Toleransi, sebagai suatu sikap yang menerima perbedaan, menjadi hal dasar dalam merawat keberagaman yang ada. Indonesia, terkenal pada berbagai negara di dunia karena berhasil dalam mengedepankan sikap toleransi. Pun, belum ada negara di dunia yang memiliki dan mengakui agama resmi sejumlah dan sebanyak Indonesia.
Kehidupan beragama di Indonesia dengan tingkat toleransinya sudah berjalan dengan ajeg dalam kurun waktu yang sangat lama. Hanya saja, gerak dan rotasi perpolitikan di Indonesia dewasa ini agak dan terlihat kurang baik bagi keberagaman kita.
Masyarakat kita sudah mulai dan mudah untuk melakukan tidak yang disosiatif; menghujat satu sama lainnya, saling merendahkan, dan memiliki sikap fanatik buta terhadap satu dua ketokohan yang dibangun oleh media massa dan segolongan kelompok di alam nyata. Kita harus mengakui itu. Oleh karenanya, pola yang sudah, yang sudah berjalan dengan baik, harus mampu dan terus kita jaga untuk kemudian diadopsi oleh anak-anak kita sebagai suatu kebiasaan dan menjadi bagian dari kebudayaannya.
Selain itu, sikap-sikap yang muaranya pada perpecahan dan pengikisan bangunan keberagaman juga perlu dihindari, diminimalisir, dan dihilangkan. Seperti rasisme, etnosentris, fanatisme buta, dan sikap-sikap yang berangkat dan bersumber dari kedaerahan.
Lazimnya, kita dengan budaya kita --yang sudah kita anggap alamiah dan nyaman itu, bertemu dengan budaya orang lain, maka yang hadir dalam pikiran kita adalah, budaya kita lebih tinggi ketimbang orang lain. Pun, sikap yang muncul dari pikiran-pikiran semacam itu, tak lain dan tak bukan, sikap diskriminasi yang ujungnya membeda-bedakan perlakuan.
Maka itu, sebagai warga dari negara yang sudah ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa memiliki keberagaman tinggi, kita harus bertanggung jawab dan mengambil peran untuk terus menjaganya. Pikiran dan sikap yang membeda-bedakan, menilai rendah, dan mengkultus satu dan lainnya, sudah sepatutnya kita buang jauh-jauh dari benak kita. Jangan sampai pikiran itu menjadi muasal pada perlakuan kita yang pada akhirnya lahir pertikaian-pertikaian yang merusak tatanan sosial kehidupan. Nyanban
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H