Mohon tunggu...
Josua Maliogha
Josua Maliogha Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang pemikir yang terus mencari arti tentang kebebasan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apakah Tuhan membuat manusia? Ataukah manusia membuat tuhan?

22 Oktober 2011   14:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:38 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia merupakan insan dengan tiga pembentuk formasi hidup. Memiliki raga, jiwa, dan roh yang masing-masing aspeknya punya kebutuhan mendasar. Tapi sudut menariknya bahwa ketiga bagian ini dengan naif dapat di kontrol oleh satu sistem, yaitu brain intelegency atau kecerdasan otak. Pernahkan anda sadari bahwa manusia hanya sosok fisis yang membutuhkan sosok metafisis untuk menjawab aspek roh dan jiwa yang juga punya kebutuhan? Manusia bukan sekedar butuh sosok transendental sebagai tameng perlindungan atas keterbatasannya! Jadi manusia butuh yang transenden untuk menjawab kebutuhan spiritualnya.

Tetapi menarik untuk kita pahami bahwa sudah benarkah konsep tentang transendental yang ada? Jika kita yakin akan kemampuan otak dalam merekonstruksi berbagai hal tentunya kita tidak dapat menolak untuk meninjau apakah sang transenden itu hasil rekayasa imajinasi akal? Seluruh peradaban yang menghasilkan budaya entah itu modern ataukah primitif memiliki sosok transenden. Dan peradaban merupakan destinasi dari hasil imajinasi akal manusia yang bisa berbentuk apapun termasuk yang transenden. Namun jika demikian apakah kita kemudian harus lari dan tidak lagi percaya kepada yang transenden? saya yakin tidak juga seperti demikian. Otak dapat merekonstruksi segala hal dan menjelaskan sesuatu dengan rasional tetapi rasio tidak dapat menjawab pertanyaan yang transenden secara memuaskan. Jika jiwa yang bertanya maka akal punya penjelasanya, karena otak menghasilkan psikologi untuk menjelaskan jiwa. Akan tetapi sejauh apapun metodologi yang di rancang akal semua itu membutuhkan sebab musabab sebagai awal. Jika kita analogikan dengan sistem kehidupan semesta kita akan mendapatkan bahwa kenyataanya akal tidak bisa menjawan siapa itu yang transenden atau apakah dia, bahkan yang paling klimaks ialah dari manakah dia?

Sungguh pertanyaan klasik yang menurut saya tidak akan pernah ada jawaban kecuali anda sudah bertemu dan terlibat dalam ngobrol ringan dengan yang transenden itu. Berangkat dari hal ini ada satu hal yang ingin saya kritisi bahwa sosok transenden itu kini di kenal manusia lewat kepercayaan, agama, ritus, yang semuanya merupakan produk otentik dari kebudayaan yang di transmisikan turun-temurun. Lantas jika kita sadar bahwa agama atau sistem kepercayaan entah apapun itu yang mengakui eksistensi tuhan sudah tentu memiliki konsep tuhan-nya! lalu yang menjadi pertanyaan tuhan-nya itu berasal dari mana?dari langit?dari dalam bumi?ataukah dari pengalaman yang terakumulasi kemudian menjadi bahan kaji akal yang mengeluarkan bentuk konsep akan tuhan? jika yang terakhir cocok maka bagi saya secara pikir pendek bahwa manusia yang menciptakan tuhan baginya! jika kita menilik konsep tuhan menurut berbagai agama dan aliran bahkan kepercayaan suku maka akan kita temukan dua hal menarik yaitu pertama konsep sosok tuhan akan di gambarkan secara imajiner identik dengan fisik manusia dengan sedikit tambahan khas dari sistem kepercayaan itu. Lalu berikut akan ada sosok super power yang kemampuannya maha sempurna menutupi kelemahan manusia. Konsep pertama ialah bentuk sosok yang pastinya ada di setiap sistem kepercayaan bahkan bentuk pikiran ini ada sejak jaman suku primitif. Konsep kedua sudah pernah di bahas oleh seorang ahli yang menanggap tuhan hanyalah pelarian manusia dari keterbatasannya sehingga menciptakan dia yang sempurna. Kembali lagi bahwa harus kita akui bahwa memang tuhan dapat kita rekonstruksikan secara rasional! Mungkin hanya sedikit dari orang yang beragama yang mengetahui bahwa tiap hal yang mereka sucikan atas nama tuhan pada hakikatnya tidak murni benar, oleh karena kebenaran yang sifatnya relatif bernilai benar jika di akui secara mayoritas benar. Menarik bahwa ternyata kita mesti sadari bahwa doktrin agama yang mungkin kita bela sampai mati itu juga merupakan hasil akal pendahulu kita. Adakah yang menjamin bahwa itu turun langsung dari "sana"? Sungguh tidak revelan, jika orang mengatakan bahwa saya percaya karena saya beriman kepada tuhan agama saya, sungguh unik bahwa beriman kepada tuhan agama saya yang diciptakan oleh pendahulu agama saya, bahkan mungkin pencipta agama saya. Agama di dunia tidak ada yang murni dan betul-betul baik dan benar tujuannya. Bahkan jika menenggok hasil penemuan arkeolog dan para ahli kitab-kitab agama bahwa anda akan tercengang bahwa isi "kebenaran" yang di anggap benar karena "berasal dari" tuhan ternyata kental dengan kepentingan penulis atau tokoh di balik kisah dalam tulisan-tulisan atau ajaran.

Saya terkadang merasa heran dengan kita, yang dalam hidup mengaku bertuhan dengan segala nilai moral yang baik dalam sistem kehidupan sosial, saling menyerang untuk membenarkan ajaran yang kita anut tanpa kita juga tidak sadar apa sebenarnya latar belakang ajaran itu. Ada yang dengan enteng mengatakan bahwa itu bentuk iman, ya memang benar itu iman tetapi iman yang buta. Buta karena dia sebenarnya tidak benar-benar tahu apa yang dia imani. Saya hanya mau mengatakan mengapa agama tetap ada karena selain akal yang merekonstruksi segalanya termasuk tuhan, tapi ada sisi lain yang kita sebut pengalaman dan perasaan yang dapat membuktikan adanya Tuhan. Bukan tuhan hasil akal-akalan manusia tapi Tuhan yang dirasakan. Pengalaman spiritual pada area pribadi seseorang sebenarnya yang paling berhak menentukan keberadaan Tuhan bagi seseorang. Karena dengan konsisten harus diakui Tuhan itu ada di hati bila akal tidak mampu mendapatkannya. Sama seperti seorang Profesor yang tinggi IQ tetap akan percaya kepada tahyul. Percaya atau tidak silahkan renungkan sendiri, kitakah yang membuat tuhan, ataukah biarkan Tuhan yang menyatakan siapa Dia.

Artikel ini telah saya terbitkan sebelumnya di http://joethepunkrockroll.blogspot.com/2011/01/apakah-tuhan-membuat-manusia-ataukah.html. Semoga berguna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun