Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pars Pro Toto

6 November 2020   16:50 Diperbarui: 6 November 2020   16:58 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kompas.com

Bertahun-tahun lamanya istri menganggap jika batagor tidak enak rasanya. Kenapa tidak enak, pasti dia telah mencobanya. Momen pertama kali merasakan batagor adalah saat saya mengajaknya memakan siomay di alun-alun daerah Purbalingga, suatu kabupaten di Jawa Tengah. 

Karena siomaynya sudah habis dan yang tersisa hanyalah batagor, akhirnya berubahlah rencana dari makan siomay menjadi batagor.

Permasalahannya adalah batagor yang kami makan ternyata rasanya jauh dari kata enak, amburadul. Celakanya batagor di alun-alun itulah batagor yang pertama kali dirasakan istri sepanjang hidupnya. 

Selepas kejadian tersebut bertahun-tahun lamanya dia tidak pernah mau makan batagor. Pikirannya sudah mengasosiasikan jika batagor rasanya tidak enak.

Suatu saat entah bagaimana ceritanya dia memperoleh batagor made in Bandung. Timbul keinginannya untuk mencoba merasakan batagor tersebut. 

Walhasil kemudian dia mencoba makan batagor tersebut (kedua kali dalam hidupnya) dan ternyata rasanya enak, jauh sekali dengan yang pertama kali dulu dirasakan. Sontak momen ini mengubah persepsinya akan rasa batagor dan menghilangkan halangan untuk menyantapnya di hari-hari berikutnya.

Hal yang mirip juga pernah saya alami sendiri. Sudah sejak lama jika petai adalah makanan favorit saya dari semenjak kecil. Namun demikian saya tidak pernah doyan jengkol meskipun sama-sama menghasilkan efek yang sama dalam bau.

Waktu remaja saya pernah mendapati ada jengkol di meja makan, lantas memakannya. Sama seperti batagor rasanya sangat tidak enak hingga saya keluarkan semua jengkol yang sudah saya kunyah di dalam mulut.

Setiap membeli nasi uduk saya selalu meminta agar penjualnya tidak memberikan semur jengkol, hanya tahu dan kentang saja. Beberapa bulan lalu saya minta orang untuk membelikan nasi uduk, dan lupa berpesan pada orang tersebut agar tidak usah dikasih jengkol. Saat nasi uduk datang, ternyata sudah ada jengkolnya, disamping semur tahu dan kentang.

Mengingat bentuk dan baunya terlihat menarik maka sebongkah jengkol itupun saya sikat. Wah ternyata rasanya enak, tidak kalah dengan petai. Sejak itu pula hingga sekarang saya mulai doyan jengkol baik saat makan nasi uduk maupun nasi angkringan dengan sate jengkol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun