-Dampak Sosiologis
Dampak  sosiologis dari  perkawinan yang tidak dicatatkan adalah timbulnya pandangan negatif dan renggangnya hubungan dari masyarakat terhadap pelaku, misalnya perkawinan yang tidak dicatatkan karena pernikahan tersebut dilakukan oleh sesorang yang masih dibawah umur yang menimbulkan pandangan negatif dari masyarakat bahwa yang bersangkutan telah hamil lebih dahulu sebelum pernikahan meskipun sebenarnya anggapan tersebut tidak benar.
-Dampak Religius
Dalam aspek religius pencatatan perkawinan perlu untuk dilakukan karena dalam syariat islam telah ditentukannya Walimah al-'ursy (pesta penikahan) yang dimaksudkan sebagai informasi dan pengumuman bahwa telah terjadi pernikahan, sehingga tidak berdampak fitnah di kemudian hari.
-Dampak Yuridis
Dampak yuridis dari perkawinan yang tidak tercatat adalah apabila terjadi problema hukum misal pada waktu menikahkan anak perempuan yang dilakukan oleh pernikahan di bawah tangan (pernikahan siri) mungkin dalam aspek religius Islam mungkin sah, namun dampak dari aspek  yuridis perkawinan tersebut tidak sah, karena anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak tercatat tersebut menjadi anak yang tidak sah pula karena tidak memiliki akta yang otentik.  Dampak lain dari aspek yuridis, yaitu perkawinan tersebut tidak diakui pemerintah, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum (no legal force). Sehingga negara tidak dapat memberikan perlindungan mengenai status perkawinan, harta gono-gini, waris, dan hak-hak lain yang timbul dari sebuah perkawinan.
4. Pendapat Ulama dam Kompilasi Hukum Islam Tentang Perkawinan Wanita Hamil
-Pendapat dari Imam Abu Hanifah, yaitu apabila yang menikahi wanita hamil tersebut adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya adalah boleh. Sedangkan apabila yang menikahinya bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
-Pendapat dari Imam Malik, yaitu mengatakan bahwa hukumnya tidak sah (haram) menikahi wanita hamil akibat zina, meskipun yang menikahi itu laki-laki yang menghamilinya, ataupun laki-laki yang bukan menghamilinya. Bila akad nikah tetap dilangsungkan dalam keadaan hamil, maka pernikahan harus difasakh.
-Pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, mengatakan laki-laki yang tidak menghamili haram menikahi wanita yang hamil, kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya. Namun  apabila menikahi wanita tersebut, maka wanita itu harus sudah bertobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih belum boleh menikah dengan siapa pun.
-Pendapat dari Imam Asy-Syafi'i, menerangkan bahwa hukumnya sah menikahi wanita hamil akibat zina, baik yang menikahi itu laki-laki yang menghamilinya maupun bukan yang menghamilinya. Alasanya karena wanita hamil akibat zina tidak termasuk golongan wanita yang diharamkan untuk dinikahi.