Dalam dunia persepeda gunungan, naik dan turun dalam jalur sepeda adalah hal yang biasa. Bagi orang seperti saya dengan tenaga pas-pasan maka jalur sepeda yang lebih banyak turunnya lebih disukai daripada yang menanjak. Namun permasalahannya terkadang tidak semua jalur sepeda itu persis sama dengan yang diharapkan. Terkadang untuk mencapai titik start di atas bukit, kita harus menuntun sepeda terlebih dahulu jikalau tenaga tidak cukup kuat untuk mengayuh sepeda.
Saat mendapati jalur turunan, terkadang kondisinya terlalu ekstrim sehingga tidak memungkinkan kita tetep mengayuh sepeda. Dalam kondisi seperti ini biasanya sepeda kita tuntun atau panggul sembari menuruni jalur dengan pelan dan hati-hati. Namun bagi yang cukup nyali dan skill turunan se-ekstrim apapun dihajar juga. Sehabis turunan biasanya juga ada tanjakan, yang kadang bisa kita lalui tanpa menuntun namun seringkali juga sebaliknya.
Kondisi jalur sepeda yang ada turunan, tanjakan, dan datar adalah sesuatu yang given dan tidak bisa kita rubah. Namun kita bisa memilih jalur seperti apa yang akan diambil dan bagaimana mensikapi kondisi-kondisi tersebut. Nyatanya meskipun mendapati jalur yang menanjak atau menurun dan harus menuntun sepeda, para goweser nikmat saja menjalaninya dengan hati gembira. Tidak ada tuh keluhan yang berkepanjangan atau sumpah serapah karena para goweser sudah mengerti bahwa mereka harus bertanggungjawab atas pilihan jalur yang diambilnya.
Situasi dan kondisi yang dihadapi oleh goweser tersebut merupakan simulasi dari kehidupan itu sendiri. Dalam hidup ini seringkali kita tidak bisa memilih kondisi ideal seperti yang diharapkan. Sama seperti seorang manusia tidak bisa memilih lahir dari rahim siapa atau menjadi anaknya siapa. Namun begitulah hidup dimana banyak kondisi-kondisi yang kita hadapi tanpa bisa kita hindari. Dalam kondisi-kondisi yang enak dan menguntungkan mungkin tidak akan menjadi masalah
Pada saat dihadapkan pada kondisi yang menantang dan kurang menguntungkan, seorang manusia diuji untuk mensikapinya sama seperti saat seorang goweser menghadapi jalur yang ekstrim baik turunan atau tanjakan. Sukses tidaknya kita dalam menjalani kondisi-kondisi kehidupan akan sangat tergantung bagaimana sikap kita.Â
Sama seperti goweser, hidup ini adalah jalan yang harus kita tempuh dengan rasa senang gembira sebagai jalan menuju titik akhir yaitu akhirat. Nikmati saja semua kondisi kehidupan yang ada. Pada saat rasa jemu dan berat datang, sebaiknya istirahat dulu untuk mengumpulkan tenaga dan mengatur strategi, bahkan bisa pula ditinggal ngopi dulu.
Toh mengeluh dan bersumpah serapah tidak akan menyelesaikan masalah dan membantu kita menjalani hidup. Setiap manusia bertanggung jawab atas nasibnya sendiri, mau baik atau buruk. Ingatlah firman Allah SWT "...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.." (Ar-Ra'd: 11).
Jadi ada pelajaran hidup yang bisa diambil dan dianalogikan antara bersepeda atau gowes dengan menjalani kehidupan. Jalanilah hidup seperti kita sedang bersepeda.Â
Nikmatilah hidup dengan gembira, atur stamina, jalankan strategi agar selamat sampai tujuan. Sesekali beristirahat, minum atau ngopi sah-sah saja, toh hal ini dalam rangka menyiapkan diri untuk maju ke depan menjalani hidup dengan energi yang lebih besar dan segar.
MRR, Ykt-05/12/2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H