Pada suatu hari yang cerah di hutan kecil yang rimbun, seekor kelinci mungil bernama Kiki sedang asyik bermain dengan teman-temannya. Kiki terkenal dengan tingkahnya yang ceria dan selalu penuh semangat. Hari itu, mereka bermain petak umpet di antara pepohonan yang rindang. Tawa dan canda mereka memenuhi udara, membawa keceriaan di seluruh hutan.
Di tengah keceriaan itu, Kiki tiba-tiba teringat pada rasa takutnya yang terbesar: air. Sejak kecil, Kiki selalu menghindari air. Kakinya akan gemetar dan jantungnya berdebar kencang setiap kali dia melihat genangan air, apalagi sungai yang mengalir deras. Hal ini membuatnya sering merasa berbeda dari teman-temannya yang begitu senang bermain di air.
Saat Kiki sedang bersembunyi di balik semak-semak, dia mendengar suara gemericik air yang merdu. Rasa penasarannya mengalahkan rasa takutnya, dan dia mengintip dari balik semak-semak. Di hadapannya terbentang sungai kecil yang berkilauan diterpa sinar matahari. Airnya yang jernih mengalir dengan tenang, dan di kejauhan terdengar kicauan burung-burung yang indah.
Kiki terpesona oleh keindahan sungai itu. Dia ingin sekali bermain di air seperti teman-temannya, tapi rasa takutnya masih membelenggu. Dia duduk di tepi sungai dengan sedih, matanya berkaca-kaca. Tiba-tiba, sebuah suara lembut memecah kesunyian.
"Kenapa kamu menangis, Kiki?" tanya suara itu.
Kiki menoleh dan melihat seekor burung hantu kecil yang sedang bertengger di dahan pohon. Burung hantu itu memiliki tatapan yang ramah dan penuh kelembutan. Kiki menceritakan ketakutannya pada air kepada burung hantu itu.
"Jangan takut pada air, Kiki," kata burung hantu itu dengan suara yang menenangkan. "Air itu indah dan menyenangkan. Kamu hanya perlu belajar bagaimana berenang."
Kiki ragu-ragu. "Tapi aku tidak tahu cara berenang," kata Kiki dengan suara kecil.
"Aku bisa mengajarimu," kata burung hantu itu.
Kiki merasa sedikit lega mendengar kata-kata burung hantu itu. Dia mulai merasa yakin bahwa dia bisa mengatasi rasa takutnya.