Oleh: Mserpong*
Hari ini (Jumat (8/1/2016), penulis membaca berita yang menjelaskan bahwa pasukan Turki berhasil menewaskan 17 militan ISIS di kamp Bashiqa di provinsi Nineveh, wilayah Irak yang terletak sekitar 140 kilometer dari perbatasan Turki. Sejak bulan lalu Turki telah mengerahkan tentaranya khususnya di Bashiqa, tempat dimana pasukan Turki melatih milisi Irak untuk memerangi ISIS.
Seharusnya Pemerintah Baghdad senang dengan adanya pihak yang membantunya dalam memerangi ISIS. Namun yang lebih menjadi persoalan bagi Irak adalah kehadiran pihak militer asing yang beroperasi dan berpotensi mengganggu kedaulatan Negaranya. Dan tentu saja suara-suara negara-negara lain yang memiliki kepentingan dan pengaruh kuat terhadap kebijakan Pemerintah Irak.
KEBERADAAN MILITER TURKI
Keberadaan militer Turki di Irak sudah bermula sejak tahun 1994 ketika terjadi kesepakatan kamanan dengan Irak yang mengizinkan Turki melakukan serangan udara terhadap sarang-sarang kubu PKK hingga berhasil mengusirnya hingga kedalaman 25 km dari garis perbatasan dan kemudian perjanjian ini di perpanjang tahun 2007.
Memang sejak tahun 1997 militer Turki sudah eksis di Irak secara permanen tepatnya di markas militer di Bamarni di Provinsi Dohuk di wilayah Kurdistan 45 km ke utara dari ibukota provinsi. Markas itu didukung 3 markas kecil lainnya di Gulrukh, 40 km ke utara Kabupaten Amadiya, dan Kana Masi, 115 km Utara Kota Dohuk, Dan Sarsi, 30 km Utara Kabupaten Zakho dekat perbatasan Turki.
Kemudian tahun 2014, keberadaan ISIS menjadi kunci baru keberadaan Turki sebagai bagian dari Pasukan Aliansi yang dibentuk dan diumumkan oleh Amerika serikat. Lalu menyambut permintaan PM Irak untuk melatih pasukan Beshmark yang melaksanakan aksi melawan teror di bumi Irak dengan dukungan udara dari Pasukan Aliansi, maka berdirilah kamp militer Dubardan dekat Bashiqah pada Maret 2015 untuk memulai program pelatihan Turki bagi sekitar 2000 lebih sukarelawan. Memang tidak hanya Turki, ada 20 negara yang turut terlibat melatih pasukan Irak, Peshmerga Kurdi, dan pejuang suku Sunni, antara lain: AS, Jerman, Kanada, Jordan, dll, Mereka yang terdiri dari berbagai entitas nasional di Mosul, dilatih untuk memberikan bantuan militer kepada kedua pemerintahan Baghdad dan Erbil melalui melalui pengiriman pesawat-pesawat yang memberikan suplai logistik.
SIKAP BAGHDAD
Beberapa kelompok dan etnis yang ada di dalam Irak dalam menyikapi kehadiran militer Turki dapat diklasifikasikan menjadi beberapa al: 1)Syiah ini adalah yang paling dominan dengan konsensus satu suara menolak kehadiran Turki pada tingkah pimpinan resmi dari kalangan tokoh agama dan politik. Termasuk juga pimpinan milisi dan pasukan Syiah yg didukung massa di tingkat nasional. 2) Etnis Turkmen, yang menyambut kehadiran Turki karena mereka memiliki kedekatan hubungan dengan etnis Turki dari segi budaya dan kesukuan, 3) Arab Sunni, bertolak belakang dengan sikap Syiah yang satu suara menolak eksistensi militer Turki, arab sunni terbagi antara yang mendukung, diam, dan menentang.
SIKAP NEGARA-NEGARA ARAB
Penulis kesulitan memahami keseragaman suara sikap negara-negara Arab dalam menyikapi kehadiran militer Turki di Irak. Di satu sisi sikap Liga Arab yang menganganggap ini adalah campurtangan secara terang terangan di negara sesame Arab mereka yang bertentangan dengan semua kesepakatan internasional dan keputusan PBB dan sikap Liga Arab ini lebih keras dari sikap Uni Eropa dan AS yang memimpn Aliansi Internasional di kawasan itu. Tapi di sisi lain beberapa negara Arab, diantaranya pendiri Liga Arab, seperti Arab Saudi justru mendukung peran militer yang dilakukan Turki di Irak. Namun memang kesadaran akan ancaman terorisme, dan intervensi negara-negara asing di kawasan ini, nampaknya cukup membuka mata banyak negara Arab, khususnya belakangan ini kita menyaksikan bagaimana Turki dengan gembira menyambut pembentukan Aliansi Militer sekitar 30an negara Islam yang diusulkan oleh Saudi Arabia.
HUBUNGAN TURKI-RUSIA
Tentu masih segar dalam ingatan kita pada bulan November lalu pesawat Su-24 Rusia yang ditembak oleh pihak Turki di perbatasan Turki-Suriah. Turki mempertaruhkan hubungan baiknya yang selama ini dibangun bersama Rusia dan ketegangan antar kedua semakin meningkat dan tentu saja amat berpengaruh dan dipengaruhi terhadap kebijakan militer Turki di Irak. Rusia terus melakukan eskalasi tensi pada dua pintu: pertama, dengan menjadikan kelompok-kelompok Islam moderat dari Turki sebagai sasaran serangan udaranya secara Intensif khususnya di daerah -daerah yang dihuni oleh mayoritas etnis Turkman. Yang kedua, dengan jalan penerapan sanksi ekonomi kepada Turki.
Untuk menghadapi dan mengantisipasi terus meningkatkan ketegangan yang membahayakan ini, maka Turki bergerak menuju negara-negara arab dengan tujuan menyelamatkan pasar bagi produksi ekspor Turki yang kehilangan penyerapan di wilayah Rusia. Ini menjadikan kita faham akan urgensi Irak dalam kepentingan nasional Turki.
TURKI-IRAK DAN MASA DEPAN TIMUR TENGAH
Membaca bagaimana perkembangan keamanan di Timur Tengah, penulis tertarik untuk mengutip analisa yang diberikan oleh Raid Al-Hamid, seorang wartawan dan peneliti dari Irak sebagai berikut: