Hari Kamis Tanggal 13 Februari 2014 sekitar jam 22.49 WIB. Salah satu peristiwa bencana alam kembali terjadi yaitu salah satu letusan gunung aktif di pulau Jawa kembali memuntahkan isi dari dalam gunung itu. Gunung Kelud, gunung ini terdapat di jawa Timur, tepatnya kota Kediri. Sebelum Gunung Kelud, meletus pada malam Jum’at itu, ada tanda-tanda alam yang menyertainya. Tanda alam itu dapat dilihat banyaknya hewan yang turun gunung seperti harimau, kera, rusa, hingga ular. Tak lama, malam harinya erupsi pun terjadi.
Letusan Gunung Kelud, Kamis malam, membentuk kolom letusan setinggi 17 kilometer atau hampir dua kali lipat lebih besar daripada letusan Gunung Merapi. Akibatnya, jatuhan abu Kelud lebih jauh dengan volume abu yang lebih besar. Material yang di keluarkan dari muntahan gunung kelud pada tahun ini kisaran 100-150 juta meter kubik, daerah yang terkena dampak abu vulkanik ini hampir semperempat pulau jawa. Mualai dari Jawa Timur yaitu Kediri, Blitar, Malang, Batu, Trenggalek, Ponorogo, Mojokerto, Pasuruan, Jombang serta beberapa daerah lain di Jatim. Bukan hanya di Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Tegah bahkan sampai ibu kota provinsi Jawa Barat yaitu Kota Bandung yang jaraknya hampir 700 Kilometer.
Material vulkanik dari letusan gunung kelud dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan. Muntahan material debu vulkanik berpotensi mengganggu kesehatan, terutama sistem pernafasan, karena mengandung kristal silika. Kristal silika diketahui merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam industri kaca untuk membuat kaca keras. Debu yang disertai kristal silika ini menimbulkan dampak lebih merusak dan menyebabkan gangguan pernapasan berat. Gejala awal hidung alergi, bersin-bersin, batuk, bahkan sesak napas.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi seberapa besar dampak debu vulkanik terhadap kesehatan. Faktor ini di antaranya konsentrasi partikel, proporsi debu yang terhirup, serta kondisi meteorologi. debu vulkanik yang halus dan berukuran sangat kecil, yaitu kurang dari 10 mikron, berpotensi mengganggu pernapasan. Bahkan, debu berukuran kurang dari 5 mikron dapat menembus saluran pernapasan bagian bawah yang berpotensi merusak alveoli, unit pernapasan terkecil dari paru-paru. Gejala awal yang dialami adalah flu atau batuk. Sedangkan jika seseorang terkena paparan abu vulkanik untuk jangka waktu yang cukup lama, maka akan mengalami penyakit paru-paru yang serius seperti asma atau bronkitis. Penyakit asma bisa kambuh, dan bagi yang mempunyai bronkitis bisa lebih buruk keadaannya, yang memiliki penyakit gangguan pernapasan sebelumnya diimbau untuk lebih waspada terhadap abu vulkanik.
Idealnya, masyarakat di kawasan yang terkena hujan abu vulkanik tidak keluar ruangan dulu, tetapi apabila terpaksa keluar rumah, harus gunakan masker. Selain masker, juga disarankan untuk menggunakan pelindung kepala untuk mencegah debu mengenai daerah kepala dan menggunakan kaca mata untuk melindungi mata, serta minum air putih yang cukup, paling tidak untuk 72 jam atau 3-4 liter per orang per hari.
Particulate matter (PM) adalah istilah untuk partikel padat atau cair yang ditemukan di udara. Partikel dengan ukuran besar atau cukup gelap dapat dilihat sebagai jelaga atau asap. Sedangkan partikel yang sangat kecil dapat dilihat dengan mikroskop electron. Partikel berasal dari berbagai sumber baik mobile dan stasioner (diesel truk, woodstoves, pembangkit listrik dan lainnya, sehingga sifat kimia dan fisika partikel sangat bervariasi. Partikel dapat langsung diemisika atau terbentuk di atmosfer saat polutan gas seperti SO2 (Gas belerang dioksida) dan NOx (Nitrogen oksida) bereaksi membentuk partikel halus. PM-10 standar merupakan partikel kecil yang bertanggung jawab untuk efek kesehatan yang merugikan karena kemampuannya untuk mencapai daerah yang lebih dalam pada saluran pernapasan. PM-10 termasuk partikel dengan diameter 10 mikrometer atau kurang. Standar kesehatan berdasarkan PP No. 41/1999 untuk PM-10 adalah 150 µg/Nm3 (24 jam).
Debu vulkanik yang disertai hawa panas dapat membawa debu piroklastik dengan permukaan tidak teratur dan cenderung tajam. Gangguan akibat debu piroklastik ini bisa menyebabkan kematian karena luka pada saluran pernapasan. Debu vulkanik lain yang patut diwaspadai, adalah yang disertai gas CO (karbonmonoksida), H2S (Hydrogen Sulfide), SO2 (belerang dioksida), dan bersifat asam.
Dampak debu vulkanik bagi kesehatan, secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu efek utama, efek akut dan kronik. Efek utama bagi kesehatan manusia dari paparan PM-10 meliputi efek pada pernapasan dan sistem pernapasan, kerusakan jaringan paru-paru, kanker, dan kematian dini. Orangtua, anak-anak, dan orang-orang dengan penyakit paru-paru kronis, influenza, atau asma, sangat sensitif terhadap efek partikel. PM-10 yang asam juga dapat merusak bahan buatan manusia dan merupakan penyebab utama berkurangnya jarak pandang. Efek akut terbagi menjadi iritasi saluran napas, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), atau kesulitan bernapas pada penderita gangguan paru sebelumnya seperti penyakit asma. Sementara itu, efek kronik terjadi setelah paparan bertahun-tahun. Hal ini ditandai adanya penumpukan abu silika dalam paru, yang disebut silikosis. Penderita akan mengalami penurunan fungsi paru dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Kondisi meteorologi, juga turut berpengaruh, yakni korban yang berdiri sesuai arah angin saat muntahan abu vulkanik kemungkinan menghirup lebih banyak dibanding yang berlokasi melawan arah angin. Adapun, efek merugikan dari debu vulkanik, bisa dicegah dengan penggunaan masker khusus. “Gunakan masker”. Jika memungkinkan gunakan masker kategori N 95-N 100. Masker tersebut mencegah masuknya debu berukuran kurang dari 10 mikron. Bila telanjur terpapar, secepatnya ke fasilitas kesehatan terdekat. Untuk efek akut bisa diatasi dengan obat batuk, pengurang sesak, pengencer dahak, atau radang.
Pemeriksaan sederhana yang dilakukan adalah pengukuran menggunakan peakflow. Alat ini mengukur puncak udara keluar dari paru-paru. Sedangkan untuk paparan yang lebih lama, biasanya diperlukan rontgen paru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H