Kalau aku bertanya:
Adakah persamaan antara sinetron dengan panggung politik Indonesia?
Mungkin ada yang akan menjawab: Tidak ada, mereka tidak bisa dipersandingkan. Karena yang satu adalah fiksi sedangkan yang satu lagi adalah fakta.
Maka akan aku lanjutkan dengan pertanyaan: “Apa betul sinetron itu fiksi? Dan apa betul politik itu fakta?”. Tapi itu rumit sekali.
Sebetulnya aku ingin mengungkapkan bahwa ada satu persamaan yang betul betul sama diantara keduanya.
Yang pertama, bahwa baik sinetron dan politik sama-sama adalah menampilkan komoditi yang namanya tontonan dan ditampilkan lewat tv!”
Yang kedua, sebagai tontonan, maka keduanya sama-sama berkepentingan untuk meraup penonton sebanyak-banyaknya yang dengan demikian bermuara pada tujuan akhir yaitu menghasilkan uang sebanyak-banyaknya dari hasil penjualan acara itu kepada sponsor.
Yang ketiga, agar rating penonton semakin tinggi atau setidaknya bertahan maka mereka sama-sama berusaha supaya penonton hanyut dalam cerita yang ditampilkan lewat memainkan emosi penonton lewat lakon tokoh-tokoh yang bermain disana. Ada tokoh yang sengaja berperan sebagai orang yang merasa dianiaya, merasa baik sehingga penonton berpihak padanya. Sementara ada tokoh antagonist yang sebisanya dibenci.
Yang keempat, keduanya tidak perduli apakah penampilan mereka itu berdampak baik atau buruk terhadap para penonton. Penonton tidak akan mendapat apa-apa dengan berpihak kepada peran utama yang merasa selalu dianiaya. Juga tidak mendapatkan apa-apa dengan membenci tokoh jahatnya.
Bisakah kita membedakan antara sinetron Safa dan Marwa dengan Sinetron Bank Century dengan puluhan episodenya, Markus, Gedung Miring dan kasus-kasus lainnya?.
Bagaimana emosi kita setelah menonton tingkah mereka? Kepada siapa kita bersimpati dan kepada siapa kita benci?
Lantas, apa efeknya pada kita sendiri sebagai rakyat?. Tidak ada, karena kita ditempatkan dan menempatkan diri sebagai penonton an-sich.
Dan kitapun menulis di Kompasiana:
Selamat ya Bu, semoga sukses bekerja disana, Nanti kalau sudah sampai jangan lupa kirim email ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H