Kondisi pandemi di beberapa daerah yang kembali melonjak secara signifikan serta belum bisa dikendalikan menyebabkan beberapa pemerintah daerah kembali memperketat kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dari PSBB parsial/transisi menjadi PSBB total. Keputusan tersebut tentu sangat relevan terlebih ketika kita melihat data kondisi bed occupancy rate (BOR) di rumah sakit rujukan covid di beberapa daerah yang semakin membludak dan hampir over capacity.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per senin 09 September 2020 menyebutkan terdapat 1.046 pasien baru Covid-19 di Jakarta sehingga totalnya menjadi 47.379 orang. Sementara itu, kondisi kasus covid-19 yang semakin tinggi juga menyebabkan banyaknya tenaga kesehatan yang berguguran.
Menurut data yang dihimpun oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) per 03 September 2020, tercatat ada 105 Tenaga medis yang sudah gugur dalam bertugas untuk membantu penangangan covid-19. Jika hal ini tidak ditangani dengan serius dan cepat serta tidak ada perubahan pada upaya mitigasi wabah, tentu hal ini malah akan semakin memperburuk penanganganan corona yang saat ini masih terus berlangsung. Serta menguras tenaga pahlawan medis yang terus bekerja tanpa henti (BNPB,2020). Sehingga bukan tidak mungkin langkah keputusan yang sudah diambil di beberapa daerah akan ditiru oleh daerah yang belum menerapkannya.
Salah satu contoh pemerintah daerah yang sudah kembali merespon kondisi kekhawatiran pandemi ini adalah pemerintah provinsi DKI Jakarta. Melalui siaran konferensi pers yang disampaikan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta yakni Anies Baswedan, bahwa DKI Jakarta resmi akan kembali menerapakan kebijakan PSBB secara total per tanggal 14 sepetember mendatang dengan mewajibkan seluruh perkantoran non esensial untuk menerapkan protokol full work from home (WFH).
Namun pemberlakuan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara total di beberapa daerah bukan berarti tidak meninggalkan  permasalahan. Sebab, pemberlakuan kebijakan PSBB menimbulkan konsekuensi pembatasan aktifitas dan kegiatan di masyarakat yang kemudian berdampak negtif pada kondisi ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Terlebih pada pemberlakuan PSBB di awal mewabahnya corona, kita sama sama merasakan dampak krisis ekonomi khususnya bagi sektor informal yang terdampak langsung serta maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami beberapa masyarakat kecil dan kaum rentan ekonomi.
Menuut data dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), tercatat ada sekitar lebih dari 3,2 juta orang telah dirumahkan akibat wabah covid-19 ini. Kondisi ini tentu disinyalir akan melahirkan mustahik (fakir-miskin) baru yang merupakan asnaf zakat serta menyumbangkan angka pengangguran sehingga akan menjadi salah satu penyebab dari lahirnya krisis ekonomi nasional.
Kondisi pemberlakuan kembali PSBB secara total tentu harus segera direspon oleh berbagai pihak tidak terkecuali lembaga filantropi yaitu lembaga amil zakat. Jika pemerintah mengambil peran sebagai perumus kebijakan (regulator) dan pemberi stimulus ekonomi, serta jaring pengaman sosial, (eksekutor), tentu lembaga zakat sangat memungkinkan untuk bisa hadir mengambil peran supporting (dalam hal ini sebagai eksekutor) untuk membantu usaha pemerintah dalam upaya menanggulangi kembali dampak ekonomi ketika  PSBB saat pandemi. Salah satunya adalah dengan membantu menghadirkan jaring pengaman sosial melalui dana ziswaf bagi para mustahik yang memiliki potensi terdampak paling tinggi.
Pengalaman serta evaluasi aksi lembaga filantropi ditengah PSBB sebelumnya yaitu pada awal corona harus menjadi concern dan catatan bagi seluruh pihak. Agar aksi yang dilancarkan di tanggap corona jilid 2 ini bisa berjalan efektif. Setidaknya ada tiga aspek yang harus diperhatikan untuk mengoptimalkan aksi bantuan.
Pertama yaitu aspek ketepatan sasaran. Sebab dengan informasi dan dana yang terbatas seringkali membuat bantuan aksi yang diberikan menjadi tumpang tindih bahkan mengalami error target. Hal ini bisa dibuktikan dari temuan laporan yang diterima oleh Ombudsman sebanyak 1.346 laporan, KPK sebanyak 842 laporan serta Bareskrim Polri sebanyak 102 kasus. Selanjutnya yang kedua adalah aspek memberikan dampak kemanfaatan. Hal ini berdasarkan temuan yang dikeluhkan oleh penerima manfaat seperi kasus kuota intenet belajar yang penggunaanya terbatas pada platform tertentu yang tidak bisa bisa diikuti oleh berbagai pengajar maupun pelajar. Terakhir, lembaga filantropi harus memastikan bahwa bantuan yang akan diberikan tidak menimbukan permasalahan dan penyalahgunaan. Sebab selain paparan tiga data di awal tadi, indikasi dan kekhawatiran akan penyalahgunaan bantuan semakin diperkuat dengan laporan dari Indonesian Corruoption Watch (ICW) dan Indonesia Budget Center (IBC) yang menyebutkan telah menerima belasan laporan warga terkait bantuan sosial (Bansos) di masa pandemi virus corona (Covid-19) yang disalurkan dalam periode yang masih berjalan.
Untuk mengantisipasi agar 3 aspek tersebut tidak terulang kembali, lembaga filantropi dapat memaksimalkan dan mempersiapkan setiap aksinya dengan 4 hal berikut.
Pertama, yaitu dengan memperbaiki koordinasi aksi. Hal ini sangat penting agar sasaran penerima manfaat tidak tumpang tindih serta aksi yang dilakukan menjadi terencana dengan baik. Kedua, yaitu dengan memperluas informasi aksi. Hal ini dilakukan agar aksi yang dilakukan dapat diketahui dan diakses oleh mereka yang membutuhkan serta meningkatkan transparansi kegiatan. Ketiga yaitu membuat program terintegrasi. Ugensi ini sangat penting mengingat dampak pandemi beririsan dengan berbagi sector. Oleh karena itu agar bantuan aksi dapat bermanfaat dan maksimal perlu adanya integrasi berbagai rencana program. Terakhir, yaitu dengan memperbanyak jendela kolaborasi. Dengan keterbatasan berbagai hal di sitiuasi yang gawat darurat, kolaborasi menjadi solusi untuk mengoptimalkan dana yang terbatas, mengefektifkan sumberdaya yang sedikit serta memaksimlakan potensi kemanfaatan. Dengan 4 hal tersebut semoga menjadi bahan bakar baru bagi lembaga filantropi dan lainnya yang hendak melancarkan aksi jilid 2 nya dalam membantu masyarakat menghadapi wabah pandemi.