Mohon tunggu...
Misty Pramesthi
Misty Pramesthi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

calon sarjana hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

PEMBAHARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM TENTANG USIA PERKAWINAN DI INDONESIA

4 Juni 2023   00:14 Diperbarui: 4 Juni 2023   00:53 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Misty Pramesthi
NIM : 212121019
Kelas : HKI 4A

Review Skrpsi
Tema : Perkawinan
Judul : "PEMBAHARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM TENTANG USIA PERKAWINAN DI INDONESIA (STUDI ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN)"
Penulis : Hotmartua Nasution
Jurusan : Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al-Syakhsiyah)
Fakultas : Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negri Sumatra Utara Medan Tahun 2019 M / 1440 H


~Pendahuluan
Salah satu masalah yang dibahas dalam sumber ajaran Islam adalah masalah pernikahan. Al-Qur'an menekankan akan adanya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah bagi setiap pasangan yang secara langsung mengarungi bahtera rumah tangga. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut ilmu fikih, salah satu faktor terpenting dalam persiapan perkawinan adalah faktor usia. Karena seseorang akan dapat ditentukan, apakah ia cukup dewasa dalam bersikap dan berbuat atau belum. Dewasa menurut kamus umum bahasa Indonesia yaitu samapai umur atau baligh. Dalam hukum islam usia dewasa dikenal dengan istilah baligh.
Di Indonesia sendiri dalam melangsungkan perkawinan harus menggunakan pedoman Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Salah satu prinsip yang dianut Undang-undang perkawinan di Indonesia adalah bahwa calon suami istri harus telah matang dari segi kejiwaan dan raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan. Maksudnya, undang-undang perkawinan menganut prinsip bahwa setiap calon suami dan calon istri yang hendak melangsungkan akad pernikahan, harus benar-benar matang secara fisik maupun psikis, atau sudah siap secara jasmani dan rohani.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka ketentuan usia perkawinan di Indonesia yang ada dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 perlu disesuaikan lagi. Maka dipandang sangat perlu untuk melakukan upaya-upaya pembaharuan usia perkawinan di Indonesia. Akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan pemerintah menyepakati perubahan Pasal 7 Ayat (1) dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait ketentuan batas usia menikah laki-laki dan perempuan. Pada tanggal 14 Oktober 2019 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan secara resmi disahkan oleh Presiden Joko Widodo di Jakarta. Dengan demikian Disepakati bahwa batasan usia yang dibolehkan melakukan perkawinan antara laki-laki dan perempuan adalah sama-sama usia 19 tahun.
Hal ini tentu menjadi hal yang sangat krusial bagi system perundang-undangan khususnya dalam undang-undang yang mengatur tentang perkawinan. Maka dari hal tersebut, ini akan menjadi bukti sejarah pembaharuan hukum Islam tentang usia perkawinan di Indonesia yang memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia.

~Alasan memilih judul skripsi
Alasan saya dalam memilih mereview judul skripsi tersebut karena melihat dilingkungan sekitar marak terjadi pernikahan dibawah umur. Dalam judul "Pembaharuan Hukum Keluarga Islam Tentang Usia Perkawinan Di Indonesia (Studi Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan)" dapat diperoleh alasan mengapa terjadi perubahan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Salah satu alasannya adalah karena melihat banyaknya praktik pernikahan dibawah umur. Judul ini sangat relevan untuk di kulik lebih jauh karena dilingkungan sekitar juga banyak terjadi praktik pernikahan dini di kalangan remaja yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sehingga sangat perlu untuk dilakukannya perubahan undang-undang tentang batasan usia menikah.

~Pembahasan Hasil Review
Setelah membaca dan memahami skripsi tersebut dapat diperoleh hasil review diantaranya faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan batas usia perkawinan di indonesia. Praktik perkawinan anak di Indonesia merupakan persoalan yang secara persisten muncul dari waktu ke waktu, sejak era penjajahan kolonial hingga saat ini. Pasca kemerdekaan, adanya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan cenderung mengubah politik hukum terkait dengan perkawinan anak. Gerakan perempuan pada saat itu mendesak adanya usia minimum perkawinan dan pembentuk kebijakan sepakat untuk membuat usia minimum 16 tahun untuk perempuan. Dengan demikian, keberadaan UU No. 1 Tahun 1974 pada jamannya merupakan lompatan dari yang sebelumnya tidak ada minimum usia kawin.
Perkawinan pada usia di bawah batas minimum dalam UU Perkawinan masih terjadi karena berbagai alasan, terkait pengaruh dari faktor sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat, pemahaman agama. Faktor-faktor di atas sangat berpengaruh terhadap munculnya praktek perkawinan anak. Berbagai cara dilakukan oleh keluarga agar pernikahan di usia anak bisa terwujud. Sebagai contoh, terjadi manipulasi data usia anak dibawah 16 tahun yang didewasakan dengan sengaja untuk kepentingan administrasi pernikahan Pembuatan dokumen tersebut demi dapat mengawinkan anak dan mendapatkan surat nikah. Selain itu, praktek pernikahan bawah tangan juga terjadi ketika sang anak tak memungkinkan mendapatkan legalitas hukum. Sekitar 2 juta perempuan Indonesia berusia di bawah 15 tahun sudah menikah dan putus sekolah. Jumlah itu diperkirakan naik menjadi 3 juta orang pada 2030.
Mahkamah Konstitusi juga menyatakan UU Perkawinan tidak sinkron dengan UU Perlindungan Anak yang mengatur bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. MK juga menyampaikan sejumlah dampak buruk perkawinan anak, terkait aspek kesehatan dan pendidikan. Jika diletakkan dalam konteks lebih luas, perkawinan anak mengancam dan berdampak negatif terhadap kesehatan anak lantaran belum tercapainya batas kematangan ideal reproduksi. Potensi eksploitasi dan kekerasan terhadap anak pun turut meningkat.
Putusan MK tersebut di atas, merupakan mandat konstitusional yang sesungguhnya mendukung politik hukum dan kebijakan Negara Indonesia di era reformasi untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap anak tanpa diskriminasi. Yang perlu segera dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI adalah pertama melarang secara tegas dan melanjutkan upaya pencegah perkawinan anak; kedua, menghapuskan membedakan aturan batas usia perkawinan anak baik laki-laki dan perempuan melalui perubahan standar batas minimal usia perkawinan yang tertera dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait usia perkawinan pada batas usia perkawinan dengan menaikkan standarnya; ketiga, memperketat dispensasi terhadap perkawinan di bawah usia minimum. Pasal 7 Ayat (1) yang menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila calon mempelai laki-laki telah berusia 19 tahun dan mempelai perempuan berusia 16 tahun, sudah dinilai tidak relevan lagi di masa sekarang baik dari sisi kesehatan biologis, psikologis, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan. Baik calon mempelai laki-laki dan perempuan setidaknya telah genap berusia 19 tahun jika hendak melangsungkan perkawinan. Selain pengetatan persyaratan dispensasi juga perlu disertai dengan sanksi bila terjadi pelanggaran batasan usia perkawinan bila tidak ada faktor-faktor yang sifat mendesak untuk dilangsungkan perkawinan.

~Rencana skripsi yang akan ditulis beserta argumentasinya
Dalam menulis skripsi saya berencana mengangkat judul mengenai dispensasi pernikahan dibawah umur. Melihat di lingkungan saya banyak yang mengajukan permohonan dispensasi nikah dari pasangan yang masih di bawah umur. Yang rata-rata dispensasi tersebut diajukan karena dilatarbelakangi oleh calon mempelai suami atau istri yang belum cukup umur telah hamil lebih dahulu. Hal ini cukup mengkhawatirkan mengingat pemerintah telah mengatur dengan jelas batas usia minimal perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yaitu bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun dan juga memperketat aturan dispenasasi perkawinan. Sehingga perlu untuk dilakukan penggalian lebih dalam untuk melakukan pencegahan terjadinya pernikahan dibawah umur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun