Mohon tunggu...
Muhammad Syah Irsan
Muhammad Syah Irsan Mohon Tunggu... profesional -

Seorang yang mencoba menyalurkan pemikirannya ke dalam tulisan agar dapat dimanfaatkan oleh orang banyak demi suatu kebaikan. Pemahaman umum di bidang ekonomi; sosial; budaya; pertahanan; keamanan; politik; dan khususnya intelijen stratejik merupakan dasar keilmuan yang digunakan, ditambah pengalaman pribadi sebagai praktisi, akademisi dan pembicara; penulis mencoba menawarkan perspektif yang objektif terhadap suatu permasalahan. Saat ini, penulis berkarir sebagai Dosen dan Konsultan Independen, Founder dari Strategic Studies Center, Co-Partner perusahaan jasa bidang keamanan dan intelijen.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Silent War (Economics)

2 Desember 2013   10:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:25 1470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SILENT WAR (ECONOMICS)

ABSTRAK

Perang di dunia Intelijen adalah perang senyap/diam (Silent Warfare, Understanding the World of Intelligence; Abram N. Shulsky, Gary J. Schmitt) telah terjadi didalam banyak arena seperti Hubungan Internasional dalam bentuk lobby dan/atau aliansi dan/atau konpirasi, media dalam bentuk propaganda, cyber dalam bentuk hacking/cracking, dan lainnya, peperangan juga memiliki sebuah arena yang dinamakan Ekonomi.

Mengingat dampak kehancuran yang dapat dihasilkan, perang dibidang Ekonomi ini sudah selayaknya harus menjadi perhatian dalam dunia Intelijen, kemampuan penguasaan bidang Ekonomi dan kesadaran akan peperangan yang terjadi disini menuntut Intelijen Indonesia untuk mulai memperkuat kemampuannya.

PERMASALAHAN

Runtuhnya perekonomian Indonesia yang dimulai dari tahun 1996-1999 telah meninggalkan bekas yang sampai dengan hari ini masih dapat terlihat dengan jelas; salah satunya hutang luar negeri yang dimiliki oleh Indonesia dan juga terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

Hal tersebut tidak hanya berdampak berupa angka-angka yang berubah namun kehidupan sosial sangat terpengaruh dengan tingginya tingkat pengangguran, angka kemiskinan yang melonjak, harga barang meroket dan lainnya.

Apakah krisis Ekonomi Indonesia (1996-1999) akan terjadi lagi? Maka jawabannya hampir pasti dapat terjadi, namun yang menjadi permasalahannya beberapa tahun belakangan laporan perekonomian Indonesia terkesan baik sehingga hal ini pula yang akan menjadi unsur tambahan dalam kejutan pada saat benar-benar terjadi.

Richard K. Betts (1987) menyampaikan bahwa “kejutan” sebagai sebuah kata sifat yang mengubah subjek, menjadi serangan; “serangan” = subjek karena memaksakan bencana, dan “kejutan” = modifikasi signifikan karena membuat bencana lebih buruk daripada jika korban siap untuk menangkis “serangan”.

Sebelum kita memasuki permasalahan ini secara mendalam, ada baiknya mengulas kejadian signifikan yang terjadi di belahan dunia lain, Eropa, kita tahu bahwa krisis Ekonomi di Eropa bermula dari Yunani, lalu berkembang ke Irlandia dan Portugal. Mereka (Yunani, Iralandia, Portugal) memiliki hutang lebih besar dari total GDP-nya, dan sempat mengalami defisit (pengeluaran > GDP). Krisis mulai  akhir tahun 2009, dan semakin membesar pada pertengahan tahun 2010 dari penurunanan nilai tukar EURO terhadap US Dollar. Pada tanggal 2 Mei 2010, IMF menyetujui paket bail-out (pinjaman) untuk Yunani, Irlandia, dan Portugal, kekhawatiran terjadinya krisis berkelanjutan sempat berhenti sejenak.

http://mss-feui.com/?p=605

Pola yang dapat kita lihat kesamaannya dengan Indonesia dari krisis Yunani adalah kesalahan kebijakan pemerintah Yunani di masa lalu. Pada tahun 1974, Yunani memasuki masa pemerintahan,dari junta militer menjadi sosialis (Indonesia seperti peralihan dari pemerintah orde baru ke reformasi).

Pemerintah baru Yunani ini kemudian meminjam banyak hutang untuk membiayai subsidi, dana pensiun, gaji, investasi dan lainnya. Hutang tersebut terus saja menumpuk hingga awal 1990-an, posisi hutang Yunani sudah diatas GDP-nya, dan sampai sekarang masih demikian. Pada saat krisis, hutang Yunani diperkirakan mencapai lebih dari 120% dari posisi GDP, dan banyak analis yang memperkirakan bahwa data yang sesungguhnya lebih besar.

Keadaan diperparah ketika awal tahun 2010, diketahui bahwa Pemerintah Yunani membayar Goldman Sachs dan beberapa bank investasi untuk mengatur transaksi menyembunyikan nilai sebenarnya dari jumlah hutang.

Pemerintah Yunani juga diketahui telah memanipulasi data-data statistik Ekonomi makro, Pada Mei 2010, Yunani sekali lagi diketahui mengalami defisit 13.6% penyebab utamanya adalah kasus-kasus penggelapan pajak, yang diperkirakan telah merugikan negara hingga US$ 20 milyar setiap tahunnya.

Kondisi yang terjadi di Yunani sebelumnya dapat terlihat di Indonesia, saat ini Pemerintah Indonesia juga membiayai Negara dengan melakukan pinjaman; walaupun perspektif yang akan kita bahas disini tidak hanya dari sudut pandang tersebut, namun masalah ini menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan pendadakan strategis Ekonomi di Indonesia. Data laporan Ekonomi Makro Indonesia menjadi pertanyaan apakah benar merepresentasikan kondisi sebenarnya oleh beberapa kalangan Ekonom. Masalah lainnya adalah munculnya kasus-kasus penggelapan pajak yang berjumlah puluhan sampai ratusan milyar rupiah hanya dalam 1 (satu) kasus saja; dan diyakini kasus-kasus serupa banyak dan sering terjadi namun belum terendus oleh pihak penegak hukum, melihat 1 (satu) kasus dengan nilai penggelapan fantastis maka dapat dibayangkan kalau memang terbukti bahwa permasalahan tersebut melibatkan puluhan atau mungkin ratusan sampai ribuan kasus maka nilainya akan luar biasa fantastis.

Berikut beberapa contoh fakta yang ada, berdasarkan data yang didapatkan dari kementrian keuangan terkait APBN Indonesia 2006-2011 adalah sebagai berikut. (Tabel VII-1)

Melihat kondisi APBN 2006-2011 secara sekilas didalam tabel diatas, maka yang terlihat adalah pendapatan dan pengeluaran; pada tahun 2009 terjadi anomali penurunan. Fakta ini akan coba kita kaitkan dengan salah satu komponen yaitu subsidi sebagai bahan analisis.

Berdasarkan data yang didapatkan dari kementrian keuangan terkait Subsidi 2005-2011 adalah sebagai berikut. (Tabel VII-5)

13856254261614520194
13856254261614520194

Mulai terlihat sebuah pola dari APBN dan Subsidi; ketika pendapatan dan pengeluaran pada tahun 2009 menurun dari tahun sebelumnya, subsidi pada tahun 2009 juga menurun dari tahun sebelumnya, apakah tren yang tersebut sudah cukup jelas memberikan makna? Kenyataannya tren yang ada ini masih menyisakan makna yang harus digali lagi dan untuk itu kita akan mencoba melihat kepada grafik perkembangan Hutang dan Defisit terhadap PDB (GDP) dari tahun 2006-2011 di Indonesia yang disajikan berikut. (Grafik VII-2)

13856254641086886641
13856254641086886641

Terlepas dari grafik penurunan rasio hutang diatas yang dapat kita kesampingkan, karena faktor yang sangat mempengaruhi PDB adalah nilai tukar mata uang, penurunan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing menyebabkan prosentase tersebut akan berubah dengan cepat sehingga coba alihkan fokus kepada chart batang yang menunjukan tren yang sama dengan tabel APBN dan subsidi dimana pada tahun 2009 menurun dari tahun sebelumnya yang menguatkan hipotesis bahwa subsidi didalam APBN menggunakan pinjaman dan surat berharga karena terdapat tren yang sama sehingga membentuk sebuah pola. Pada tahun 2009 terjadi PEMILU di Indonesia, dan pada tahun sebelumnya 2008 merupakan masa kampanye bagi partai yang terjun dan ikut didalam PEMILU, sehingga dapat dilihat korelasi antara subsidi yang meningkat pada tahun 2008 (sebelum PEMILU) kemudian turun pada tahun 2009 (masa PEMILU dan pasca PEMILU).

Jangan tertipu dengan prosentase hutang terhadap PDB yang menurun tetapi perhatikan nominal hutang yang justru meningkat, hal yang mirip sebenarnya kembali terulang saat ini (2013) sebelum PEMILU, bahkan sekarang penulis lebih khawatir karena ada pergerakan dana yang luar biasa tinggi, berdasarkan laporan PPATK yang mengatakan bahwa transaksi mencurigakan meningkat menjelang PEMILU 2014, terlebih apabila ternyata dana-dana tersebut merupakan hasil dari pinjaman luar negeri, yang seharusnya merupakan subsidi tetapi digunakan demi kepentingan kelompok ataupun partai tertentu.

http://news.detik.com/read/2013/11/27/194244/2425688/10/ppatk-sinyalir-transaksi-mencurigakan-meningkat-jelang-pemilu-2014?9911012

Jangan terlena dengan laporan keuangan Negara dan pertumbuhan Ekonomi yang sepertinya baik namun kenyataannya tidak sehat, kebijakan hutang yang terpengaruh oleh nilai tukar mata uang merupakan bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak kapanpun. Hutang yang digunakan sebagai subsidi lalu digunakan hanya untuk kepentingan golongan apalagi yang terindikasi hanya untuk kepentingan simpati semasa kampanye merupakan salah satu bentuk pemborosan anggaran, yang dapat kita korelasikan dengan krisis di Eropa dimana Portugal terjebak didalamnya dikarenakan sejak era 1970-an mereka melakukan pemborosan untuk belanja Negara yang tidak seharusnya.

Sedangkan kita sadari sekarang (2013), nilai tukar Rupiah terus melemah, dan bila kita mencoba mundur beberapa tahun belakang ke tahun 1996 1 (satu) tahun menjelang PEMILU 1997, nilai tukar Rupiah mulai menunjukan pergerakan melemah. Saat ini per 28/11/2013 dilaporkan berdasarkan BI Rate 1 USD = Rp. 11.990.

13856254932059127718
13856254932059127718

Genderang perang Ekonomi di Indonesia sebenarnya sudah ditabuh, sadar ataupun tidak, kita tidak dapat mengacuhkan sinyal-sinyal yang telah muncul, kasus di Yunani berupa laporan keuangan Negara yang dimanipulasi terlihat baik, dan penggelapan pajak, kurang lebih merupakan refleksi yang terjadi di Indonesia.

Ketergantungan hutang yang meningkat terutama menjelang PEMILU 2014, akan menambah kerasnya serangan Ekonomi apabila mata uang Indonesia terus ditekan, kecenderungan pelemahan Rupiah terhadap Dollar USD belum terlihat akan berhenti, hal ini merupakan refleksi kejadian di Indonesia pada tahun 1996-1999.

http://www.bi.go.id/web/en/Statistik/Statistik+Utang+Luar+Negeri+Indonesia/

Mengutip pendapat ekonom INDEF yang memberikan solusi berupa pembatasan impor untuk menyehatkan neraca perdagangan dan diversifikasi mata uang asing, pertanyaannya apakah dapat terealisasi hanya dalam waktu 1-2 tahun 2014-2015? Jawabannya bisa saja, tetapi beranikah Pemerintah Indonesia mengambil keputusan tidak popular tersebut? Membatasi impor berarti mempertaruhkan harga-harga melonjak selangit dan mendorong inflasi, diversifikasi mata uang yang berarti mengalihkan kontrak-kontrak tanpa pembayaran Dollar USD dan disarankan kontrak dagang dengan China dan Jepang, berdampak mitra dagang lainnya akan dikorbankan seperti Amerika Serikat dan Eropa yang tentunya tidak mudah dilakukan.

http://www.antaranews.com/berita/406795/ekonom-bidik-faktor-fundamental-cegah-pelemahan-rupiah

Suka tidak suka uang adalah alat kekuasaan selain senjata, dan bila melihat kenyataannya dari masalah ini yang dapat dipelajari adalah penguasaan suatu objek dapat dilakukan tanpa melewati suatu peperangan fisik dengan senjata yang secara finansial menghabiskan biaya besar dengan tingkat pengembalian yang bisa dikatakan tidak pasti ditambah terdapat faktor kemanusiaan menyangkut nyawa bila menelan korban; peperangan Ekonomi sebaliknya yang secara finansial biaya yang dikeluarkan memiliki tingkat kepastian cukup besar untuk kembali dan mendapatkan keuntungan dengan faktor kemanusiaan yang menyangkut kehilangan nyawa minim atau malah hampir tidak ada sama sekali.

KESIMPULAN

Memahami dunia Intelijen terutama dalam peperangan yang dihadapinya; banyak kalangan Intelijen mengatakan dan sepakat bahwa perang di dunia Intelijen adalah perang senyap/diam, tidak terlihat kegaduhan; semuanya dilakukan dengan elegan, terjadi dengan seminimal mungkin terlihat ataupun terdengar secara jelas dan/atau nyata.

Bentuk-bentuk serangan di dunia Intelijen dapat berupa propaganda, desepsi, konspirasi, dan sangat mungkin adalah serangan di bidang Ekonomi; yang merupakan sebuah perang dengan hasil yang sangat besar, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan faktanya masih sangat sedikit pihak yang sanggup memenangkan peperangan di arena ini karena keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki belum dapat menyaingi kekuatan yang telah lebih dahulu besar.

Selain itu, khusus untuk Intelijen Indonesia yang tidak kalah pentingnya adalah penguasaan permasalahan Ekonomi serta kesadaran akan bentuk-bentuk perang di arena Ekonomi oleh pihak lain namun tidak disadari terutama oleh pihak yang diserang karena unsur-unsur serangan yang memang bersifat tidak terang-terangan namun lebih kepada penanaman pengaruh dan kontrol oleh pihak penyerang atas ketergantungan pihak lain sebagai pihak yang diserang, sehingga penting juga bagi Intelijen Indonesia masa depan adalah membangun kemampuan agar dapat melakukan perang di bidang Ekonomi, serta kemampuan melakukan counter dan/atau serangan balik pada bidang Ekonomi musuh.

Pemerintahan terpilih 2014 nanti akan mendapatkan tekanan sangat besar dari segala arah, khusus masalah Ekonomi yang dibahas disini, penulis menyarankan Pemerintah terpilih 2014 berani mengambil langkah-langkah revolusioner seperti menetapkan nilai tukar flat atau solusi diversifikasi mata uang asing, dan mulai mengalihkan kiblat perdagangannya dengan pihak lain sebagai penyeimbang Dollar USD, seperti dengan China, Jepang, maupun Uni-Eropa yang dapat menjadi pilihannya.

Pemerintah terpilih 2014 juga harus siap terhadap kosekwensi yang akan timbul dan bersiap meredamnya, baik dampak domestik berupa inflasi yang dapat mengarah ke pergolakan massa, maupun dampak Internasional berupa kekecewaan mitra dagang lama yang dapat mengarah kepada perselisihan antar Negara.

Pilihannya akan sangat sulit, diantara memilih cara-cara lama mempertahankan Ekonomi dengan membenamkan Indonesia kedalam jaring lebih dalam atau berjuang keluar dari perangkap tersebut dengan segenap tenaga walaupun harus bercucuran keringat dan darah.

Baca juga:

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2013/11/06/skema-jebakan-pinjaman-luar-negeri-krisis-keuangan-605576.html

http://hankam.kompasiana.com/2013/11/03/early-warning-runtuhnya-indonesia-target-asing-pemilu-2014-dan-2019-perang-2020-2030-604973.html

Download Pdf.

https://www.facebook.com/groups/739496702743630/files/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun