Mohon tunggu...
M Sholeh
M Sholeh Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Masalah Pertanian dan Lingkungan

Profesional lulusan S3 Ilmu Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Tradisi

Lebaran Usai Sudah

6 Mei 2022   08:37 Diperbarui: 6 Mei 2022   09:14 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana sholat idul fitri di salah satu lapangan 

Lebaran usai sudah, banyak kenangan, kegembiraan, cerita, nostalgia ataupun memori yang tersisa. Namun tak sedikit masalah yang tersisa seperti sampah, kotoran, pola makan berubah pasca puasa atau kehidupan yang baru pasca lebaran pasca pandemi yang lebih dari 2 tahun.  Memang tak merayakan lebaran selama 2 tahun seperti jadiah tersendiri lebaran kali ini.

Mudik tahun ini diperkirakan lebih dari 35 juta manusia melakukan ritual tradisional tahunan yang sebelumnya sempat terhambat pandemi 2 musim berturut-turut. Disinyalir inilah migrasi manusia terbesar didunia tanpa komando negara dan tak ada yang bisa menghentikannya. Dan ritual ini disinyalir juga mengalirkan perputaran uang ratusan triliun tanpa bisa dibendung.  Inilah tradisi mudik migrasi terbesar di dunia. 

Tak ada yang tahu pasti kapan tradisi mudik dimulai secara pasti tapi ini sudah terjadi secara turun temurun.  Hari raya idul fitri yang juga disebut lebaran adalah momen sakral bagi para pemudik dari dari kota ke kampung halamannya. Bahkan kadang harus mempertaruhkan nyawa demi mudik.  Bukan hanya dari ibukota tapi juga dari kota-kota besar di Indonesia menuju kampung halaman  di seluruh pe juru tanah air.  Padahal mudik selain lebarang juga tidak dilarang namun seolah libur panjang dan cuti panjang menjadi alasan teraendiri bagi mayoritas masyarakat untuk tetap berjuang mudik.

Dampak negatif pasti juga banyaknya produksi sampah prmudik sepanjang perjalanan baik sampah anorganik maupun sampah organik yang terbuang sepanjang jalan bahkan sampai di tujuan. Sampah pun ikut mudik dan terdistribusi ke daerah-daerah bahkan kemanapun tujuan pemudik beredar selama liburan mudik.  Masalah pasti muncul tinggal bagaimana mrnyikapinya.  Masalah mudik akan terkait dengan masalah lingkungan, ekonomi, sosial budaya bahkan tak jarang politik pun jadi bahan "gorrngan" para prlaku politik dan pengamat politik selama fenomena mudik berlangsung.

Pertanyaannya jika semua kota sama majunya atau berkembang pesat seperti di ibukota, masih adakah tradisi mudik? Atau kalau Ibukota pindah ke IKN Nusantara di Kalimantan Timur, apakah mudik masih seramai sekarang?.  

Secara positif mudik juga berarti pemerataan peredaran uang yang selama ini terpusat di ibukota Jakarta lebih dari 80%, selama mudik dierkirakan tak kurang dari 200 triliun rupiah akan mengalir berputar ke daerah-daerah.

Apapun pendapatnya semoga  mudik bernilai positif bagi pusat maupun daerah dalam hal pemerataan khususnya ekonoki, kesempatan, pembangunan dan lain lain. semoga........!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun