Gotong royong merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat sukarela, sehingga kegiatan tersebut dilaksanakan dengan mudah dan ringan. Dalam artian lain Gotong royong berarti bekerja berdampingan, berkeringat bersama, dan berjuang bersama demi kebaikan bersama. Semangat gotong royong sudah melekat sejak masa penjajahan, karena gotong royong merupakan ciri khas bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pancasila dan merupakan budaya yang mengakar dalam kehidupan masyarakat. Gotong royong dituangkan dalam Pancasila berdasarkan sila ketiga yang berbunyi: “Persatuan Indonesia”.
Masyarakat Indonesia sangat memahami bahwa kebudayaan harus dilindungi dan dilestarikan. Budaya gotong royong juga membawa banyak manfaat bagi masyarakat, antara lain menumbuhkan sikap tolong menolong, sukarelawan, saling membantu, solidaritas dan keterikatan antar seluruh anggota masyarakat serta menumbuhkan semangat tanggung jawab yang tinggi. Gotong Royong mempersatukan bangsa Indonesia tanpa membedakan ras, suku, budaya dan agama untuk mencapai tujuan yang mulia. Budaya warisan ini juga dapat digunakan untuk pendidikan karakter seseorang.
Sikap - sikap tersebut harus diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat agar nilai Pancasila bukan sekadar diucapkan atau dihafalkan tapi harus dipraktekkan dalam tindakan nyata. Gotong royong merupakan intisari dalam dasar negara. Lalu bagaimana keberadaan gotong royong pada era globalisasi seperti sekarang ini? Ancaman yang dihadapi masyarakat Indonesia pada era Globalisasi pada saat ini adalah munculnya sikap individualisme, egois dan cenderung tidak peduli dengan orang lain sehingga jauh dari sikap gotong royong, ancaman ini yang perlahan mulai terasa dan menggeser keberadaan salah satu budaya Indonesia yakni gotong royong. Salah satu yang menjadi penyebab terkikisnya nilai gotong royong adalah arus globalisasi.
Konsep globalisasi, menurut Robertson (1992), mengacu pada penyusutan dunia secara sukarela dan peningkatan kesadaran kita terhadap dunia, yaitu peningkatan koneksi global dan pemahaman tentang koneksi tersebut. Fenomena globalisasi muncul karena hadirnya teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi. Kondisi seperti ini juga berdampak pada perkembangan budaya dan sosial Indonesia. Salah satu dampak paling signifikan adalah munculnya Internet di masyarakat perkotaan dan pedesaan.
Dari masalah gotong royong muncullah masyarakat yang individualistis. Tidak hanya di kota-kota besar, sikap individualistis sudah merambah hingga ke pedesaan. Faktor yang paling mendasar adalah karena teknologi modern. Peran gotong royong lambat laun mulai hilang dan tergantikan oleh teknologi modern.
Beberapa contoh teknologi yang mendorong masyarakat untuk menjalani kehidupan individualistis adalah fitur maps, ojek online, dan yang paling populer saat ini adalah game online, tidak hanya dinikmati oleh remaja tetapi juga dimainkan oleh anak-anak dan orang dewasa. Sungguh menyedihkan melihat keadaan negeri ini, dimana dahulu para pejuang berjuang untuk negara, hingga ditemukannya gagasan mengenai pancasila hingga diperas dalam Ekasila “gotong royong”. Tidak jarang warga kota mempunyai kepribadian yang sangat individualistis dan kehilangan semangat gotong royong. Hampir disetiap perumahan yang berjajar mereka tidak mengnal satu sama lain.
Hal ini disebabkan oleh interaksi yang kurang dan tingginya sikap individualis dalam suatu masyarakat. Mereka seakan-akan tidak lagi membutuhkan bantuan orang sekitar karena pada zaman sekarang ini apapun bisa dilakukan dengan teknologi. Sikap gotong royong yang luntur tercermin pada hubungan antar waga RT, misalnya zaman dahulu untuk menjaga keamanan suatu komplek diadakan kegiatan poskamling setiap malam, namun saat ini hampir tidak pernah dijumpai kegiatan semacam ini. Saat ini, masyarakat lebih memilih hal-hal yang bersifat praktis, seperti membayar jasa satpam untuk menjaga keamanan kompleks tempat tinggalnya, tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan jika tidak adanya kerjasama dengan anggota masyarakat lainnya.
Nampaknya mereka tidak lagi membutuhkan bantuan orang-orang disekitarnya, karena saat ini segala sesuatunya dapat dilakukan berkat teknologi. Sikap individualistis ini pula yang menjadi sumber terkikisnya semangat gotong royong dan menjadi penyebab lunturnya jiwa gotong royong. Di sebagian besar lingkungan, mereka tidak saling mengenal. Hal ini disebabkan kurangnya interaksi dan sikap individualistis yang tinggi dalam masyarakat.
Arus globalisasi lah yang menyebabkan hilangnya budaya ini, hingga rasa solidaritas dan rasa memiliki tidak lagi dianggap penting. Lunturnya jiwa gotong royong ini juga dipicu oleh sifat malas dari masyarakat. Tuntutan pekerjaan yang dikerjakan setiap hari membuat mereka enggan melakukan kegiatan bersama seperti poskamling maupun kerja bakti. Mereka rela mengeluarkan sejumlah uang dengan alasan sibuk dengan pekerjaan yang mereka jalani.
Lunturnya sikap gotong royong juga tercermin dalam perilaku masyarakat yang kini enggan untuk bermusyawarah dan mufakat. Mereka lebih memilih untuk membuat grup di WhatsApp daripada berkumpul dan berinteraksi langsung dengan seseorang. Hal ini juga dipicu adanya rasa malas dan juga dukungan kemajuan teknologi di era globalisasi ini. Munculnya teknologi baru di masa milenial ini seperti gadget dan internet membuat mayoritas orang mulai tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya dan memilih untuk bersikapa individualis.
Sebenarnya kasus - kasus tersebut tidak akan terjadi apabila masyarakat memiliki kemauan untuk bersikap sosial dan berbaur dengan lingkungan sekitar. Internet dan gadget akan memberikan dampak positif apabila masyarakat dapat menggunakannya dengan bijak dan seperlunya saja. Masyarakat Indonesia harus mulai menyadari bahwa kebersamaan itu sangatlah penting. Jika sikap individualis dibiarkan berkembang begitu saja, maka bukan hanya mengancam tetapi dapat menggeser keberadaan budaya Indonesia salah satunya adalah gotong royong.