Mohon tunggu...
Mira Sartikayanthi
Mira Sartikayanthi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Konten favorit: film, kesehatan, pendidikan, dan humor.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Megibung: Perwujudan Harmonisasi dalam Masyarakat

29 Oktober 2024   04:05 Diperbarui: 29 Oktober 2024   04:42 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pulau Bali dikenal oleh wisatawan mancanegara karena keindahan alamnya, penduduknya yang ramah, serta beragam tradisi dan budaya dari tiap-tiap daerahnya yang memiliki keunikan tersendiri. Salah satu tradisi yang terkenal dari ujung Timur Pulau Bali yaitu megibung, yang merupakan tradisi makan bersama yang khas dari masyarakat Karangasem Bali. Berdasarkan penelitian Artika, dkk (2024) tradisi mengibung sudah ada sejak dahulu, dimulai pada saat I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem menjadi Senapati di Kerajaan Karangasem sekitar tahun 1614 Caka atau 1692 Masehi, berawal dari perang antar kerajaan Nusantara yang bertujuan untuk memperluas daerah kekuasaan, yang mana pertempuran tersebut sangat menguras energi sehingga para prajurit menjadi sangat lapar. Ketika para sipir (petugas membawa makanan kerajaan) hendak membagikan makanan kepada para prajurit peralatan makan tidak mencukupi karena banyaknya jumlah prajurit. Dalam situasi seperti itu, akhirnya I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem selaku senapati memerintahkan para sipir untuk membataklan membagikan makanan dan memerintahkan para prajurit untuk makan secara bersama-sama. Sejak saat itulah kegiatan makan berasama ini dikenal dengan istilah megibung. Menurut Widiasih, dkk (2017 dalam Artika, dkk, 2024: 91) megibung berasal dari kata magi dan buung. Magi berarti membagi dan buung berarti batal, dengan demikian megibung diartikan batal membagi makanan secara terpisah dan akhirnya memakan makanan tersebut secara bersama-sama. Pada masa itu kegiatan megibung ini juga digunakan untuk menghitung jumlah prajurit, untuk mempermudah dalam hal menghitungnya Sang Senapati memerintahkan kepada prajuritnya untuk membentuk kelompok yang terdiri dari delapan orang dalam satu kelompok.

Pada masa sekarang kegiatan megibung mengalami pergeseran fungsi dari yang digunakan untuk menghitung jumlah prajurit menjadi bentuk kebersamaan bagi masyarakat yang biasanya dilakukan pada acara-acara tertentu seperti upacara keagamaan, upacara adat, dan acara penjamuan kepada tamu. Dalam kehidupan sosial masyarakat tradisi megibung tidak hanya dimaknai dalam proses makan bersaman, namun bentuk kebersamaan atau gotong royong. Salah satu contohnya yaitu di Bali dalam melaksanakan upacara keagamaan misalnya saja Upacara Manusa Yadnya Pawiwahan/Pernikahan pastinya orang yang memiliki acara akan mengundang sanak saudara dan rekan-rekannya sehingga tamu tersebut perlu dijamu dengan memberikan suguhan makanan, dalam hal inilah gotong royong itu dilaksanakan antara orang yang memiliki acara dan masyarakat lainnya (keluarga/teman/tetangga) dalam mempersiapkan sarana untuk menjamu tamu dan mempersiapkan sarana megibung yang disebut dengan karangan (olahan/lauk yang disajikan saat megibung) kegiatan ini biasanya dilakukan oleh kelompok pria, sedangkan untuk kelompok wanita biasanya menyiapkan nasi dengan membawa nasi yang sudah dimasak dari rumah ke tempat pemilik acara, nantinya setelah persiapan tersebut selesai sang pemilik acara pastinya mengajak masyarakat yang telah membantunya mempersiapkan segala kebutuhan jamuan untuk menikmati hidangan yang sudah dibuat tadi dengan cara megibung. Selain mencerminkan kebersamaan tradisi megibung juga mengajarkan masyarakat dalam hal disiplin, karena dalam kegiatan megibung terdapat aturan tersendiri atau tata cara tidak tertulis yang harus dipatuhi oleh setiap anggotanya, adapun aturan yang dimaksud yaitu tradisi megibung terdiri dari beberapa kelompok (sela), satu kelompok berjumlah delapan orang, duduk melingkar dengan bersila untuk pria dan bersimpuh untuk wanita, posisi miring dengan tangan kanan mengarah ke gibungan, anggota paling tua dari satu kelompok berada paling utara berdekatan dengan karangan sebagai pemimpin sela, mengambil makanan yang berada di depan kita bukan di depan peserta lain, memulai makan apabila sudah dipersilakan oleh perwakilan pihak pemilik acara/yang menjamu, saat kegiatan makan berlangsung peserta dilarang mengembalikan sisa makanan di tangan ke dalam gibungan, kegiatan makan diakhiri secara bersama tidak diperkenankan mendahului meninggalkan gibungan meskipun sudah merasa kenyang atau sudah selesai makan.

Melihat dari sejarah tradisi megibung dan penerapannya di masyarakat, saya berpendapat bahwa tradisi megibung ini sangat baik untuk dilestarikan karena merupakan suatu kearifan lokal yang mengandung nilai budaya positif di dalamnya. Tradisi megibung juga sejalan dengan konsep Pawongan (hubungan harmonis antara manusia dengan sesama) dalam ajaran Tri Hita Karana yang diyakini oleh umat Agama Hindu di Bali. Melalui tradisi megibung hubungan harmonis di masyarakat diharapkan dapat selalu senantiasa terjalin, adapun penerapan nilai budaya positif tradisi megibung yang erat kaitanya dengan konsep Pawongan dalam Tri Hita Karana yaitu:

  • Kebersamaan dan gotong royong, hal ini tercermin dari pelaksanaannya yang dilakukan secara bersama-sama, mulai dari mempersiapkan hidangan, menikmatinya, hingga pada mengakhiri kegiatan megibung juga dilakukan secara bersama-sama dan tidak diperkenankan mendahului walaupun peserta sudah merasa kenyang dan sudah selesai makan.
  • Memperkuat ikatan sosial dan kekeluargaan, melalui tradisi megibung tidak jarang terjalin komunikasi yang harmonis antar masyarakat, disampin itu juga keluarga yang jarang bertemu karena keterbatasan waktu dan jarak akan terjalin kembali komunikasinya pada saat megibung.
  • Bentuk toleransi dan kesetaraan sosial, tradisi megibung dapat diikuti oleh siapa saja tanpa memandang status sosial, ekonomi, bahkan kasta sekalipun. Karena tradisi megibung dilakukan dengan suka cita, jadi bagi siapapun yang berkenan dipersilakan untuk turut serta bergabung dalam kelompok (sela). Dalam pelaksanaanya juga tradisi megibung dilakukan dengan duduk sama rendah secara melingkar, sehingga perbedaan-perbedaan yang ada sementara dikesampingkan.

Tradisi megibung salah satu tradisi yang ada di Bali khususnya Kabupaten Karangasem yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Karangasem dan hingga saat ini masih tetap dilestarikan, pelaksanaannya sering kali dijumpai dalam upacara keagamaan, upacara adat, dan acara penjamuan kepada tamu. Dalam penerapannya tradisi megibung bukan hanya sekedar kegiatan makan bersama, melainkan menerapkan rasa kebersamaan dan gotong royong mulai dari persiapan hingga pada pelaksanaannya, serta melibatkan masyarakat dari berbagai kalangan dan berkumpul bersama menajadi satu membangun harmoni antar sesama. Diharapkan kedepannya tradisi megibung dapat tetap lestari di era seperti saat ini yang segalanya dapat dilakukan dengan praktis, misalnya saja sekarang sudah lumrah ditemukan di masyarakat menggunakan jasa catering dengan konsep prasmanan dalam menjamu tamu pada suatu acara. Sehingga pelestarian tradisi ini perlu diperhatikan bersama baik dari masyarakat, instansi pendidikan, maupun pemerintah agar tradisi megibung tidak tergerus oleh zaman yang semakin modern, karena dalam tradisi megibung banyak mengandung nilai-nilai positif yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.


Sumber:

Gotama, P.A.P., Artika, W., Artawan, G., Paramarta, K. (2024). Tradisi Megibung di Kabupaten Karangasem Kajian Folklor. Jurnal Lampuhyang, 15(2), 91-93.

Disbud Karangasem. (2018, 7 Desember). Megibung Kabupaten Karangasem. [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=wRoeW8c5BuU

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun