Mohon tunggu...
M S
M S Mohon Tunggu... -

Mahasiswa. Social Media addict.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perubahan

26 Agustus 2011   17:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:26 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tergelitik untuk menulis tentang hal ini ketika Pudir III di kampus saya mengajar kuliah di kelas dan menyatakan bahwa Ia kurang setuju melihat mahasiswa baru di-OSPEK dengan cara lama.

Pak Pudir III yang notabene sudah tua (lulus ITB tahun 70-an) berpendapat bahwa sebenarnya Ia tidak suka melihat cara mahasiswa baru di-OSPEK. Rambut di kuncir 2; sebuah tradisi yang telah ada sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Memakai tas yang terbuat dari plastik, karung goni, ataupun kardus. Memakai atribut dan beberapa perlengkapan wajib yang harus di bawa ketika ospek yang membuat para maba (mahasiswa baru) misuh-misuh dan mengeluh tanpa bisa protes kepada BEM yang "berkuasa" dalam hal tersebut. Daripada berurusan dengan BEM dan mencari masalah, lebih baik cari aman kan. Ikuti saja apa mau mereka. Walaupun sebenarnya para maba merasa agak tertindas, seperti orang jajahan. Disuruh ini-itu. Di marah-marahin, di teriakin. Klasik.

Walaupun 50% masa OSPEK kami habiskan dengan mendengarkan pidato atau penjelasan dari anggota civitas akademika di kampus. Tapi, tetap saja, agak menyiksa.

Mungkin, tujuannya baik, menguji mental para maba. Meyakinkan mereka untuk bertindak sebagai mahasiswa, bukan anak SMA/SMK lagi. Bahwa mereka sudah dewasa, bahwa mereka harus berubah.

Tapi, kenapa para senior, yang notabene jauh lebih muda dari Pudir III dan lebih tua dari para maba berpikiran agak "kuno"?

Perubahan yang sedikit memang terlihat setelah berbagai pro dan kontra pada masa lalu tentang OSPEK dan adanya surat putusan. But, overall? It looks the same. Nothing new.

Cara mereka meng-OSPEK para maba yang klasik membuat saya berpikir bagaimana jalan pikiran mereka? Harusnya mereka sadar, hal tersebut tidak berpengaruh banyak pada maba. Bahwa zaman sudah berubah, dan harus ada hal yang baru dalam masa OSPEK. Harus ada generasi yang tidak merasa dendam pada senior mereka dan tidak melakukan hal yang sama kepada junior mereka di masa depan. Harus ada cara baru yang membuat semua pihak senang dalam masa OSPEK. Dalam kasus di atas, siapa yang senang? tentu para senior yang termasuk dalam anggota BEM. Salah sedikit, di teriakin, di marahin. Dan para maba hanya bisa menerima dan menghela napas.

Sebenarnya saya juga agak takut pada angkatan saya yang akan meng-OSPEK junior kita di masa depan dengan cara yang sama. Saya harap tidak. Saya harap ada perubahan.

nb: walaupun OSPEK telah berganti nama di masing-masing perguruan tinggi, OSPEK tetap melekat pada otak kita, bukan? sulit untuk di ubah. sama seperti caranya. harus ada perubahan. walaupun sulit, kemungkinan tetap ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun