Sedikit Unek-Unek Permasalahan HukumÂ
Tidak ada henti-hentinya para perilaku bejat negara terus merampas hak-hak rakyat padahal mereka yang duduk di ruangan ber-AC digaji berkali-kali lipat oleh negara, baik tunjangan kerja, jabatan, transportasi, keluarga dan masih banyak tunjangan-tunjangan lain. Dalam filsafat, Thomas Hobbes memiliki pandangan manusia dianggap puya kecenderungan alami untuk bertindak sesuai dengan kepentingan sendiri yang itu bisa mengarah pada keserakahan. Namun, dengan pandangan pemahaman dan pendidikan yang tepat, sifat keserakahan manusia tersbeut bisa dikendalikan melalui penanaman nilai-nilai seperti solidaritas, kesederhanaan dan kepuasan.
Sifat rakus manusia yang terjadi hingga saat ini menjadi musuh dan ancaman besar bagi negara, sebut saja koruptor, mereka-mereka merupakan hambatan bagi sebuah negara yang memiliki harapan untuk maju, kenapa sangat menghambat, karena koruptor hanya mementingkan dirinya sendiri dan golongannya yang terlibat. Pasca reformasi hingga kini, koruptor bisa anda temui tidak hanya di lembaga legislatif, lembaga di lingkaran eksekutif hingga yudikatif pun banyak, bisa anda kasus-kasus koruptor di internet.Â
Kenapa koruptor terus ada, karena pertama, tindakan penegak hukum tidak tegas terhadap mereka, coba anda bayangkan koruptor yang korupsi sejumlah miliaran hanya dihukum ada yang 4 tahun, 6 tahun, 8 tahun, belum lagi nanti ada banding, kalau ngga puas, ada kasasi, ntah bagaimana hukuman itu bisa seminim mungkin, apalagi nanti juga ada remisi karena berkelakuan baik. Betapa ironinya hukum bisa dipermainkan di negara yang katanya menjunjung tinggi hukum.
Kedua, karena belum ada undang-undang yang bisa membuat kapok para koruptor, undang-undang perampasan aset juga hingga sekarang belum diketok, apakah para elit kekuasaana takut mengketok perampasan aset, padahal hanya perampasan loh. Anda tahu kalau di Tiongkok kalau ada yang terdakwa kasus korupsi, itu langsung dihkum mati ntah kecil atau besar kerugian negara. Hingga saat ini banyak yang menanti-nantikan undang-undang perampasan aset itu diketok, apakah bisa membuat koruptor itu jera atau tidak, we never know.
Dinamika permasalahan hukum di Indonesia saat ini mengalami tantangan yang kompleks, setidaknya penegak hukum harus jujur dan tegas. Kilas balik terdapat sosok yang menjadi role model penegak hukum saat ini, bisa dikatakan sosok tersebut ialah sosok yang ditakuti oleh para pidana koruptor, beliau adalah mendiang Artidjo Alkostar.Â
Beliau mendapatkan banyak sorotan dan terkenal dengan dissenting opinion terhadap kasus-kasus besar terutama korupsi. Apa itu dissenting opinion, merupakan pranata yang membenarkan perbedaan pendapat hakim minoritas atas putusan hakim. Pendapat pengadilan itu ada tiga, pendapat mayoritas, perbedaan pendapat dan pendapat sependapat.
Artidjo Alkostar, Hakim Tanpa Ampun Bagi Pidana Koruptor
Beliau mengawali karir di bidang hukum dengan menyelesaikan studi hukum pertamanya di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tahu 1976. Dan pasca lulus, beliau langsung melanjukan studi pascanya di AS dengan mengambil gelar Master of Laws (LL.M) di Northwestern Univerity School of Law, Chicago. Setelah lulus, beliau memulai karirnya sebagai pengacara. Dia dikenal aktif membela kasus-kasu HAM dan juga tidak jarang menangani kasus-kasu besar yang melibatka pelanggaran HAM. Sepak terjang jasanya itulah membuat sangat dihormati kalangan aktivis HAM.
Pada tahun 2000, beliau diangkat sebagai Hakim Agung di Mahkama Agung RI. Ia terkenal sebagai hakim yang tegas, terutama dalam menangani kasus-kasus korupsi. Selama menjabat, Artidjo sering kali menjatuhkan hukuman yang lebih berat daripada yang dijatuhkan di pengadilan tingkat pertama atau banding, terutama dalam kasus-kasus korupsi besar. Keputusannya yang tegas dan keras terhadap koruptor membuatnya menjadi salah satu hakim yang paling ditakuti oleh pelaku korupsi di Indonesia. Hal ini juga membuatnya mendapat pujian dari banyak pihak yang mendukung penegakan hukum yang tegas. Namun, tidak jarang keputusannya juga menuai kritik dari kalangan tertentu yang merasa bahwa hukuman yang dijatuhkan terlalu berat.
Sosok dan namanya terangkat dan menjadi sorotan publik pada saat ini memperberat amar putusan yang semula empat tahun penjara menjadi dua belas tahun tahun penjara kepada Angelina Sondakh. Angelina Sondakh terlibat dalam kasus suap terkait proyek di Kemenpora. Ia menerima suap yang nilainya mencapai Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dolar AS terkait proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang untuk SEA Games 2011. Pada 10 Januari 2013, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Angelina Sondakh. Namun, banyak yang menganggap hukuman ini terlalu ringan mengingat besarnya kerugian negara dan posisi Angelina sebagai pejabat publik.
Angelina Sondakh mengajukan banding, berharap hukuman yang lebih ringan. Namun, saat kasus ini sampai di Mahkamah Agung, Artidjo Alkostar menjadi salah satu hakim yang menangani kasus ini. Alih-alih meringankan hukuman, Artidjo memperberat hukuman Angelina menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 8 bulan kurungan. Artidjo juga memerintahkan Angelina untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dolar AS. Jika uang pengganti tidak dibayar dalam waktu satu bulan, harta benda Angelina bisa disita dan dilelang. Jika harta benda tidak mencukupi, maka hukuman penjara Angelina akan ditambah 4 tahun lagi.Â
Betapa tegas dan kejamnya beliau terhadap pidana koruptor, keputasan yang dilontarkan oleh beliau ini disambut baik oleh banyak pihak yang mana merea menginginkan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap korupsi, walaupun keputusan tersbeut juga terdapat kontra dari loyalis Angelina karena merasa hukuman tersebut terlalu berat.
Setelah pensiun dari Mahkamah Agung pada tahun 2018, beliau ditunjuk sebagai anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2019, sebuah lembaga yang bertugas mengawasi kerja KPK untuk memastikan integritas dalam pemberantasan korupsi. Beliau tidak hanya praktisi hukum, namun juga akedimisi sekaligus gagasan-gagasanya di bidang hukum tersebut, beliau tuangkan kedalam buku. Bisa anda cari di internet karya-karya beliau. Dua tahun setelah mengabdi sebagai Dewan Pengawas KPK, beliau meninggal dunia pada 28 Februari 2021 di Jakarta. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam di kalangan penegak hukum dan masyarakat yang menghormati integritas beliau dalam penegakan hukum di Indonesia.
Jadi, beliau ini merupakan salah satu simbol integritas dan keberaniannya dalam dunia hukum di Indonesia. Dedikasinya terhadap penegakan hukum yang adail dan tegas menjadi inspirasi bagi para mahasiswa hukum, Â penegak hukum, akademisi hukum dan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H