Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pseudo Normal

17 Oktober 2021   17:10 Diperbarui: 17 Oktober 2021   17:14 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari lingkungan yang normal menurut norma dan agama, kita memasuki lingkungan yang sangat berbeda alias tidak normal. Pasti hati ini menjadi tidak tenang, pikiran gelisah, takut jikalau kita akan terbawa ke dalam gelapnya ketidaknormalan tersebut.

Hati yang gelisah, pikiran yang tidak tenang adalah suatu respon alami jiwa terhadap keburukan yang terjadi di depan mata manusia. Seburuk-buruknya manusia tetap saja hati nuraninya tidak bisa dibohongi dengan hal-hal yang memang tidak benar. 

Ketakutan jikalau kita ikut terjerumus dalam perilaku buruk dalam lingkungan kerja kita adalah satu benteng demarkasi yang yang harus tetap dijaga sehingga kita tidak ikut larut dan terjerumus.

Untuk menjaga agar hati dan pendirian kita kuat untuk tidak mengikuti perbuatan-perbuatan yang salah meskipun harus menjadi makhluk asing dan dikucilkan di lingkungan kerja, maka bergaul dengan alim ulama, rekan kerja yang lurus menjadi penting. 

Dengan berkumpul dengan orang soleh, orang baik, maka hati kita akan saling menjaga dan menguatkan satu sama lain. Syukur-syukur malah bisa membuat aliansi untuk mendobrak keburukan yang terjadi dan mengajak pada jalan yang lurus sebagaimana difirmankan dalam QS 'li `Imrn :104

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung."

Jangan sampai hati kita menjadi terbiasa dengan keburukan-keburukan yang terjadi di depan mata, sehingga menganggapnya sebagai kenormalan yang tidak perlu diperdebatkan lagi. 

Jika ini terjadi maka sesungguhnya hati kita telah mengeras, sehingga sudah kehilangan kepekaannya untuk merespon sesuatu yang tidak baik. Pada akhirnya jangan sampai manusia merasa normal dalam kondisi diri dan lingkungan yang sebenarnya "pseudo normal".

MRR, Bks-17/10/2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun