Corona Divorce merupakan hasil dari pertengkaran yang sering terjadi sebagai bentuk interaksi beberapa masyarakat setempat selama Work From Home terjadi. Alasan mereka bercerai ada berbagai macam, entah karena rasa tidak suka antar pasangan, entah karena masalah "waktu privasi", dan berbagai macam masalah lainnya. Bahkan ada yang mengatakan kalau mereka kerepotan mengurus anak ataupun ada pandangan umum bagi pria di Jepang kalau wanita itu adalah budak namun, wanita disana tidak menerima hal itu dengan mudah.
Hal ini tidak jauh dari perbedaan cara pandang dari masing-masing individu. Ada yang menganggap kalau wanita ada untuk dapur, sumur, dan kasur namun, para wanita (terutama di Jepang) menganggap kalau mereka tidak serendah itu. Â
Mustary(2020) mengatakan, "kurang efektifnya komunikasi yang terjalin antar anggota keluarga akan membuat mengedepankan ego masing-masing sehingga hilanglah kesempatan untuk mencari solusi bersama serta penetapan tujuan perjalanan secara bersama pula." Ego mereka tentunya didasari dengan prespektif atau cara mereka memandang masalah tersebut dan juga akan menentukan cara mereka menyelesaikan masalah dengan cara yang mereka suka(dalam konteks ini adalah bercerai).
Hal ini sependapat dengan Hoebel dalam Samovar(2007:119) yang menyatakan, "Dalam memilih kebiasaan hidup sehari-hari, bahkan dalam hal terkecil sekalipun, masyarakat akan memilih cara yang sesuai dengan pemikiran dan kesukaannya -- cara yang sesuai dengan aturan dasar sesuatu serta apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan.
Banyak orang Amerika keturunan Asia(atau selanjutnya disebut Asian-American) di Amerika mengalami isu penyerangan, ujaran kebencian, dan kekerasan berbasis ras. Pada masa Work From Home banyak terjadi stigmasi terhadap kelompok Asian-American.  Salah satu berita di ABC menyatakan kalau sekarang banyak orang Asian-American yang membeli senjata  api di toko-toko terdekat, salah satu penjual disana mengakui jika jumlah penjualan senjata mereka hampir dua kali lipat dari biasanya.
Annika Stechemesser dan kelompoknya dalam artikel mereka yang berjudul "Corona crisis fuels racially profiled hate in social media networks" menemukan fakta yang cukup mengejutkan mengenai ujaran kebencian di Twitter. Mereka menemukan Sinophobe Tweets(Cuitan Twitter yang bersifat menyerang China) ada sekitar 10000 cuitan di akhir Januari dalam database mereka, sempat mendingin di bulan Febuari.
Ujaran kebencian terhadap Tiongkok di twiiter meningkat kembali dengan tajam pada akhir Februari sebagai akibat dari pernyataan WHO yang menyatakan COVID-19 sebagai sebuah pandemi. Jumlah cuitan itu meningkat sekitar lebih dari 1000% begitu masuk ke bulan Maret dan pada akhir Maret tercatat ada sekitar 2500 cuitan per hari yang tercuit di twitter. Cuitan-cuitan ini biasanya menyerang bagaimana orang Tiongkok makan, bagaimana standar kebersihan mereka, dan budaya mereka secara umum.
Cuitan-cuitan tersebut memberikan kesan kalau masyarakat di dunia ini menyalahkan Tiongkok atas terjadinya Pandemi COVID-19. Hal ini berimbas pada banyaknya kasus kekerasan, diskriminasi, dan kebencian terhadap Asian-American. Kasus kebencian terhadap Asian-American juga meningkat dan ada 14 kasus kebencian yang terhubung dengan COVID-19 yang memakan korban 15 orang Asian-American dan sudah ada 11 penahanan terhadap kasus tersebut menurut data dari NYPD yang dilansir ABC7NY.
Prasangka dan kesan mengkambing hitamkan Tiongkok yang berimbas pada meningkatnya kasus kekerasan terhadap Asian-American di Amerika itu memang dilatarbelakangi dengan dipilihnya Asian-American sebagai kambing hitam di dalam kasus ini. Dalam bentuk kebencian di twitter, kasus kekerasan terhadap Asian-American, hingga ada satu video di ABC News yang membahas kekerasan dan diskriminasi di tengah COVID-19.  Bahkan Donald Trump sempat mengatakan kalau COVID-19 adalah "Chinese Virus". Akan menjadi sangat mudah untuk menyalahkan kelompok Asian-American mengingat mereka adalah minoritas dan fakta menunjukkan COVID-19 berasal dari Tiongkok.
Jika ditelaah dari penelitian Allport dalam Samovar(2007:208-210) aktivitas prasangka berbasis rasisme terhadap Asian-American ini memenuhi beberapa pernyataan uyang ada di dalamnya. Pernyataan pertama yang berujung pada antilokusi dalam wujud cuitan yang diskriminatif terhadap kelompok Asian-American. Pernyataan kedua yang memang berujung pada aktivitas menghindari ada dalam wujudkosongnya beberapa bisnis Asian-American.
Pernyataan ketiga yang berujung pada diskriminasi dalam wujud kasus Walter Reed Middle School yang terlihat dengan jelas kalau guru di kelas dari si korban menyuruh dia ke ruangan UKS hanya karena tersedak air dan masih banyak kasus diskriminasi yang belum diketahui. Pernyataan keempat dalam bentuk kasus kekerasan yang terjadi pada Asian-American di seluruh Amerika, ada yang disemprot, dikeroyok, bahkan dihina setiap harinya. Namun, masih belum menuju ke pernyataan kelima yang berujung pada pembasmian karena Asian-American masih bisa beraktivitas dengan normal.