Dewasa ini, banyak fenomena kecemasan yang banyak terjadi disekitar kita. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan dan pengaruh sosial media yang kerap menjadi senjata utama penyakit itu timbul bagi diri kita. Generasi milenial dan Gen – Z merupakan generasi yang memiliki kematangan usia dalam memabangun dan melanjutkan sebuah karir. Di sisi lain, mereka juga cenderung mengalami kemunduran dari sisi kesehatan mental, oleh sebabnya muncul perasaan khawatir, kesedihan hingga ketakutan pada diri mereka sendiri.
Ketika mengacu pada dimensi tafsir maqahidi, hal ini dapat dikelompokkan dalam tiga hal. Pertama, Hifdz Nafs. Dalam konteks tafsir maqashidi merujuk pada salah satu tujuan utama syariat Islam, yakni perlindungan terhadap jiwa atau kehidupan manusia yang bertujuan untuk menjaga dan melindungi kehidupan manusia dari ancaman yang dapat merusak atau mengancam eksistensinya. Dalam tafsir maqashidi, menjaga jiwa juga berhubungan dengan pengaturan berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum pidana, kesehatan masyarakat, dan kebijakan sosial yang melindungi individu dari ancaman terhadap hidup mereka. Tujuan utamanya adalah menciptakan masyarakat yang aman dan damai, di mana setiap individu memiliki kesempatan untuk hidup dengan baik dan berkembang secara maksimal.
Dalam tafsir maqashidi, menjaga jiwa juga berhubungan dengan pengaturan berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum pidana, kesehatan masyarakat, dan kebijakan sosial yang melindungi individu dari ancaman terhadap hidup mereka. Tujuan utamanya adalah menciptakan masyarakat yang aman dan damai, di mana setiap individu memiliki kesempatan untuk hidup dengan baik dan berkembang secara maksimal. Kedua, Ḥifẓ Al-ʻaqli menekankan pentingnya akal sebagai salah satu unsur vital dalam kehidupan manusia. Akal adalah alat utama bagi manusia untuk membedakan yang benar dan salah, membuat keputusan yang bijaksana, serta memahami petunjuk agama. Hifz Al-'aqli bukan hanya berfungsi untuk melindungi akal secara fisik, tetapi juga untuk memastikan akal digunakan dengan cara yang benar, bermanfaat, dan tidak disalahgunakan.
Hal ini adalah bagian dari upaya untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, bermoral, dan berkembang secara baik, dengan memanfaatkan akal untuk mencapai tujuan hidup yang hakiki. Ketiga, Hifz Din. Dalam dimensi tafsir maqashidi merujuk pada tujuan syariat Islam untuk menjaga dan melindungi agama, yakni agar setiap individu dapat memeluk, menjalankan, dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan bebas, tanpa ada paksaan atau hambatan apapun. Hifz din berfungsi untuk menciptakan kondisi di mana agama Islam dapat berkembang dan diterima secara bebas dan damai oleh masyarakat. Hal ini sangat terkait dengan kesejahteraan spiritual umat, serta dengan pembangunan masyarakat yang memiliki nilai-nilai moral dan etika yang tinggi berdasarkan ajaran agama.
Lagu "Untungnya, Hidup Harus Tetap Berjalan" memiliki relevansi dengan tafsir maqashidi karena memberikan pesan untuk bertahan hidup, berpikir dengan bijak, dan tetap teguh dalam agama. Lagu ini, yang berfokus pada semangat untuk terus hidup dan melanjutkan perjuangan meskipun dalam kesulitan, dapat dianalisis melalui perspektif tersebut dengan melihat bagaimana lagu ini mencerminkan upaya menjaga jiwa, akal, dan agama.
Salah satu bait lirik yang membuat penulis tertarik untuk membuat tulisan ini adalah “Lebih percaya cara-caraku Pilih ragukan rencana Sang Maha Penentu” yang mengandung unsur keraguan terhadap takdir Tuhan, yang bisa berisiko mengarah pada sikap kesyirikan atau kurangnya pendekatan diri kepada Allah. Dalam Islam diajarkan untuk untuk berusaha semaksimal mungkin, tetapi menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah. Hal ini tercermin dalam prinsip tawakal yaitu mempercayakan hasil kepada Allah setelah berusaha dengan sebaik-baiknya.
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 51 yang berbunyi:
قُلْ لَّنْ يُّصِيْبَنَآ اِلَّا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَنَاۚ هُوَ مَوْلٰىنَا وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ
Artinya : Katakanlah (Nabi Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal. (Q.S. At-Taubah [9] : 51)
Dari perspektif Hifz Din, lirik ini bisa diartikan sebagai peringatan untuk tidak terlalu fokus pada rencana pribadi dan mengabaikan peran takdir Allah dalam kehidupan. Seorang Muslim harus tetap berusaha dan merencanakan yang terbaik, tetapi juga harus berserah diri dan menerima bahwa kehendak Tuhan lebih besar dan seringkali lebih baik daripada rencana manusia.
Sedangkan dalam dimensi Ḥifẓ Al-ʻaqli, akal berfungsi untuk membantu seseorang berpikir secara rasional, membuat keputusan, dan menilai berbagai situasi dalam kehidupan. Lirik ini mencerminkan kecenderungan seseorang untuk lebih mengandalkan kemampuan dan usaha dirinya sendiri, dengan mengedepankan kepercayaan pada cara-cara pribadinya dalam menghadapi kehidupan. Sama halnya dengan kesombongan atau rasa percaya diri yang berlebihan pada kemampuan diri, yang mungkin membuat seseorang meremehkan atau meragukan rencana Tuhan. Ini bisa menjadi peringatan agar seseorang tidak terjebak dalam pemikiran bahwa segala hal bergantung pada kemampuan dirinya sendiri tanpa menyadari bahwa Allah-lah yang menentukan hasil akhir dari segala usaha.
Secara keseluruhan, lirik "Lebih percaya cara-caraku, Pilih ragukan rencana Sang Maha Penentu" mengandung pesan tentang kecenderungan manusia untuk hidup dengan lebih bergantung pada diri sendiri. Dalam pandangan tafsir maqashidi, ini dianggap sebagai peringatan untuk menghindari bergantung terlalu banyak pada pikiran dan tindakan pribadi. Mereka juga menekankan pentingnya menyerahkan hasil akhir kepada Allah setelah melakukan upaya semaksimal mungkin. Hifdz Din mengajarkan untuk mempertahankan sikap tawakal, yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berusaha dengan sungguh-sungguh, dan Ḥifẓ Al-ʻaqli menganjurkan untuk berpikir dengan bijaksana.
Secara keseluruhan, lirik "Lebih percaya cara-caraku, Pilih ragukan rencana Sang Maha Penentu" mengandung pesan tentang kecenderungan manusia untuk hidup dengan lebih bergantung pada diri sendiri. Dalam pandangan tafsir maqashidi, ini dianggap sebagai peringatan untuk menghindari bergantung terlalu banyak pada pikiran dan tindakan pribadi. Mereka juga menekankan pentingnya menyerahkan hasil akhir kepada Allah setelah melakukan upaya semaksimal mungkin. Hifdz Din mengajarkan untuk mempertahankan sikap tawakal, yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berusaha dengan sungguh-sungguh, dan Ḥifẓ Al-ʻaqli menganjurkan untuk berpikir dengan bijaksana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H