Mohon tunggu...
Mr. Zee
Mr. Zee Mohon Tunggu... Mahasiswa - IG : zaaiimm_

Seorang santri yang ikhlas menerima takdir hidup Hidup ini dibawa santuy aja bree

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Lagu "Bernadya - Untungnya, Hidup Harus Tetap Berjalan" Perspektif Tafsir Maqashidi

21 November 2024   06:00 Diperbarui: 21 November 2024   06:09 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyendiri Lagi (Sumber: pinterest.com/resihyunisya)

Dewasa ini, banyak fenomena kecemasan yang banyak terjadi disekitar kita. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan dan pengaruh sosial media yang kerap menjadi senjata utama penyakit itu timbul bagi diri kita. Generasi milenial dan Gen – Z merupakan generasi yang memiliki kematangan usia dalam memabangun dan melanjutkan sebuah karir. Di sisi lain, mereka juga cenderung mengalami kemunduran dari sisi kesehatan mental, oleh sebabnya muncul perasaan khawatir, kesedihan hingga ketakutan pada diri mereka sendiri.

Ketika mengacu pada dimensi tafsir maqahidi, hal ini dapat dikelompokkan dalam tiga hal. Pertama, Hifdz Nafs. Dalam konteks tafsir maqashidi merujuk pada salah satu tujuan utama syariat Islam, yakni perlindungan terhadap jiwa atau kehidupan manusia yang bertujuan untuk menjaga dan melindungi kehidupan manusia dari ancaman yang dapat merusak atau mengancam eksistensinya. Dalam tafsir maqashidi, menjaga jiwa juga berhubungan dengan pengaturan berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum pidana, kesehatan masyarakat, dan kebijakan sosial yang melindungi individu dari ancaman terhadap hidup mereka. Tujuan utamanya adalah menciptakan masyarakat yang aman dan damai, di mana setiap individu memiliki kesempatan untuk hidup dengan baik dan berkembang secara maksimal. 

Dalam tafsir maqashidi, menjaga jiwa juga berhubungan dengan pengaturan berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum pidana, kesehatan masyarakat, dan kebijakan sosial yang melindungi individu dari ancaman terhadap hidup mereka. Tujuan utamanya adalah menciptakan masyarakat yang aman dan damai, di mana setiap individu memiliki kesempatan untuk hidup dengan baik dan berkembang secara maksimal. Kedua, Ḥifẓ Al-ʻaqli menekankan pentingnya akal sebagai salah satu unsur vital dalam kehidupan manusia. Akal adalah alat utama bagi manusia untuk membedakan yang benar dan salah, membuat keputusan yang bijaksana, serta memahami petunjuk agama. Hifz Al-'aqli bukan hanya berfungsi untuk melindungi akal secara fisik, tetapi juga untuk memastikan akal digunakan dengan cara yang benar, bermanfaat, dan tidak disalahgunakan. 

Hal ini adalah bagian dari upaya untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, bermoral, dan berkembang secara baik, dengan memanfaatkan akal untuk mencapai tujuan hidup yang hakiki. Ketiga, Hifz Din. Dalam dimensi tafsir maqashidi merujuk pada tujuan syariat Islam untuk menjaga dan melindungi agama, yakni agar setiap individu dapat memeluk, menjalankan, dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan bebas, tanpa ada paksaan atau hambatan apapun. Hifz din berfungsi untuk menciptakan kondisi di mana agama Islam dapat berkembang dan diterima secara bebas dan damai oleh masyarakat. Hal ini sangat terkait dengan kesejahteraan spiritual umat, serta dengan pembangunan masyarakat yang memiliki nilai-nilai moral dan etika yang tinggi berdasarkan ajaran agama.

Lagu "Untungnya, Hidup Harus Tetap Berjalan" memiliki relevansi dengan tafsir maqashidi karena memberikan pesan untuk bertahan hidup, berpikir dengan bijak, dan tetap teguh dalam agama. Lagu ini, yang berfokus pada semangat untuk terus hidup dan melanjutkan perjuangan meskipun dalam kesulitan, dapat dianalisis melalui perspektif tersebut dengan melihat bagaimana lagu ini mencerminkan upaya menjaga jiwa, akal, dan agama.

Salah satu bait lirik yang membuat penulis tertarik untuk membuat tulisan ini adalah “Lebih percaya cara-caraku Pilih ragukan rencana Sang Maha Penentu” yang mengandung unsur keraguan terhadap takdir Tuhan, yang bisa berisiko mengarah pada sikap kesyirikan atau kurangnya pendekatan diri kepada Allah. Dalam Islam diajarkan untuk untuk berusaha semaksimal mungkin, tetapi menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah. Hal ini tercermin dalam prinsip tawakal yaitu mempercayakan hasil kepada Allah setelah berusaha dengan sebaik-baiknya.

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 51 yang berbunyi:

قُلْ لَّنْ يُّصِيْبَنَآ اِلَّا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَنَاۚ هُوَ مَوْلٰىنَا وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ

Artinya : Katakanlah (Nabi Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal. (Q.S. At-Taubah [9] : 51)

Dari perspektif Hifz Din, lirik ini bisa diartikan sebagai peringatan untuk tidak terlalu fokus pada rencana pribadi dan mengabaikan peran takdir Allah dalam kehidupan. Seorang Muslim harus tetap berusaha dan merencanakan yang terbaik, tetapi juga harus berserah diri dan menerima bahwa kehendak Tuhan lebih besar dan seringkali lebih baik daripada rencana manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun