Mohon tunggu...
M Sakti Garwan
M Sakti Garwan Mohon Tunggu... Human Resources - Indonesia, Maluku Utara, Ternate

Mahasiswa Magister UIN Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang Kepemimpinan Sultan Mudaffar Syah II

4 Februari 2020   10:06 Diperbarui: 4 Februari 2020   10:29 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sultan Mudaffar Sjah, seorang tokoh yang selalu menginspirasi banyak orang, khususnya para masyarakat kota Ternate. Sultan ke-48 di Kesultanan Ternate ini, meninggalkan banyak sekali kenangan dalam tradisi, budaya, serta perjalanan intelektual dalam hal syariat maupun hakekat yang sampai sekarang terus dilaksanakan oleh pihak kerajaan Kesultanan Ternate, dengan tujuan melaksanakan “titah” kesultanan sesuai dengan adat istiadat, tradisi dan budaya yang telah ditanamkan dari dulu hingga kini.

Sultan Mudaffar juga di mata para tokoh, masyarakat dan orang terdekatnya dikenal sebagai pribadi yang berkharisma, humoris dan merakyat serta mudah bergaul dengan siapa saja tanpa memandang status. Dalam hal menjadi seorang pemimpin Kesultanan mempunyai jalan yang begitu luar biasa dalam melaraskan kehidupan bernegara dalam konteks tata hukum kenegaraan Indonesia dan tata hukum adat Kesultanan Ternate, hingga dapat dijadikan sebuah teladan bagi setiap masyakat Ternate maupun dunia.

Setelah diangkat sebagai seorang Sultan ke-48, oleh dewan kesultanan Bobato 18 yang telah bersidang dan memutuskan pengangkatan beliau, lewat beberapa prosedur adat istiadat dalam memilih Sultan selanjutnya, setelah mangkatnya Sultan Iskandar Muhammad Jabir Sjah mangkat pada tahun 1975. Dalam beberapa referensi menyatakan, beliau Sultan Mudaffar, pernah menolak menjadi sultan Ternate karena khawatir tak mampu mengemban tanggung jawab itu,

Dikarenakan hal ini juga sangat berat dan memerlukan ketangkasan yang sangat besar dalam hal memegang sebuah kekuasaan, apalagi pada saat nanti beliau memerintah Kesultanan Ternate yang kala itu sudah bergabung dengan Indonesia tentu harus memiliki tatanan baru dikarenakan sudah adanya hukum negara di tengah-tengah penerapa hukum adat yang berlaku bagi masyarakat Kesultanan Ternate kala itu.

Dalam keterangan hasil diskusi bersama Firman Mudaffar Sjah, salah satu anak dari Sultan Mudaffar Syah, kondisi Kesultanan Ternate pada masa Sultan Iskandar Muhammad Jabir Sjah yang sedang mengampuh sebuah jabatan pada masa pemerintahan presiden Ir. Soekarno membuat sultan pindah ke Jakarta bersama keluarga termasuk Sultan Mudaffar dan semua kegiatan Kesultanan Ternate pun vakum. Semenjak hal itu terjadi kurang lebih dua kali masyarakat Ternate meminta Sultan kembali, dan pada saat itulah Sultan Mudaffar diutus untuk kembali dan dipilih melalui beberapa prosedur adat yang telah berjalan secara turun temurun tersebut.

Sebagai sebuah upaya untuk mengembalikan eksistensi Kesultanan Ternate pun terwujud, dengan kecerdasan dan intelektual yang dimiliki oleh beliau, Sultan Mudaffar pun memperjuangkan untuk membangun kembali Kesultanan Ternate, dengan sebuah harapan agar Kesultanan Ternate kembali menunjukan kehadiran dan eksistensinya sebagai salah satu kerajaan Islam yang sangat berpengaruh di Nusantara dengan mengedepankan nilai-nilai kemaslahatan bersama.

Dengan jalan inilah kemudian Sultan Mudaffar Sjah, menata kembali struktur Kesultanan Ternate yang telah lama vakum tersebut menjadi hidup kembali untuk mengatur tata kelola pemerintahan Kesultanan Ternate. Sultan Mudaffar juga mengisi kekosongan jabatan, dan menjalankan sejumlah hukum adat Kesultanan Ternate di tengah kehadiran hukum negara, dimana keduanya harus berjalan berdampingan serta tidak bertolak belakang sebagai perekat masyarakat.

Sultan Mudaffar juga dikenal sebagai sosok pengayom dan pelindung umat beragama yang terlihat ketika Ternate dilanda konflik horizontal yang bernuansa agama pada tahun 1999. Sultan Mudaffar yang telah menjabat sebagai sultan pada saat, hadir sebagai orang yang melindungi kehidupan umat Nasrani di Ternate, yang mana juga merupakan rakyatnya sendiri walaupun berbeda secara keyakinan, selebihnya dari itu, beliau merupakan seorang pemimpin yang akan melindungi segenap masyarakatnya, tanpa melihat mayoritas dan minoritas.

Sekalipun konflik yang terjadi, pada akhirnya meluas dan meluluhlantahkan sendi-sendi kehidupan masyarakat, Sultan Mudaffar mampu melerainya dengan jalan atau pendekatan yang baik, secara adat istiadat yang berlandaskan syariat Islam yang “Rahmatan lil Alamin”, maka dari itu bagi beliau, adat yang berlandaskan syariat Islam itu juga adalah perekat masyarakat.

Sejalan dengan perkembangannya Kesultanan Ternate, lewat semangat yang gigih lagi cerdas dari sang Sultan, beliau menggelar sebuah acara festival tahunan dengan nama “Legu Gam Moloku Kie Raha” atau Pesta Rakyat Maluku Utara, yang dimulai pada tahun 2002 setelah sempat vakum. Kegiatan yang merangkum dan mengangkat banyaknya seni budaya, adat istiadat serta tradisi yang ada pada berbagai suku di Maluku Utara, sebagai sebuah hiburan bagi rakyatnya dengan kembali mengingatkan kepada mereka tentang begitu kaya dan berharganya bumi “Moloku Kie Raha” yang telah diwarisi para leluhur-leluhur, hingga harus dijaga dan dilestarikan ditengah perkembangan dunia modern.

Dalam pemerintahan Sultan Mudaffar juga, kita ketahui bersama pada ranah ekonomi, beliau berkeinginan untuk menjadikan “dinar” dan “dirham” sebagai mata uang yang berlaku di Indonesia sesuai syariat Islam sebagaimana yang pernah berlaku di Nusantara pada masa lampau termasuk Kesultanan Ternate sebagai sebuah kerajaan yang bercorak syariat Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun