Pada tahun 2000, beliau diangkat sebagai Hakim Agung di Mahkama Agung RI. Ia terkenal sebagai hakim yang tegas, terutama dalam menangani kasus-kasus korupsi. Selama menjabat, Artidjo sering kali menjatuhkan hukuman yang lebih berat daripada yang dijatuhkan di pengadilan tingkat pertama atau banding, terutama dalam kasus-kasus korupsi besar. Keputusannya yang tegas dan keras terhadap koruptor membuatnya menjadi salah satu hakim yang paling ditakuti oleh pelaku korupsi di Indonesia. Hal ini juga membuatnya mendapat pujian dari banyak pihak yang mendukung penegakan hukum yang tegas. Namun, tidak jarang keputusannya juga menuai kritik dari kalangan tertentu yang merasa bahwa hukuman yang dijatuhkan terlalu berat.
Sosok dan namanya terangkat dan menjadi sorotan publik pada saat ini memperberat amar putusan yang semula empat tahun penjara menjadi dua belas tahun tahun penjara kepada Angelina Sondakh. Angelina Sondakh terlibat dalam kasus suap terkait proyek di Kemenpora. Ia menerima suap yang nilainya mencapai Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dolar AS terkait proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang untuk SEA Games 2011. Pada 10 Januari 2013, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Angelina Sondakh. Namun, banyak yang menganggap hukuman ini terlalu ringan mengingat besarnya kerugian negara dan posisi Angelina sebagai pejabat publik.
Angelina Sondakh mengajukan banding, berharap hukuman yang lebih ringan. Namun, saat kasus ini sampai di Mahkamah Agung, Artidjo Alkostar menjadi salah satu hakim yang menangani kasus ini. Alih-alih meringankan hukuman, Artidjo memperberat hukuman Angelina menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 8 bulan kurungan. Artidjo juga memerintahkan Angelina untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dolar AS. Jika uang pengganti tidak dibayar dalam waktu satu bulan, harta benda Angelina bisa disita dan dilelang. Jika harta benda tidak mencukupi, maka hukuman penjara Angelina akan ditambah 4 tahun lagi.Â
Betapa tegas dan kejamnya beliau terhadap pidana koruptor, keputasan yang dilontarkan oleh beliau ini disambut baik oleh banyak pihak yang mana merea menginginkan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap korupsi, walaupun keputusan tersbeut juga terdapat kontra dari loyalis Angelina karena merasa hukuman tersebut terlalu berat.
Setelah pensiun dari Mahkamah Agung pada tahun 2018, beliau ditunjuk sebagai anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2019, sebuah lembaga yang bertugas mengawasi kerja KPK untuk memastikan integritas dalam pemberantasan korupsi. Beliau tidak hanya praktisi hukum, namun juga akedimisi sekaligus gagasan-gagasanya di bidang hukum tersebut, beliau tuangkan kedalam buku. Bisa anda cari di internet karya-karya beliau. Dua tahun setelah mengabdi sebagai Dewan Pengawas KPK, beliau meninggal dunia pada 28 Februari 2021 di Jakarta. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam di kalangan penegak hukum dan masyarakat yang menghormati integritas beliau dalam penegakan hukum di Indonesia.
Jadi, beliau ini merupakan salah satu simbol integritas dan keberaniannya dalam dunia hukum di Indonesia. Dedikasinya terhadap penegakan hukum yang adail dan tegas menjadi inspirasi bagi para mahasiswa hukum, Â penegak hukum, akademisi hukum dan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H