Di suatu perusahaan BUMN tempat saya bekerja, pengelolaan kebersihan gedung, fasilitas dan keamanan dilakukan oleh anak perusahaan yang kemudian dikerjakan oleh pihak ketiga atau vendor. Vendor yang bertanggung jawab sebagai penyedia jasa tersebut akan bekerja berdasarkan kontrak yang disepakati bersama dengan anak perusahaan. Selama ini vendor yang menjalankan kontrak adalah perusahaan lokal yang dimiliki oleh yayasan pekerja dan pensiunan perusahaan.
Namun seiring perubahan waktu, anak perusahaan ingin meningkatkan pelayanan, oleh karenanya vendor penyedia jasa yang dimiliki yayasan pekerja dan pensiunan diganti dengan vendor baru yang merupakan perusahaan internasional. Sempat saya kesal karena anak perusahaan mengakhiri kontrak dengan vendor yang merupakan anak usaha yayasan, karena pekerja berkepentingan untuk membesarkan yayasannya yang akan  mengelola kesehatan pensiunan.
Seminggu setelah vendor baru sebut saja PT X bekerja, saya pun dibuat terheran-heran. Sebagai informasi, semua personil cleaning service vendor lama tetap dipakai dan hanya ganti kulit saja, baju, dan label perusahaannya. PT X hanya mengganti leader-leader vendor sebelumnya dengan orang-orangnya. Apa yang terjadi? saya melihat cara bekerja mereka sangat berbeda dengan vendor sebelumnya, lebih rajin, jarang menganggur, dan tidak bermain HP. HP dikumpulkan ke para leader ketika briefing pagi. Rasa-rasanya kebersihan menjadi lebih baik, para cleaning service lebih perhatian dengan kondisi sekitar.
Yang ingin saya sampaikan adalah hanya dengan memasukkan leader-leader dengan kedisiplinan dan integritas tinggi, cara dan kualitas kerja para personil lama bisa sangat jauh berbeda dan meningkat drastis dibanding saat masih di vendor lama. Ternyata ketika sumber daya manusianya dikelola oleh perusahaan internasional dengan cara dan standar mereka, berdampak positif dan menguntungkan bagi kliennya.
Hal mana berbanding terbalik dengan banyaknya para leader-leader profesional dari swasta yang masuk ke BUMN. Banyak para leader-leader itu yang dimasukkan agar bisa membawa perspektif baru, cara kerja yang lebih profesional, serta budaya baru ke dalam BUMN. Namun berapa banyak dari mereka yang berhasil? Banyak dari para profesional leader tersebut malah terbawa irama kerja BUMN, larut dan menikmati kenyamanan, tidak lantas merubah cara kerja dan budaya di BUMN dimana mereka ditempatkan. Dan jarang sekali kalau para profesional leader tersebut yang masuk ke BUMN sebagai pegawai tetap kemudian memutuskan keluar dari BUMN meskipun kinerjanya tidak sebaik yang diharapkan ketika awal bergabung.
 Saat awal bergabung para profesional leader dianggap jauh lebih jago dari pegawai asli BUMN yang bersangkutan. Namun lambat laun ternyata mereka tidak bisa memberikan kemampuan terbaiknya untuk memperbaiki dan mengangkat BUMN tempat penugasan mereka. Mungkin saya salah dalam beropini, namun faktanya saya tidak banyak menemukan keberhasilan para profesional leader ini di BUMN.
Sungguh ironis, dalam kasus PT X yang kemudian mengambil alih operasional dan tetap mempekerjakan para cleaning service existing berhasil dengan baik, namun dalam kasus profesional leader yang masuk ke BUMN sangat banyak ketidakberhasilan mereka. Menurut saya yang terjadi adalah karena PT X bisa menerapkan sistem yang sudah mereka bangun dan terbukti bisa berjalan baik di tempat lain dengan ketat dan tanpa kompromi. Sementara para profesional leader yang masuk BUMN tidak bisa menerapkan sistem seperti swasta atau tempat mereka berkarir sebelumnya dengan berbagai alasan. Alih-alih mundur, mereka malah menikmati kehidupan di BUMN dan berada dalam comfort zone untuk tahun-tahun ke depannya.
Saya berpendapat bahwa memang dibutuhkan seorang profesional leader dengan karakter dan kemampuan yang sangat kuat untuk bisa merubah dan memperbaiki budaya dan tata kerja di BUMN. Kalau profesional leader tersebut tidak mempunyai karakter dan skill yang kuat, bisa dipastikan hanya kegagalan yang akan diperoleh. Namun mencari profesional leader dengan spesifikasi tersebut tentu sangat susah.
Saya jadi teringat, daripada mengelola hotel sendiri, seorang investor lebih suka menggandeng jaringan hotel yang sudah ada dan terbukti profesional seperti Aston, Novotel, Hilton, dll, untuk mengelola hotelnya. Mengapa, karena jaringan hotel ini sudah punya standar, tata kerja dan tata kelola yang baik, sehingga minimal kemungkinan tingkat hunian hotel yang tinggi bisa tercapai sehingga keuntungan adalah suatu keniscayaan.Â
 Memasukan seorang atau beberapa orang profesional leader ke dalam BUMN ternyata probabilitas keberhasilannya rendah. Hal ini bisa diatasi dengan mengambil jaringan holding perusahaan internasional seperti Temasek, Khazanah dan lain-lain, untuk mengelola BUMN di Indonesia, sehingga jaringan holding perusahaan internasional bisa mengelola BUMN dengan standar, tata kerja, dan budaya kerja mereka yang sudah terbukti berhasil.Â
Besar harapan saya BUMN akan tambah maju dan bisa memberikan kontibusi yang signifikan bagi kemakmuran bangsa bila mengambil skenario seperti ini, daripada hanya sekedar memasukan profesional leader yang secara fakta tingkat keberhasilannya lebih rendah.