Ada sebuah kisah, kisah pertemanan para jejaka yang saat ini hidupnya masih juga sendiri tanpa pasangan. Kalau dilihat-lihat kami seharusnya sudah waktunya untuk mencari pasangan karena usia kami yang sudah menginjak kepala tiga. Kami terlalu sibuk dengan pekerjaan. Dan itu alasan pembenar yang kami punya sebagai senjata andalan ketika ditanya oleh orang kenapa kami tidak cepat-cepat mencari pendamping hidup.
Namaku awan, aku memiliki dua orang sahabat yang mungkin tiap hari tidak bisa terpisahkan. Namanya adalah heru dan anas. Kami berteman sejak pertama kali duduk di bangku SMA dan berlanjut di masa kuliah yang kebetulan kampus kami sama walaupun fakultas kami berlainan yaitu di universitas ternama di kota kami. Ya, kota yang terkenal sebagai kota pendidikan.
Tentunya kami bertiga berbeda. Dari kelurga yang berbeda, suku yang berbeda, perawakan yang berbeda maupun pekerjaan yang berbeda akan tetapi nasib kami sama, yaitu merana. Aku baru tinggal di kota ini sejak SMA, karena orang tuaku pindah dari kota asalku bandung untuk mencari peruntukan lain. Aku dari suku sunda dan berprofesi sebagai advokat dan sudah pasti aku lulusan fakultas hukum. Tinggiku 174 centimeter dan bertubuh ideal.
Temanku yang pertama bernama Heru bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di departemen pendidikan di kota ini. Sama sepertiku heru baru pindah ke kota ini sejak SMA dari kota asalnya Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dia keturunan suku dayak tingginya 180 centimeter dan kurus berkacaata tebal, maklum dia kutu buku sejak dari sekolah dulu. Heru dari fakultas psikologi. Sedangkan temanku yang kedua bernama anas, dia pengusaha travel dan rental mobil peranakan jawa-bali tingginya 168 centimeter, badanya agak gemuk dan dulu dia kuliah di fakultas ekonomi.
Kalau dilihat-lihat sebenarnya kami bukanlah orang biasa, wajah kami ya cukup lumayan dan tentunya kantong kami tebal. karena selama ini gaji kami hanya dipakai untuk membiayai kehidupan kami seorang.
Tapi tak tahu kenapa kami hingga saat ini belum mempunyai pacar, yang kemudian kami ajak menikah dan membentuk keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah seperti impian setiap orang. Ah jangankan pacar, teman dekat wanitapun kami tak punya, otomatis kami kemana-mana hanya berpegian bertiga. Untung bertiga, tidak berdua.
Aku terakhir kali pacaran waktu masih duduk dibangku SMA kelas tiga, tak ada yang spesial. Karena saat itu aku hanya ingin merasakan keindahan masa-masa SMA yang kata orang masa SMA kelak adalah masa yang paling indah. Dan hanya sebatas untuk formalitas saja supaya bila ditanya orang apakah aku pernah pacaran sewaktu SMA, maka masa SMA ku dahulu indah.
Sebenarnya aku tidak tertarik dengan yang namanya pacaran, dahulu pun aku harus “bermain sumput-sumputan” dengan orang tuaku karena aku dilarang pacaran. Orang tuaku adalah pemeluk islam yang taat. Tak ada kata pacaran dalam kamusnya. Katanya nanti ketika aku sudah dewasa. Ta’arruf.
Aku rasa diriku masih mendingan, ketimbang kawanku heru yang dari lahir hingga menginjak kepala tiga sekarang ini belum pernah merasakan yang namanya pacaran. Inilah yang disebut dengan single sejati. Kalau jomblo itu masa lalunya dia pernah pacaran dan kalau single ya seperti heru ini. Katanya dia tidak pernah menangisi wanita, sampai-sampai terakhir kali dia menangis adalah pada saat ketika dia keluar dari rahim ibunya. Cukup lama sekali bukan.
Tapi selama ini, dia selalu berupaya untuk menetaskan telor kesingle-anya. Namun naas, sahabatku ini selalu ditolak oleh wanita. Bahkan pernah pada suatu hari ketika heru ingin mengungkapkan perasaanya kepada seorang wanita, sebelum heru mengungkapkan isi hatinya kepada seorang wanita tersebut dia sudah ditolak. Menyedihkan.
Hingga pada akhirnya, semangat perjuangan sampai juga di titik teratas. Jenuh, bosan, dan takut ditolak. Hal itu yang sampai sekarang masih menjadi fikiran bagi sahabatku ini untuk kembali mencari wanita.