Selanjutnya, ada mitos bahwa sekali gagal mencoba untuk berhenti merokok, tak ada gunanya mencobanya lagi. Orang yang percaya dengan mitos ini termasuk orang yang gampang putus asa. Betapa tidak, banyak di luar sana yang sukses berhenti merokok. Sekali gagal, ia mencobanya lagi dan lagi sampai berhenti. Saah satunya adalah saya, yang dulu merokok, tapi kini sudah benar-benar berhenti merokok.
Mitos lainnya, mengurangi jumlah rokok harian adalah cara yang terbaik. Ternyata, mitos ini juga tidaklah benar. Menurut Fiore lagi, “Perokok yang merokok lebih dari satu batang rokok sehari, meskipun mereka merokok lebih sedikit dari biasanya, tetap saja mendapat dosis mematikan dari asap beracun. Data menunjukkan bahwa satu-satunya strategi berhenti merokok yang efektif ialah berhenti secara total.”
Maka itu, gerakan Pemkot Bogor yang melarang segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor tembakau di Kota Bogor adalah tepat. Langkah ini juga diterapkan oleh negara tetangga kita, Australia. Di sana, banyak hal dilakukan untuk menurunkan konsumsi rokok masyarakatnya, sebagaimana disampaikan oleh Profesor bidang medis University of Western Australia Bruce Robincon. Menurutnya, membuat rokok harganya mahal itu pertama, lalu diikuti dengan pemberhentian iklan (rokok) itu lankah selanjutnya.
Upaya lainnya yang dilakukan di Australia ialah, pihak pemerintah mengajak olahragawan dan selebritis untuk menyarankan anak-anak bahwa merokok itu tidaklah keren. Beragam upaya pemerintah Australia ini membuahkan hasil yang menggembirakan. Dalam 20 tahun terakhir, terjadi penurunan perokok, dari 80 persen menjadi 18 persen. Sebuah upaya bagus yang juga bisa kita terapkan di Indonesia.
Hal yang dilakukan Australia tersebut sejatinya juga diterapkan di Kota Bogor. Meskipun segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor yang bersimpul dengan tembakau dilarang, PAD Kota Bogor ini tetap meningkat. Ini karena berbagai pihak juga saling kerjasama, seperti Pemkot, legislatif dan masyarakat Kota Bogor. Mereka sadar betul bahwa mitos rokok di Indonesia ini memang tidak benar dan berbagai fakta telah membantahnya. Wallahu a’lam.
*Versi awal artikel ini tayang di website kepnas.com, tanggal 17 Oktober 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H