(kompasiana.com)
Pertanyaan momen terindah berkompasiana bagi saya, sosiolog kampungan yang hidup sebagai petani mardijker, dapat dijawab menurut pola soal pilihan ganda. Ada empat jawaban yang ditawarkan: (A) Artikel diganjar Head Line pertama kali, (B) Memenangi blog competition, (C) Artikel dibaca puluhan ribu orang, (D) Jawaban A, B, dan C salah.
Jawaban manakah yang paling tepat untuk saya? Gampang: D! Ya, benar, pilihan D. Ini bukan jawaban sombong melainkan suara subyektif. Sebab bukankah soal “(momen) terindah” berkompasiana itu sejatinya soal subyektivitas?
Jika bukan A, bukan B, dan bukan C melainkan D yang menjadi jawaban, maka apa persisnya momen terindah berkompasiana bagi saya pribadi?
Sebelum menjawabnya, ada satu pertanyaan prasyarat. Haruskah momen terindah itu sebuah kejadian tunggal yang bersifat eksklusif? Menurut hemat saya, “Tidak!”. Sebab bisa juga dia berupa momen berkelanjutan, sebagai untaian mata rantai yang justru hilang makna jika dipreteli satu per satu.
Rantai momen terindah berkelanjutan itulah yang terjadi pada saya. Dan itulah yang hendak saya bagikan di sini, ala kadarnya.
Persisnya, pengalaman rantai momen terindah itu saya nikmati saat menulis seri artikel penelitian kualitatif di Kompasiana. Dimulai tanggal 6 Februari 2015 dengan artikel “Penelitian Kualitatif #001: Apa Batasannya?” yang dibaca 812 kali. Lalu mandeg tanggal 18 Agustus 2015 dengan artikel “Penelitian Kualitatif #039: Ciptakan Sendiri Kategori Datamu” yang dibaca 100 kali. Seluruhnya 39 judul artikel dan, sesuai judul artikel ini, semuanya menjadi untaian mata rantai momen-momen indah berkompasiana.
Sejak bergabung di Kompasiana pada 19 Mei 2014, sebenarnya saya sudah menulis 482 judul artikel (termasuk ini). Lantas mengapa saya menunjuk 39 judul artikel penelitian kualitatif itu sebagai untaian momen-momen terindah?
Ada tiga alasan yang pasti juga bersifat subyektif.
Pertama, topik penelitian kualitatif dalam riset sosial itu adalah minat utama saya sehingga terasa benar kegembiraan di hati saat menulis dan membagikannya kepada sesama Kompasianer. Bagi saya, itulah momen keindahan berbagi (sharing) yang sejatinya, yaitu ketika diberi ruang untuk membagikan hal yang paling saya senangi.