat takjub mendengar penjelasan Sang Rohaniwan.Hatinya berangsur mulai tenang kembali, sekalipun ia belum paham benar penjelasan penasihat rohaninya itu. Tapi Pak Frans punya keyakinan pada saatnya ia akan paham juga.(*)

#Moral revolusi mental-nya:  “Atheisme tak pernah menjadi ancaman bagi eksistensi Tuhan, tetapi Tuhan selalu menjadi ancaman bagi eksistensi atheisme.”

CATATAN:

1)Artikel humor ini merupakan tanggapan untuk rekan Kompasioner Nararya yang menulis “Kitab Suci New-Atheisme Dibongkar John Lennox” (Kompasiana, 6/1/2015) dan rekan Kompasioner Immortal Unbeliever (penyangkal Nararya paling gigih).

2)Artikel humor ini sebenarnya sudah publish rangkap tiga di Kompasiana, 7 Januari 2015, karena error berkali-kali saat mem-publish tulisan.Ketika saya mulai menghapus artikel rangkapan, ternyata yang terhapus adalah rangkapan pertama yang sudah di-highlight Admin Kompasiana (saya tidak cek sebelumnya).Akhirnya saya putuskan untuk menghapus semua artikel itu dan menulis/publish ulang menjadi versi di atas.Kepada Admin dan rekan Kompasioner yang sempat membaca versi terdahulu, saya mohon maaf atas kekacauan ini, yang terjadi sepenuhnya akibat ketakmampuan saya mengendalikan error.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun