Mohon tunggu...
Agung Wicaksono
Agung Wicaksono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Agung Wicaksono

I’m passionate on environment, science and social research, and youth development. From these interests, I always try to connect all my activities which are related to my personal background with my future plans.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Nanotech Kathasi: Pertanian Berbasis Nanoteknologi untuk Menghadapi Industrial Revolution 4.0

19 Mei 2019   15:09 Diperbarui: 19 Mei 2019   15:14 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Future Agriculture of Industrial Revolution 4.0

Memasuki era revolusi industri 4.0, berbagai aktivitas sosial, pendidikan, ekonomi dan sebagainya selalu dikaitkan dengan penggunaan mesin-mesin otomatisasi yang terintegrasi dengan jaringan internet dan teknologi. Kecanggihan teknologi era sekarang membuat banyak perubahan secara signifikan. Semua sektor bisnis, pendidikan, dan sosial telah berevolusi dengan menggunakan kecanggihan teknologi modern. Lalu bagaimana dengan sektor pertanian di era revolusi 4.0?  Kontribusi sektor pertanian yang besar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional kini menurun secara signifikan setiap tahunnya. Sektor pertanian tidak lagi menjadi salah satu sumber perekonomian terbesar di Indonesia. Untuk mencukupi kebutuhan penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya, dunia pertanian kemudian mengadopsi istilah Revolusi Pertanian 4.0, dimana pertanian diharapkan melibatkan teknologi digital dalam proses pengembangannya.

Konsep pengembangan pertanian yang banyak dikembangkan pada saat ini adalah konsep pertanian cerdas, yang biasa juga disebut smart farming atau precision agriculture. Konsep ini merujuk pada penerapan teknologi informatika pada bidang pertanian. Tujuan utama penerapan terknologi tersebut adalah untuk melakukan optimatisasi berupa peningkatan hasil pertanian baik kualitas maupun kuantitas dan efisiensi penggunaan sumber daya yang ada. Sumber Daya Manusia  (SDM)  Faktanya bahwa sebagian besar petani berusia lebih dari 40 tahun dan lebih dari 70 persen petani di Indonesia hanya berpendidikan setara SD bahkan tidak mengenyam pendidikan. Pendidikan formal yang rendah tersebut menyebabkan pengetahuan dalam pengolahan pertanian tidak berkembang serta tradisional.

Petani hanya mengolah pertanian seperti biasanya tanpa menciptakan inovasi-inovasi terbaru demi peningkatan hasil pangan yang berlimpah.  Selain itu  kondisi Lahan Pertanian di Indonesia tidak bisa dipungkiri bahwa penyebaran penduduk dan pembangunan di Indonesia belum sepenuhnya merata. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya "Lahan Tidur" atau lahan yang belum diolah oleh masyarakat di daerah-daerah pedalaman, sementara, lahan di suatu wilayah strategis justru menjadi rebutan dengan harga yang sangat mahal. Mengingat harga tanah yang semakin melonjak tinggi, luas kepemilikan lahan pertanian para petani di Indonesia pun rata-rata kecil. Bahkan, sebagian besar petani hanya bisa menggarap lahan milik orang lain sehingga hasilnya pun harus dibagi dua. Selain itu, dampak akibat konversi lahan pertanian menjadi non pertanian yang mencapai 150-200 ribu per tahun juga menyebabkan petani kekurangan lahan untuk bercocok tanam.

Sistem teknologi belum sepenuhnya diterima masyarakat, sistem pengalihan teknologi dari tradisional menjadi modern dalam pengelolaan pertanian belum mampu diterima secara luas oleh para petani yang masih banyak memilih menggunakan peralatan tradisional dibanding peralatan teknologi canggih. Selain karena keterbatasan biaya, keterbatasan pengetahuan juga menjadi faktor yang menghambat laju teknologi untuk merambah sektor pertanian secara luas. 

Di sinilah peran pemerintah sangat diperlukan untuk memberikan edukasi yang cukup bagi para petani agar dapat memajukan sektor pertanian di era revolusi industri 4.0 ini. Beberapa hal yang dapat dilakukan mungkin berupa memberikan penyuluhan besar-besaran dan melakukan demo penggunaan alat pertanian yang dilengkapi dengan teknologi modern. Namun, teknologi juga harus digunakan secara bijak dengan tetap melihat dampaknya dari berbagai sisi. Dalam pertanian misalnya, jangan sampai teknologi hanya dikuasai oleh segelintir orang atau merusak ekosistem yang ada tanpa mempedulikan keseimbangan lingkungan.

Revolusi industri generasi ke-4 ini memiliki skala, ruang lingkup dan kompleksitas yang lebih luas. Kemajuan teknologi baru yang mengintegrasikan dunia fisik, digital dan biologis telah mempengaruhi semua disiplin ilmu, ekonomi, industri dan pemerintah. Bidang-bidang yang mengalami terobosoan berkat kemajuan teknologi baru diantaranya (1) Artificial intelligence robotic, (2) teknologi nanoteknologi, (3) bioteknologi, dan (4) teknologi komputer kuantum, (5) blockchain, (6) teknologi berbasis internet, dan (7) printer 3D.

Internet of Things (IoT) sebagai Transformasi Pertanian 4.0
Internet of Things (IoT) sebagai Transformasi Pertanian 4.0

Peningkatan pengetahuan dan penguasaan terhadap teknologi baru sangat dibutuhkan untuk persaingan di era perdagangan global baik oleh pemerintah maupun industri, selama ini yang menjadi kendalanya adalah penggunaan pupuk atau pestisida masih terbilang kurang efektif dikarenakan ukuran dari partikel masih berukuran mikro yang mana ukurannya lebih besar dari pada ukuran stomata tanaman, sehingga menyebabkan pupuk atau pestisida tidak masuk sempurna pada sasaran target (stomata daun, akar dan hama sasaran) dan sebagian terbuang.

Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang penting bagi pertanian. Keberadaan pupuk secara tepat baik jumlah, jenis, mutu, harga, tempat, dan waktu akan menentukan kuantitas dan kualitas produk pertanian yang dihasilkan. Pupuk juga dapat menyumbangkan 20% terhadap keberhasilan peningkatan produksi sektor pertanian. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan atau manusia yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk pupuk organik adalah tanaman legume, legume adalah salah satu spesies tanaman dalam keluarga kacang-kacangan, yaitu famili Leguminosae yang mempunyai kandungan unsur hara sangat tinggi, Berdasarkan hasil penelitian seresah legume dapat dijadikan bahan pembuatan pupuk organik. Hal ini dikarenakan seresah legume bermanfaat sebagai sumber nutrisi bagi tumbuhan yang berpotensi sebagai pemupukan maupun insektisida. Selain itu legume mempunyai unsur hara baik makro dan mikro yang tinggi yang dibutuhkan tanaman serta terdapat enzim yang dapat bertindak sebagai katalisator.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun