EF English First, sebuah lembaga pendidikan terkemuka dunia tahun lalu mengumumkan laporan komprehensif pertama tentang indeks kemampuan berbahasa Inggris di 44 negara. Negara yang dimaksud adalah negara yang bukan dengan bahasa utama bukan bahasa Inggris.
Lantas, apa hasilnya? EF English Proficiency Index menempatkan Indonesia di peringkat 34 dari 44 negara.
Meskipun hasil itu menunjukkan penggunaan bahasa Inggris di Indonesia masih belum begitu signifikan dibanding negara lain, namun faktanya, cukup banyak warga negara Indonesia yang mahir menggunakan bahasa internasional itu. Terutama kalangan terdidik, seperti pelajar mahasiswa maupun usahawan.
Ya, walaupun tak secara resmi ditetapkan pemerintah, namun bahasa Inggris seperti sudah menjadi bahasa kedua setelah bahasa Indonesia, digunakan pada acara resmi. Misalnya jadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah bertaraf internasional atau rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Digunakan pada seminar- seminar bertaraf internasional, pertemuan antar pemerintah.
Orangtua pun tak mau ketinggalan mendidik anak untuk mengela lebih dini bahasa Inggris. Sejak belia sudah dikenalkan tentang pelafalan. Semakin besar diajarkan kosa kata. Lebih besar lagi diajari grammer, anak diikutkan kursus bahasa Inggris. Bahkan ada yang kebablasan, bahasa Inggris dipakai dalam percakapan sehari- hari dalam keluarga, sejak si anak masih sangat muda. Sedikit banyak, berpengaruh bagi anak pada penguasaan bahasa Indonesia dan bahasa lokalnya.
Bahasa Inggris digunakan pula di bidang bisnis. Di era globalisasi seperti sekarang, dunia usaha menuntut sesuatu yang lebih. Makin banyak perusahaan lokal Indonesia yang masuk ke pasar dunia, dan sebaliknya, makin banyak perusahaan internasional yang masuk ke pasar lokal. Maka penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa 'bisnis' menjadi suatu keharusan.
Memang, tak selamanya penggunaan bahasa Inggris mulus-mulus saja. Tak sedikit yang menganggap bahasa ini merupakan obsesi dari dari era lain dan dunia lain. ini menurut pengguna dan pecinta bahasa Perancis. Bahkan, mereka sampai membuat petisi online dan memintap engguna bahasa Perancis untuk membebaskan diri dari pengaruh bahasa Inggris. Dan pembuat petisi bukan orang sembarangan. Mereka adalah akademisi dan cendekiawan berasal dari berbagai negara, seperti Prancis, Lebanon, Kanada, Belgia, Kamerun dan Aljazair.
Penggunaan bahasa Inggris di sekolah-sekolah Tanah Air, bahkan ada sekolah yang menjadikannya bahasa pengantar tak sepenuhnya bisa dikatan benar. Internasionalisasi standar pendidikan Indonesia saat ini telah disalahartikan dengan mengganti bahasa Indonesia menjadi bahasa asing.
Padahal, Undang Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan dengan tegas menyatakan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar pada proses belajar mengajar.
Terlepas dari persoalan itu, memang tak bisa dipungkiri, pengaruh bahasa Inggris sangat kuat. Bahkan lebih kuat dari pengaruh bahasa Indonesia kepada bahasa lain. Wajar saja, dari segi kuantitas pengguna, bahasa Indonesia berada di peringkat sembilan dari 10 sepuluh bahasa terbanyak dipakai di dunia. Bahasa Inggris menempati urutan kedua, masih kalah dibanding bahasa Mandarin yang menempati urutan pertama.
Seharusnya, selain bahasa Inggris, bahasa Mandarin pun harus dikuasai, Kalau perlu diajarkan di sekolah. Apalagi di dunia bisnis, saat ini penggunaan bahasa Mandarin makin banyak. Mengacu pada pertumbuhan ekonomi Cina yang diperkirakan mencapai 6,3 persen pada 2013, mulai sekarang patut dipertimbangkan untuk belajar bahasa Mandarin. Ni Hao Ma.
Read more at http://royannaimi.blogspot.com/2012/09/jangan-cuma-inggris.html#dV2SuWuvZ4ewbf0P.99
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H