Mohon tunggu...
M shadad Alwi
M shadad Alwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Keluarga Islam

Hobi saya ialah membaca buku dan berdiskusi selain itu aku juga hobi traveling dan memancing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Wakaf di Indonesia

6 Maret 2024   08:21 Diperbarui: 6 Maret 2024   08:21 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pertumbuhan Harta Wakaf dalam Sumber Hukum di Indonesia
Secara formal, pengembangan harta wakaf dapat dipertimbangkan berdasarkan hukum formal (peraturan perundang-undangan) yang mengatur atau berkaitan dengan wakaf harta yang berlaku di Indonesia.
Landasan hukum pengembangan harta wakaf dalam hukum positif kita adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-pokok Pertanian, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Harta Wakaf, biasa disebut dengan Undang-Undang Pokok Pertanian (UUPA).

Pertubuhan Harta Wakaf Dalam UU Nomor 41 Tahun 2004
Dengan disahkannya Undang-Undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004, maka pengelolaan dan pengembangan Wakaf telah diberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kini dapat memperhitungkan perkembangan Wakaf di tanah air.
Wakaf merupakan salah satu bentuk kontribusi sosial yang berdampak dan memberikan kontribusi kepada masyarakat.Perlu diingat bahwa harta wakaf yang diwakafkan tidak hanya berupa harta tak gerak, banyak juga masyarakat yang mewakafkan hartanya dalam bentuk harta gerak.
Beberapa jenis barang tersebut dapat mengalami kerusakan fisik yang berubah seiring waktu.Hal ini tentu menjadi tanggung jawab Nadzir, sang pengurus.Wakaf menjaga kelangsungan nilai manfaat benda wakaf.Dari hasil penelusuran tersebut, berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, harta wakaf dilarang untuk melakukan kegiatan sebagai berikut: a) untuk dijadikan jaminan; b) untuk disita; c) untuk dipindahtangankan; d) untuk dijual; z) untuk diwariskan; f) untuk ditukarkan; atau g) dalam bentuk pengalihan yang sah lainnyaditransfer.
Sebagai aturan umum, tidak ada perubahan yang dapat dilakukan terhadap harta wakaf, bahkan mengubah status, tujuan atau penggunaannya.Namun pada hakikatnya, tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang abadi, segala sesuatunya berubah, dan banyak perubahan yang terjadi seiring dengan kemajuan kehidupan manusia.
Dengan kata lain, ketika suatu harta wakaf dihadapkan pada kenyataan, maka dapat dilakukan perubahan, baik itu perubahan status, peruntukan, atau penggunaannya.Perubahan tersebut mungkin disebabkan oleh perubahan pada properti atau lingkungannya, dan mungkin juga karena perubahan rencana penggunaan lahan, rencana tata ruang, atau rencana pembangunan regional atau nasional.

Kesimpulan
Dari sudut pandang hukum Islam terdapat perbedaan terutama menurut pandangan Imam mengenai pengembangan harta wakaf.Imam Malik dan Imam Syafi'i menekankan pentingnya kelanggengan benda wakaf dan bahwa harta hibahan, khususnya harta tak bergerak seperti harta benda, tidak boleh diubah kegunaan atau fungsinya.
Pendapat kedua imam tersebut nampaknya kurang fleksibel dan kini mempunyai pengaruh signifikan terhadap pendapat mayoritas umat Islam di Indonesia.Oleh karena itu, banyak diantara benda-benda wakaf yang dilestarikan semata-mata untuk keberadaannya, meskipun sudah rusak karena dimakan usia atau karena tidak mempunyai kepentingan strategis dan tidak membawa manfaat apa pun bagi masyarakat.
Namun menurut Imam Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal, diperbolehkan menukar atau menjual harta wakaf yang sudah tidak ada gunanya lagi.Karena pendapat kedua Imam ini sangat fleksibel, maka memberikan peluang adanya pemahaman baru bahwa wakaf hendaknya dilaksanakan dengan lebih baik berdasarkan aspek kemanfaatan untuk kebaikan bersama (maslaha mulala).
Dari segi peraturan hukum, belum ada peraturan mengenai perubahan pembagian hak milik atas harta wakaf.Pasal 23 hanya mengatur tentang pengalihan harta, sedangkan Pasal 49 mengatur tentang hak milik untuk tujuan sakral dan sosial, termasuk wakaf.Namun Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf mempunyai ketentuan perubahan. Status Benda Wakaf yaitu Pasal 40 dan 41.
Menurut Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, harta hibah pada prinsipnya tidak boleh dialihkan untuk tujuan atau penggunaan apa pun selain yang ditentukan dalam pelaksanaan Wakaf.Menurut Pasal 11 ayat (2), penyimpangan hanya dapat dilakukan dalam hal-hal tertentu dan hanya dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Agama.yaitu (a) karena tidak sesuai dengan tujuan Wakaf yang dijanjikan Menteri Agama.wakif keagamaan.(b) Demi kepentingan umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun