Mohon tunggu...
Maman Somantri
Maman Somantri Mohon Tunggu... Administrasi - Dr. Maman Somantri.MT. mengajar di Departemen Pendidikan Teknik Elektro UPI

Dr. Maman Somantri.MT. mengajar di Departemen Pendidikan Teknik Elektro UPI

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan Vokasi Milik Siapa?

10 Desember 2016   11:24 Diperbarui: 10 Desember 2016   12:18 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhir akhir ini banyak berita beredar pemerintah sangat peduli terhadap pendidikan vokasi , berbagai kebijakan dan rencana pemerintah siap untuk digulirkan , dari sistem pendidikan , sitem perekruitan guru dan bahkan sistem penanganan paska pedidikan vokasi, atau bisa dibilang penyeluran lulusan vokasi. Namun pertanyaannya apakah langkah, program dan rencana ini merupakan suatu kesatuan system yang akan dijalankan untuk bisa memajukan pendidikan vokasi ?. sebagai salah satu contoh banyak yang mengkalaim apa itu pendidikan vokasi versi masing masing yang berkepentingan dan lebih cenderung tidak saling ada  keterikatan. 

Masalah lain penyediaan guru untuk bidang vokasi disatu sisi ada yang mengklaim bahwa instyitusinya merupakan lembaga penyediaan guru yang nantinya bisa diterjunkan untuk mengajar disekolah sekolah vokasi, dan lembaga ini merupakan lembaga milik pemerintah, tapi disisi lain pemerintah berencana untuk memngambil calon calon guru dari lembaga lain dengan pertimbangan versi pemerintah juga. 

Disisi lain lagi dalam proses penanganan lulusan benarkah sudah ada kejelasan bidang antara supply and demand ? misalnya salah satu lapangan kerja untuk lulusan SMK adalah sebagai operator produksi di berbagai industri sesuai bidangnya , benearkah hal ini di perhatikan oleh pemerintah maupun praktisi bidang vokasional ? Kalau kita meninnjau ke dunia Industri sangat banyak industri yang mempekerjakan lulusan Sekolah Umum sebagai operator produksi dan disesjajarkan dengan lulusan sekolah Vokasi terutama dalam bisang kejuruan Teknologi, dengan pertimbangan pihak industri adalah gender. Terus kalau tujuannya menyiapkan tenaga Teknisi, berapa banyak kebutuhan teknisi di industri ? sudahkah hal ini di kaji dan diselaraskan menjaddi salah satu sistem untuk menggenjot dan meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan Vokasi.

Kepedulian pemerintah, lembaga, industri dan masyarakat luas pengguna pendidikan vokasi ini belum menjadi satu system yang terintegrasi, entah siapa yang peduli atau mungkin tidak ada yang peduli kecuali hanya melaksanakan sebuah program atau ambisi menjalankan program saja. Pun yang bertangggung jawab untuk menjadikan pendidikan vokasi ini menjadi suatu sistem yang terintegrasi juga belum munccul, masing masing berjalan sesuai dengan ego dan program nya . Pendidikan vokasi di Indonesia memang banyak belajar dari luar terutama dari Jerman namun alangkah lebih baiknya jika hasil dari pembelajaran itu disinergikan dengan keadaan Indonesia itu sendiri dan di terjemahkan menjadi suatu sistem yang sinkron. 

Kalau kita mau jujur pendidikan vokasi bisa berjalan kalau semua elemen antara penyedia, pengelola dan pengguna lulusan bisa bekerjasama , namun hal ini mungkinkah terjalin ? saya bisa bilang TIDAK MUNGKIN untuk saat ini. Kunci nya adalah regulasi yang bisa mendukung kearah ini sehingga akan memaksa semua elemen untuk menjalankan regulasi tersebut yang tentunya ada resiko dari semuanya. Pandangan Penulis pendidikan vokasi yang sudah bisa dibilang berjalan di Indonesia adalah bidang kesehatan , dan tentunya jika bidang ini menjadi pionir dan sarana pembelajaran harusnya bisa dijalankan oleh seluruh lapisan yang berkompeten. mampukah hal ini dijalankan tanpa pemaksaan di pemerintah ?. 

Sebagai contoh marilah saya ajak untuk melihat bidang elektro/elektronika, lebih dari 75% siswa smk bidang ini adalah laki laki dengan pemikiran bahwa lulusannya kelak akan menjadi seorang tekhnisi dibidangnya, padahala jelas dalam skema keahlian untuk lulusan ini dimulai sebagai operator produksi , tekhnisi danlain sebagainya. Kalau kita lihat penggunaan tekhnisi bidang ini di DU/DI tentunya tidak terlalu banyak boleh dibilang kalau kita rata ratakan kebutuhannyanya ada 5 orang/ perusahaan kemudian berapa perusahaan yang ada di indonesia yang akan menggunakan Tekhnisi bidang ini , dan berapa lulusan yang dihasilkan diseluruh indonesia ? Hasil dari penelitian penulis tentang ini mendapatkan nilai yang jauh dari keseimbangan.

Namun jika kita lihat di Industri terutama kebutuhan operator produksi bidang ini sangatlah banyak , pertanyaannya kenapa Perusahaan menggunakan lulusan yang selevel bukan hanya dari SMK ? jawaban yang paling mudah adalah untuk level tersebut terutama di dunia industri elektro dan elektronika lebih cocok menggunakan perempuan, padahal lulusan SMK bidang itu kebanyakan laki laki ini menjadi salah satu penghambat bagi kemajuan Pendidikan Vokasi.

Tentang Kualitas apakah benar kita perlu meningkatkan kualitas pendidikan , meningkatkan proses belajar mengajar , atau jangan jangan kita salah dalam melakukan proses belajar mengajar ? Pengalaman penulis dalam dunia usaha dan dunia industri, tidaklah terlalu sulit menempatkan lulusan untuk bisa bekerja dibidangnya atau menangani pekerjaan sesuai posisinya . Yang jelas perlunya keinginan untuk belajar dan berlataih, nah untuk berlatih inilah yang menjadi permasalahan karena adanya gap antara DU/DI dengan pihak sekolah. Jika hal ini dijembatani dengan suatu aturan, departemen atau kementrian terkait benar benar bekerjasama untuk bisa menopang majunya Dunia Vokasi saya pikir semua akan berakhir dengan singkronisasi Pendidikan Vokasional untuk menyiapkan tenaga Vokasi yang profesional dan saling dibutuhkan akan terwujud. Walohualam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun