Mohon tunggu...
M. Samsul Arifin
M. Samsul Arifin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis buku dan kolom di sejumlah media massa, baik nasional maupun lokal. Email: msamsularifin17@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bung Tomo, Pembakar Api Semangat Juang

11 November 2016   11:05 Diperbarui: 11 November 2016   11:22 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: islamedia..com

“Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!”. Adalah petikan pidato Bung Tomo, yang berhasil membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk melawan sekutu demi tetap tegaknya kemerdekaan Republik Indonesia. Karena kobaran api semangat juang itu, pada 10 November 1945, rakyat tak gentar sedikitpun untuk berjuang.

Pidato sang orator ulung itu hingga kini masih teriang-iang di memori putra-putri Indonesia. Dan setiap 10 November, kita selalu mengenang peristiwa itu sebagai hari pahlawan. Kita mengenang dan memperingatinya dengan harapan semangat juang para pahlawan itu selalu berada dalam sanubari kita. Lalu, semangat itu diwujudkan dalam perilaku positif demi kemajuan bangsa Indonesia.

Meskipun saat itu sekutu telah menggunakan taktik yang licik untuk membuat rakyat membawa bendera putih sebagai tanpa menyerah, Bung Tomo, misalnya, tetap teguh. Ia tetap berorasi dengan lantang untuk membakar api semangat juang rakyat. Karena, ia meyakini, peristiwa bersatunya rakyat Indonesia di Surabaya yang di pertempuran sebelumnya telah menunjukkan satu pertahanan yang tak bisa dijebol dan membuat sekutu terjepit di mana-mana bisa terulang.

Sungguh luar biasa tekad dan semangat dari Sutomo-nama asli Bung Tomo-tersebut. Orang yang belum mengenalnya, tentu, akan bertanya-tanya “siapa sih sebenarnya dia”, sehingga dengan gagah berani dan hebatnya bisa membakar api semangat juang rakyat. Bung Tomo lahir di Surabaya, 3 Oktober 1920. Ia dibesarkan dalam keluarga yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi pendidikan.

Sejak remaja, Bung Tomo gemar berorganisasi. Ia aktif dalam organisasi kepanduan atau KBI. Hingga di usia 17 tahun, ia menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda. Selain itu, Bung Tomo juga memiliki minat pada dunia jurnalistik. Ketertarikannya ini tampak dengan ia menjadi wartawan lepas di Harian Soeara Oemoem, lalu menjadi Redaktur Mingguan Pembela Rakyat serta menjadi wartawan dan penulis pojok harian berbahasa Jawa, Ekspres, Surabaya.

Ketika Indonesia diduduki Jepang, mulai 1942, Bung Tomo bekerja di kantor berita tentara pendudukan Jepang, Domei. Ia di bagian Bahasa Indonesia untuk seluruh Jawa Timur sampai tahun 1945. Dan pada 1944, ia menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang disponsori Jepang. Keikutsertaannya ini bagi Bung Tomo untuk menjalankan perannya yang amat penting.

Ketika Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia, Bung Tomo tak lupa menyebarkannya. Ia bersama wartawan senior, Romo Bintarti, memberitakan proklamasi kemerdekaan Indonesia dalam bahasa Jawa. Penggunaan bahasa Jawa ini untuk menghindari sensor Jepang.


Perannya Bung Tomo untuk bangsa Indonesia tak berhenti di situ saja. Ketika Indonesia, khususnya Surabaya berkecamuk pada Oktober dan November 1945, ia menjadi salah satu pemimpin yang sangat penting. Ia berhasil membangkitkan api semangat juang rakyat Surabaya, yang di mana kota itu diserang habis-habisan oleh pasukan Inggris.

Peran Bung Tomo kemudian berlanjut, dengan ia terjun ke dalam dunia politik dan menjadi Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/ Veteran sekaligus menjabat sebagai Menteri Sosial Ad Interim. Lalu, pada 1956-1959, ia menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang diusung oleh Partai Rakyat Indonesia.

Hingga saat menunaikan ibadah haji, pada 1981, Bung Tomo meninggal dunia di Padang Arafah. Lalu, jenazahnya dibawa pulang ke tanah air dan dimakamkan di tempat pemakaman umum Ngagel, Surabaya. Dan, bertepatan pada peringatan hari pahlawan, 10 November 2008, Pemerintah RI memberikannya gelar pahlawan nasional. Semoga pengorbanannya demi bangsa Indonesia ini bisa diteladani oleh generasi Indonesia berikutnya.

*Versi awal artikel ini dimuat di adhyaksadault.info, 7 November 2016

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun