Mohon tunggu...
Shalehuddin Al Ayubi
Shalehuddin Al Ayubi Mohon Tunggu... Lainnya - Pengembang Teknologi Pembelajaran

Gemar menulis dan membagikan sesuatu yang bermanfaat, terus semangat untuk belajar di manapun dan kapanpun

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tidak Memandang Rendah Introversi dan Tidak Mengagungkan Ekstroversi

6 Januari 2024   07:25 Diperbarui: 6 Januari 2024   07:31 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Tidak perlu memandang sebelah mata karakter introver dan tidak perlu juga mengagung-agungkan seseorang dengan karakter ekstrover. Banyak tokoh-tokoh dunia yang ternyata bukan termasuk ke dalam golongan kaum introver. Keberadaan kaum introver ternyata membawa dampak atau pengaruh besar dalam kehidupan dunia. Sosok seperti Woody Allen, seorang sutradara film. Warren buffet, seorang investor dan enterpreneur. Serta Michael Jackson dan Avril Lavigne, penyanyi dan penulis lagu. Mereka adalah sosok-sosok introver yang mampu mencengangkan dunia.

Sementara itu, sosok ekstrover ternyata tidak semua mengambil peran dalam kehidupan, bahkan tidak sedikit sosok ekstrover yang juga canggung atau memiliki sifat pemalu untuk tampil di depan umum. Karena ternyata ekstroversi dan introversi tidak berkaitan secara langsung dengan sifat pemalu.

Sigmund Freud, seorang extrover dan Carl Gustav Jung yang seorang introver telah memperkenalkan model-model untuk mengetahui karakter-karakter ekstroversi dan introversi. Terdapat perbedaan asumsi dasar antara Freud dan Jung terkait ekstroversi dan introversi. Jung mendefinisikan introversi dan ekstroversi sebagai karakteristik yang secara signifikan berkontribusi pada pembentukan kepribadian. Ia mengidentifikasi empat fungsi yaitu Indra, pikir, rasa, dan intuisi yang akan mempengaruhi kepribadian baik pada sosok introver maupun ekstrover. Sementara Freud mengembangkan psikoanalisis modern sekitar 100 tahun yang lalu dan ia memandang bahwa seksualitas sebagai kekuatan penggerak di alam bawah sadar manusia. Jung berselisih dengan Freud yang menyajikan konsep introversi secara negatif dan extroversi sebagai suatu yang sehat dan positif.

Terdapat beberapa penelitian antara introversi dan ekstroversi yang dikaitkan dengan fisiologi otak. 

Dari beberapa penelitian dikemukakan bahwa otak para introver akan berbeda dengan otak ekstrover. Diantaranya adalah bahwa terdapat aktivitas listrik yang lebih besar di korteks frontal subjek-subjek introver daripada di subjek-subjek ekstrover. Bagian otak ini merupakan tempat dilakukannya pemrosesan internal. Area inilah yang bekerja ketika belajar, membuat keputusan, mengingat, dan memecahkan masalah. Selain itu, neurotransmitter yang dominan pada otak sosok introver berbeda dengan neurotransmitter yang dominan pada otak sosok ekstrover. 

Neurotransmitter berperan sebagai pembawa pesan yang berpengaruh terhadap aktivitas-aktivitas korteks. Neurotransmitter ini membawa pengaruh yang berbeda-beda dan berkaitan dengan rasa ingin tahu, pencarian keragaman, dan keinginan mendapatkan imbalan, memori, atau pembelajaran. Inilah yang menjadi penjelas bahwa kaum introver akan menemukan kekuatan mereka dalam suasana yang tenang dan damai sedangkan kaum extrover mengambil energi mereka dari perilaku aktif yang mengarah ke luar.

Dalam beberapa penelitian tersebut disebutkan bahwa introversi tidak selalu antisosial, dan ekstroversi juga ternyata memiliki rasa sifat malu. Namun demikian fluktuasi dan pergeseran antara karakter introversi dan ekstroversi ini sering terjadi dan merupakan hal yang biasa, Karena karakter tersebut akan sangat berpengaruh pada budaya, situasi, peran, usia bahkan suasana hati seseorang.

Semestinya kita harus tahu di mana posisi kita, apakah seorang yang introver atau ekstrover, karena dengan mengetahui karakteristik kita, kita akan mengetahui cara melakukan treatment, pada diri kita sendiri. Kita dapat mengetahui cara berhadapan dengan orang lain ataupun cara menghadapi orang lain.

Ketika kita sudah mengetahui karakter diri kita, hal yang paling penting dilakukan adalah bukan merendahkan karakter yang lain, namun untuk bisa saling melengkapi satu sama lain. Seorang siswa yang introver mungkin bisa berpikir lebih detail terhadap suatu materi diskusi di dalam kelompoknya, dan seorang siswa dengan karakteristik ekstrover akan menjadi penggerak bagi kelompoknya untuk berpikir kritis dan menguatkan kolaborasi.

Dalam buku yang ditulis Sylvia Loehken dengan judul Tak Masalah Jadi Orang Introver disebutkan bahwa introversi dan ekstroversi memiliki kaitan dengan bagaimana sumber-sumber energi mereka dapatkan. Sylvia mencontohkan bahwa orang-orang ekstrover adalah orang-orang seperti kincir angin yang membutuhkan suasana luar atau angin-angin yang bergerak untuk bisa mengisi energi dirinya. Sedangkan orang introver adalah orang-orang seperti baterai yang membutuhkan kesendirian untuk bisa mengisi potensi dirinya. Sylvia menegaskan bahwa Introversi sangat berbeda dari pemalu atau hipersensitif. Hipersensitifitas juga berbeda dari introversi.

Bagaimana al-qur'an memandang ini ? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun