Fungsi regulern pajak menyentuh hampir semua sendi kehidupan termasuk mencegah korupsi. Koruptor tentu saja tidak akan melaporkan penghasilannya dari hasil korupsi, namun (DJP) dapat mengendus penambahan harta para koruptor. Persoalannya adalah pemerintah hanya memberi peran DJP hanya fungsi budgeter (memenuhi target penerimaan) saja.
UU Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan melibatkan segenap warga negara sesuai kedudukan dan profesinya memiliki peranan penting untuk menunaikan kewajiban dalam pembelaan negara dari ancaman atau gangguan bersifat non tradisional yang dilakukan oleh oknum atau perorangan misalnya teror, perompakan, pembajakan, penyelundupan, perdagangan illegal, korupsi dan economic crimes lainnya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa korupsi dan tidak membayar pajak merupakan ancaman atau gangguan dalam negeri yang berdasarkan bentuknya berupa ancaman atau gangguan non militer. Kebocoran baik penerimaan maupun pengeluaran negara yang tidak ditangani dengan serius tak ubahnya membiarkan virus hepatitis yang pelan namun pasti membunuh siapa saja yang diserangnya.
Hal terpenting agar masyarakat sukarela membayar pajak adalah negara mengembalikan pajak untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara artinya setiap warga negara dijamin mendapat tunjangan untuk pelayanan pendidikan, mendapat tunjangan untuk pelayanan kesehatan dan tunjangan sosial bagi warga negara yang kurang mampu agar mereka hidup layak.
Pemberian tunjangan tidak dalam bentuk raskin, dana bos atau bantuan sosial lain yang rawan penyalahgunaan, namun langsung diterima masyarakat sebagai insentif telah membayar pajak dan pungutan lain yang berlaku karena pada dasarnya seluruh lapisan masyarakat secara tidak langsung telah membayar pajak namun belum tentu disetorkan ke kas negara oleh Wajib Pajak. Contoh sederhana misalnya fulan bekerja pada pabrik dimana gaji/upahnya dipotong pajak, sehingga seolah-olah fulan sebagai pembayar pajak. Kemudian pabrik membebankan gaji fulan untuk menghitung harga pokok barang atau jasa dan menambahkan keuntungan untuk menentukan harga jual barang atau jasa. Pabrik membayar pajak atas keuntungan yang seolah-olah pabrik sebagai pembayar pajak. Masyarakat membayar harga barang/jasa untuk memenuhi kebutuhannya dimana dalam harga terdapat unsur keuntungan dan pajak atas nama pabrik dan unsur gaji/upah dan pajak atas nama fulan, namun masyarakat tidak dinyatakan sebagai pembayar pajak.
Pemberian tunjangan dimaksudkan untuk menumbuhkan budaya balas budi, sehingga warga negara yang terbantu akan merasa malu jika tidak membalas budi membantu warga negara lain. Tradisi gotong royong dan saling membantu yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat merupakan modal dasar yang harus dijaga dan ditumbuhkembangkan.
Pemerintah harus menumbuhkan trust bahwa uang pajak dan pungutan lain digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah tidak lagi membohongi masyarakat misalnya Pemerintah menyesuaikan harga BBM dengan menyatakan subsidi BBM tidak tepat sasaran yang dampaknya harga kebutuhan juga ikut terderek naik, padahal kondisi sebenarnya adalah Pemerintah berusaha mengurangi belanja akibat defisit anggaran mendekati angka maksimal yang diperbolehkan UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara.
Benar apa yang disampaikan oleh Yustinus Prastowo pada acara Economic Challenges Metro TV dengan tajuk “Memburu Wajib Pajak” (dikoreksi Dirjen Pajak dengan gotong royong) bersama Dirjen Pajak, Ketua Kadin dan Perbanas yang menyatakan bahwa sudah saatnya DJP menjadi lembaga yang mandiri. Kondisi ekonomi yang kurang bagus merupakan saat yang tepat untuk melakukan pembenahan DJP menjadi lembaga yang kredibel. Peranan pajak yang demikian besar untuk merealisasikan cita-cita berdirinya negara Indonesia tentu kurang tepat jika lembaga pemungut pajak menjadi bagian dari pemerintahan apalagi menjadi bagian dari kementrian.
Jangan pernah bermimpi korupsi bisa dicegah, Indonesia mandiri dan hutang negara terkikis menjadi sirna, jika tidak dilakukan amandemen Pasal 23A UUD 1945. Amandemen Pasal 23A UUD 1945 dengan membentuk Lembaga Penerimaan Negara berfungsi mengumpulkan segala bentuk pajak dan pungutan lain di Indonesia yang berserakan hampir pada semua lembaga\kementerian\instansi\dinas pemerintah pusat maupun daerah agar tujuan berdirinya Negara Indonesia dapat segera diwujudkan. Hal ini selaras dengan negara welfare state(negara kesejahteraan) dimana masyarakat berparsipasi aktif (bergotong-royong) mewujudkan welfare statedan disisi lain negara memiliki sarana untuk mengamankan kekayaan negara dari tikus-tikus pengerat kekayaan negara baik tikus pengemplang pajak, tikus koruptor, tikus kejahatan kerah putih maupun tikus lainnya yang mengerat penerimaan maupun belanja negara.
Lembaga Penerimaan Negara merupakan Lembaga Negara yang bertanggung jawab kepada Presiden dalam kapasitas sebagai Kepala Negara tentu saja tidak tunduk pada UU No.39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H