Unsur yang paling penting dalam pendidikan bagi kaum tertindas adalah dialog. Hal ini lah yang diuraikan oleh Paulo Freire pada bab 3 bukunya yang berjudul Pendidikan Kaum Tertindas. Dialog terjadi jika ada kata. Jika dikaitkan dengan pendidikan hadap masalah , kata dalam dialog ini haruslah dibentuk oleh sebuah refleksi kemudian direalisasikan dengan aksi atau tindakan. Kata tanpa sebuah refleksi hanyalah aktivisme sedangkan kata tanpa sebuah Tindakan hanyalah bualan (verbalisme). Pada halaman 77, Paulo Freire menegaskan bahwa dialog tidak akan terjadi pada manusia yang haknya untuk berkata-kata sudah dirampas.
Apa itu dialog menurut Paulo Freire pada bab 3 buku Pendidikan Kaum Tertindas? Sederhananya, yang dimaksud dengan dialog yaitu  bentuk perjumpaan antara sesama manusia melalui kata dengan tujuan menamai dunia. Dialog bukanlah perang pendapat dan bukan hanya sekedar menabung gagasan kepada orang yang hanya tinggal menelan informasi dalam diskusi. Bagaimanapun, dialog harus berlangsung karena didasari oleh cinta yang besar pada dunia, pada kehidupan dan pada sesama manusia. Cinta yang mendalam itu melahirkan keberanian, kepekaan terhadap upaya pembebasan penindasan.
Selanjutnya, dimensi yang penting dalam dialog pendidikan hadap masalah adalah keyakinan terhadap diri sesama manusia yang mampu mencipta dan mengubah. Keyakinan tersebut tidak terlepas dari kerendahan hati, artinya mawas diri pada kelemahan diri sendiri, tidak memandang bodoh orang lain, tidak menganggap diri adalah pemilik pengetahuan, menyadari bahwa penamaan dunia bukan tugas kelompok elit saja. Dialog dengan unsur cinta, kerendahan hati serta keyakinan maka kita harus menunjukkan kita dapat dipercaya melalui kesesuaian apa yang akan dan sedang kita katakan dan kerjakan. Jangan berdialog dengan berteriak tentang demokrasi dan kemanusiaan tetapi membungkam mulut rakyat sambil menindas sesama.
Selain cinta, keyakinan dan kerendahan hati, dialog juga tidak akan terjadi tanpa harapan. Bukan berarti dengan adanya harapan maka boleh berpangku tangan. Yang diharapkan dalam dialog disini adalah menjadikan sesama sebagai manusia seutuhnya yang melibatkan pemikiran kritis. Ada dialog maka ada komunikasi, pendidikan sejati lahir dari komunikasi dan pemikiran kritis. Dalam pendidikan hadap masalah, dialog antara murid dan guru melahirkan pandangan kritis dan pendapat yang baru mengenai isi bahan pelajaran yang diperkaya dengan keraguan, harapan dan keingintahuan tentang program pendidikan yang dapat disusun bersama.
Paulo Freire menyebutkan bahwa banyak sekali rencana pendidikan yang gagal karena programnya berdasarkan pengalaman pribadi tanpa memperhatikan aspek manusia dalam situasi tertentu. Contohnya adalah proyek untuk petani yang sesuai dengan pandangan mereka sendiri bukan sesuai kebutuhan si petani dalam arti bukannya berjuang bersama petani melainkan menaklukkan petani. Â Yang diharapkan oleh Paulo Freire adalah tidak cukup berpidato menyodorkan program tetapi harus berdasarkan penelitian yang dialogis. Bahkan Paulo menuliskan perbandingan antara manusia dengan binatang dimana manusia memiliki kesadaran, mampu bertindak, memiliki tujuan, menetapkan keputusan bahkan memperbaharui dunia tidak seperti binatang. Maka program pendidikan hadap masalah lahir dari penelitian dengan analisis kritis, dialog dengan masyarakat, pengamatan terperinci dengan pengklasifikasian tema yang sesuai dengan benang merah kebutuhan masyarakat tertindas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H