Topik kali ini penulis sedikit menjabarkan bagaimana korelasinya antara Islam dan hak asasi manusia yang mana konsep hak asasi manusia yang kita pakai sekarang merupakan produk dari barat, yang dideklarasikan pada tahun 1948 oleh negara-negara yang bersangkutan di sidang umum PBB atau bisa disebut Deklarasi Universal HAM.
Islam dan HAM Barat
Berbenturan, memandang dan memahami kesesuaian Islam dan HAM tidak bisa dijawab dengan sederhana ya atau tidak, karena Islam yang berkembang tidak hanya di wilayah, negara dan daerah yang sama, Islam berkembang di tempat yang berbeda, otomotatis sejarah, budaya, sosial dan politiknya berbeda dan juga pemahaman Islam yang bagaimana yang cocok dengan jenis HAM, kapan, dimana, dan siapa. Kenapa berbenturan, secara garis besar dalam Islam, semua hak tunduk pada Syariah Islam, sedangkan HAM sendiri penemuan konsep yang berasal dari Barat, dimana hak dan kebebasan yang fundamental bagi semua orang dengan berbagai suku, ras, agama, etnis dan kedudukan, seperti contoh di negara Arab yang menerapkan syariah Islam itu sangat berbenturan dengan prinsip-prinsip HAM. Namun, tidak adanya hukum Islam yang melarang akan adanya HAM.
Menurut Abul A'la Al-Maududi, hak untuk hidup, kebebasan, keamanan serta keadilan merupakan hak dasar Islam. Kalau menurut para skeptis HAM, Islam dan HAM hanya kompatibel sebagian, dan sebagian lagi berbenturan, kalau Islam dan HAM disatukan sepenuhnya maka hak-hak secara spesifik dan tertentu harus ditfasirkan ulang, jika perlu tidak di satukan atau dibatalkan karena hukum Islam tidak dapat diubah dan sudah diberikan oleh Allah dalam Al-Qur'an dan As Sunnah.
Seiring dengan perkembangnya zaman dan juga Islam berkembang mengikutinya, terdapat kaum Islamis kontemporer atau modernis Islam menganjurkan reformasi yurisprudensi Islam klasik, dimana tujuannya mengintegrasikan nilai-nilai Islam dan gagasan kontemprer dari Barat (alih-alih kaum modernis Islam menolaknya secara tegas). Menurut salah satu seorang tokoh modernisme Islam yakni Muhammad Abduh, beliau mengatakan bahwa umat Islam harus memiliki dan menggunakan alasan dan tujuan untuk mengikuti perubahan zaman, daripada mengandalkan interprestasi ulama terdahulu (bisa dibilang kadaluwarsa) pada abad pertengahan Interprestasi Islamis yang kaku terhadap kaum Islam sendiri pada saat ini sangat mendominasi, namun secara historis kita bisa menemukan banyak contoh interpretasi pragmatis yang jauh lebih fleksibel, Nahdlatul Ulama, organisasi di Indonesia merupakan salah satu Muslim terbesar di dunia merupakan contoh dari posisi pragmatis dan moderat.
Dua Perpesktif Memandang Islam dan Hak Asasi Manusia
Dalam hal ini wacana tentang hubungan Islam dan HAM telah berlangsung selama beberapa waktu. Dua pendekatan penting dari dua perspektif berbeda ke wacana Islam dan HAM sebagaimana dianalisis pada artikel ini berusaha untuk menyajikan dalam mengambil pandangan pragmatis dan kontruktif tentang cara terbaik untuk mempromosikan dalam merelisasikan HAM di negara Muslim.
Dua perspektif yang berbeda ini yakni perspektif permusuhan dan perspektif harmonis untuk Islam dan HAM masing-masing. Dalam perspektif permusuhan Islam secara inharen merupakan penyebab utama semua pelanggaran HAM di negara Muslim yang memandang Islam serta hukum Islam sebagai sistem yang konservatif dan terfosilisasi yang tidak dapat bersinergi dengan norma dan prinsip HAM internaisonal. Sedangkan persepektif harmonis dalam Islam dan HAM yakni responsif yang berusaha mengembangkan cara-vara positif yang dengannya prinsip-prinsip Islam serta norma-normanya HAM internasional sebisa mungkin diselaraskan dan dengan deikian dapat beroperasi secara sinergi.
Posisi yang terbaik pada akhirnya menurut pendangan penulis, dimana promosi HAM bukan melalui penggunaan kekerasan atau tindakan represif namun melalui keterlibatan positif, kemauan politik yang positif, persusasi moral dan hak proses hukum. Dalam menjalani dan memajukan perspektif harmonis antara HAM dan Islam di sini, seseorang harus mengakui kritik umum itu biasanya pendekatnnya bisa melamban dan memanjakan. Oleh karena itu, dalam mengembalikan relevansi perspektif humanis dengan Islam dan HAM yang ditulis pada artikel ini, yakni instruktif untuk menyimpulkan dengan yang lain oleh observasi.
Â