Seorang tahanan KPK berjalan keluar Gedung dengan pengawalan petugas keamanan. Mengenakan rompi oranye dia berjalan dengan tenang, entah karena sudah terlatih atau sekedar pasrah saja.Â
Belum lama tahanan yang sebelumnya pejabat negara ini kena OTT KPK karena menerima suap. Ketika para wartawan yang memang standby di Gedung KPK mewawancarai, tahanan ini berkata "Sebagai warga negara yang baik saya akan ikuti semua proses hukum yang ada. Mohon doanya saja."
Apa yang diucapkan si Tahanan ini bukan sekali ini saja saya dengar. Namun dalam beberapa kesempatan, beberapa tahanan KPK selalu mengungkapkan pernyataan yang sangat-sangat senada. Mereka selalu menunjuk bahwa dirinya adalah warga negara yang baik, sehingga akan mematuhi semua proses hukum dan selalu ditutup dengan memohon doa pada masyarakat. Pada akhirnya pun orang-orang (tahanan) ini tetap masuk penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Rupanya para tahanan KPK seperti contoh di atas belum siap untuk dikatakan sebagai penjahat, orang buruk dan harus mendekam di penjara. Oleh karenanya mereka selalu mengatakan bahwa mereka adalah warga negara yang baik dan patuh hukum meskipun sudah memakai rompi oranye.Â
Seolah-olah dengan mengatakan hal tersebut, ada beban sosial yang akan berkurang dari hancurnya reputasi mereka yang selama ini dianggap baik oleh masyarakat. Padahal apa yang mereka asosiasikan dengan mengatakan bahwa diri sendiri sebagai warga negara yang baik dengan kenyataan mereka menerima suap sungguh bagai bumi dan langit.
Andaikan para tahanan itu warga negara yang baik, tentu mereka tidak harus berurusan dengan hukum, tidak perlu memberi atau memberi suap, tidak korupsi, sehingga tidak akan mengenakan rompi oranye.Â
Andaikan mereka warga negara yang baik tentu mereka akan menjalankan tugas sebagai pejabat negara dengan baik dan seadil-adilnya, tidak melakukan praktek kongkalikong, korupsi, suap, gratifikasi, yang merugikan kepentingan banyak warga negara lainnya.
Kita harus ingat, seseorang yang menyatakan dirinya baik, jujur dan mengatakannya di depan umum bahkan secara berulang-ulang maka biasanya justru dia adalah manusia dengan perangai dan sifat sebaliknya.Â
Belum pernah saya lihat orang-orang dengan akhlak luar biasa yang mengklaim diri mereka adalah orang baik, orang jujur, apalagi ahli surga. Kebaikan bukanlah sebuah topeng yang bisa setiap saat dibongkar pasang disesuaikan dengan kondisi dan keinginan manusia.
Kebaikan adalah sebuah rentetan perilaku, rekam jejak yang dilakukan oleh seorang manusia untuk selalu berbuat dan berperilaku sesuai dengan hukum, norma, ajaran agama. Orang baik tidak akan menceritakan amal baiknya kecuali sebagai contoh untuk menjadi pelajaran dan itupun dilakukan dengan sangat hati-hati karena ketakutan akan sifat sombong atau riya.Â
Orang lain lah yang akan menceritakan amal baik  tersebut karena dia tahu, sadar, bahkan menerima manfaat dari perbuatan orang baik tersebut. Orang sangat gampang melihat ketika perbuatan baik dilakukan dengan tulus ikhlas atau tidak sehingga dengan mudah pula mengetahui seseorang itu baik atau buruk. Karena kebaikan itu untuk dijalankan, sebuah laku yang harus terus menerus dilakukan.