Pandangan Natsir Tentang Islam dan Politik
M. Sadli Umasangaji
(Peserta Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa Megawati Institute Angkatan IX 2021)
Pandangan Natsir tentang hubungan Islam dan negara adalah bahwa agama bukanlah semata-mata ritual peribadatan dalam istilah sehari-hari seperti shalat dan puasa, akan tetapi agama meliputi semua kaidah-kaidah, batas-batas dalam muamalah dan hubungan sosial kemasyarakatan. Natsir memandang untuk menjaga supaya aturan-aturan dan patokan-patokan itu dapat berlaku dan berjalan sebagaimana mestinya, perlu dan tidak boleh tidak, harus ada kekuatan dalam pergaulan hidup berupa kekuasaan dalam negara, Natsir ingin menegaskan bahwa Islam dan negara itu berhubungan secara integral, bahkan simbiosis, yaitu saling memerlukan. Dalam hal ini, agama memerlukan negara, karena dengan negara agama dapat berkembang. Sebaliknya, negara memerlukan agama, karena dengan agama negara dapat berkembang dalam bidang etika dan moral. Hal ini karena dalam pemahaman Natsir bahwa Islam merupakan ajaran yang menyeluruh. Natsir mengajukan konsep Islam sebagai dasar negara bukan semata-mata karena umat Islam di Indonesia adalah mayoritas, tetapi menurut keyakinannya bahwa ajaran Islam mempunyai hukum ketatanegaraan dalam masyarakat dan mempunyai sifat-sifat yang sempurna bagi kehidupan negara dan masyarakat serta dapat menjamin hidup keragaman atas saling menghargai antara pelbagai golongan di dalam negara (Tedy, A, 2016).
Pandangan Natsir berusaha untuk menerapkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama, sosial dan politik Islam yang terkandung di dalam Al-Qu'ran dan Al-Hadis, serta menyesuaikan dengan perkembangan zaman dalam peradaban umat manusia didasarkan pada keyakinan akan tauhid yang mengandung dua sisi, yaitu hablun min allah (perhubungan antara manusia dan tuhan). Islam hablun minnas (hubungan manusia dengan manusia). Natsir tidak memisahkan urusan agama, melainkan menempatkan bahwa agama dapat menjadi dasar bagi kehidupan dunia. Hal ini bermakna bahwa etika keagamaan yang bercorak universal, akan ditekankan dalam ajaran Islam meskipun menjadi dasar dalam kehidupan politik. Jadi politik bukan sesuatu yang akan bersifat netral. Kekotoran atau pun kesucian politik tergantung pada sejauh mana manusia yang terlibat dalam politik itu mampu menjadikan asas-asas keagamaan sebagai pedoman dalam berprilaku politik mereka (Badri, A, 2020).
Partai politik Islam menurut Natsir merupakan sarana menyampaikan aspirasi dalam pemerintahan. Tujuan dari partai politik Islam menurut Natsir adalah untuk ibadah dan menjadi hamba Allah yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia, yang berasaskan al-Qur'an dan sunnah. Tiga alasan yang dijadikan M. Natsir mengusung agar Islam dijadikan sebagai dasar negara (ideologi): watak holistik (kesempunaan) Islam, keunggulan Islam atas semua ideologi dunia dan kenyataan bahwa Islam anutan mayoritas warga negara Indonesia. Adapun Kontribusi Natsir terhadap perkembangan politik Islam di Indonesia: pertama, menanamkan tauhid dalam diri manusia yang ada dalam Partai Islam yang marak bermunculan saat ini. Kedua, memerdekakan para politisi dari berbagai macam intervensi penguasa dan hanya takut kepada Allah SWT. Ketiga, tidak terlalu berambisi untuk memiliki jabatan dalam pemerintahan (Tedy, A, 2016).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H