Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meminta Maaflah Sebelum Diminta

27 Januari 2018   07:12 Diperbarui: 27 Januari 2018   08:28 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamis, 25 Januari 2018 habis subuh hujan masih turun rintik-rintik ketika akhirNya saya memutuskan untuk membawa mobil sendiri menuju kantor. Biasanya bus feeder busway dari kompleks perumahan menjadi andalan ketika berangkat ke kantor, selain lebih hemat juga bisa tidur selama perjalanan. 

Cuaca yang mendung dibalut kondisi yang kurang fit sebenarnya cocok sekali untuk istirahat, namun kewajiban untuk menjalankan pekerjaan bisa menjadi benteng untuk menghadang kemalasan tersebut. Cerita dimulai ketika kira-kira 10 menit mobil yang saya kemudikan memasuki jalan tol Jakarta-Cikampek. Saat itu lalu lintas kendaraan cukup padat sehingga laju kendaraan pun pelan dan sering mengerem. Ketika saya berniat pindah jalur ke kiri (jalur 2 ke 3) tiba-tiba terdengar bunyi brug. Ya Allah, ternyata mobil saya mencium bemper belakang mobil depan.

Saat kejadian di atas sepertinya saya mengalami apa namanya yang disebut kehilangan konsentrasi. Masih beruntung bahwa saat itu kecepatan mobil sangat rendah. Segera saya keluar mobil dan berjalan menghampiri pengemudi mobil depan yang saya tabrak. Terlihat pria paruh baya dari kaca mobil pengemudi (panggil : si Pengemudi) yang memang sudah dibukanya. Langsung saya katakan "maaf pak, saya menabrak mobil Bapak". "hati-hati kalau mengemudi Bang" kata si Pengemudi yang mobilnya saya tabrak. "Iya pak maaf saya lagi kurang konsentrasi. Mari pak menepi ke bahu jalan biar diperiksa kerusakannya" kata saya pada si Pengemudi.

Kemudian menepilah kami berdua ke bahu jalan dengan posisi mobil saya di depan si Pengemudi. Kami berdua mengecek kondisi bemper belakang si Pengemudi. "Udah Bang ngga apa-apa, gak rusak kok" kata si Pengemudi. "Wah yang bener pak, ini sepertinya agak lecet lho. Gak apa-apa pak saya ganti kerusakanya. Kalau Bapak ada asuransi biar saya ganti biaya claimnya" ujar saya mendesak. Saya pun menawarkan agar si Pengemudi mencatat nomer ponsel saya namun dia tetap menolak. Akhirnya dia bilang sembari tersenyum, " ngantuk ya Bang?". Sambil tersenyum saya sedikit mengangguk dan mengucapkan salam meninggalkan dia masuk ke mobil dan melanjutkan perjalanan. Proses penyelesaian yang kurang dari 3 menit.

Saya berpandangan bahwa ketika berbuat salah dan kemudian kita buru-buru dan segera meminta maaf terhadap orang lain yang kita rugikan trsebut, maka hal itu dapat mengurangi rasa jengkel dan tensi emosi dari orang tersebut. Sepertinya kecil kemungkinan orang tersebut akan memukul dan membunuh kita saat mengajukan permintaan maaf yang tulus. Beberapa kali saya membuktikan metode tersebut seperti yang dipraktekkan pada kejadian di atas dan tenyata hal itu bekerja dengan baik.

Seringkali juga saya temui hal kebalikannya, seseorang yang nyata-nyata salah, misalnya dalam kejadian di atas yaitu saya sebagai pihak yang lalai dan menabrak justru malah marah-marah terhadap korban atau pihak yang dirugikan. Tentu saat kondisi ini terjadi maka si Korban yang sudah dirugikan tambah marah lagi, lha wong sudah dirugikan malah dimarah-marahin dan pihak yang merugikan malah ngotot tidak bersalah. 

Cekcok biasanya berlanjut dan bisa jadi terjadi baku hantam. Kadang seseorang tidak mempermasalahkan besarnya kerugian material dan finansial yang dialaminya, hanya sekedar pengakuan, permintaan maaf dan empati dari orang yang telah berbuat salah padanya.

Sesungguhnya manusia adalah tempatnya salah, sehingga buat apa kita gengsi untuk mengakuinya di hadapan orang lain. Pengakuan dan permintaan maaf terhadap orang yang kita dzalimi atau rugikan tidak akan menurunkan harkat dan martabat serta status sosial yang kita punya, namun justru akan menunjukan sikap rendah hati yang kita miliki. Menghindari pertengkaran dan permusuhan sebagai akibat dari kesalahan yang dilakukan sudah semestinya kita prioritaskan. Memintalah maaf sebelum diminta orang yang dirugikan dan dizalimi, hal itu dapat menjadi solusi yang layak dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjaga kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda,

"Orang yang pernah menzhalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi" (HR. Bukhari no.2449)

MRR, Bks-27/01/2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun