Mohon tunggu...
Muhammad Ridho Akbar Eljatin
Muhammad Ridho Akbar Eljatin Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Umum | Mahasiswa Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat FK USK

Dokter umum yang saat ini sedang menempuh studi Magister Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Sampah Rumah Tangga Ternyata Bikin Udara Banda Aceh Semakin Panas

4 Desember 2024   16:10 Diperbarui: 4 Desember 2024   16:15 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

SAMPAH menjadi isu atau permasalahan yang kompleks ditengah masyarakat, hal ini dikarenakan masyarakat seringkali kurang memahami dampak yang bisa ditimbulkan oleh sampah. Keterbatasan anggaran pemerintah untuk menyediakan sistem pembuangan sampah yang efektif dan sesuai standar, khususnya pada sampah rumah tangga membuat kondisi ini terus menjadi permasalahan dimanapun. Situasi serupa juga terjadi di berbagai Kota di Indonesia, salah satunya Kota Banda Aceh khususnya dalam pengelolaan sampah rumah tangga.

Masyarakat di kota Banda Aceh menghasilkan sampah hingga 258 ton setiap harinya yang kemudian dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Gampong Jawa berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Kebersihan Kota (DLHK3) Banda Aceh. Produksi sampah di Kota Banda Aceh terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan keterbatasan pengolahan sampah. Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menunjukkan peningkatan jumlah sampah dari 87.088 ton pada 2019 menjadi 90.765 ton pada 2021. Sampah rumah tangga menyumbang sekitar 76 persen, sementara 30 persen dari total sampah atau sekitar 30.400 ton terdiri dari sisa makanan, menunjukkan bahwa warga Banda Aceh memiliki kebiasaan membuang makanan dalam jumlah besar.

Sampah memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Ketika sampah tidak dikelola dengan baik atau dibuang sembarangan, dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang serius. Meski setiap keluarga menghasilkan sampah setiap hari, baik organik maupun anorganik, kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan masih rendah. Beberapa orang yang peduli dengan lingkungan memilih untuk membakar sampah di halaman rumah, namun banyak yang memilih cara praktis seperti membuangnya ke sungai atau selokan yang justru memperburuk masalah.

Menurut PP No.81 Tahun 2012, sampah rumah tangga adalah limbah yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari di rumah, kecuali tinja dan sampah spesifik. Contohnya meliputi sisa sayuran, kulit buah, sisa daging, plastik, dan botol bekas minuman. Sampah rumah tangga ini menjadi tantangan besar karena jumlahnya yang sangat tinggi dan sulit untuk diatasi. Secara umum, sampah rumah tangga terbagi menjadi tiga kategori: organik, anorganik, dan bahan berbahaya dan beracun (B3).

Berbagai penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi jenis limbah rumah tangga yang paling berperan dalam pencemaran lingkungan. Tujuannya adalah untuk mengenali sumber utama polusi yang berasal dari rumah tangga agar strategi pengelolaan yang lebih efektif dapat dirancang. Salah satu jenis limbah rumah tangga yang menjadi penyumbang utama pencemaran adalah limbah organik, seperti sisa makanan, daun, dan sisa tumbuhan. Jika tidak diolah dengan baik, limbah ini dapat membusuk dan menghasilkan gas metana yang merupakan gas rumah kaca berpotensi tinggi dalam memperburuk perubahan iklim global.

Ketika sampah makanan ditimbun secara terbuka, gas metana (CH4) yang dihasilkan memiliki dampak pemanasan 25 kali lebih kuat daripada karbon dioksida (CO2), yang biasanya dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Gas metana yang dilepaskan oleh 12 juta ton sampah makanan di Indonesia setara dengan emisi CO2 dari 5,45 juta mobil dalam setahun. Meskipun metana bertahan di atmosfer untuk waktu yang relatif singkat, dalam 20 tahun pertama keberadaannya dapat potensi pemanasan global 100 kali lebih besar daripada CO2. Menurut Dr. Neil Donahue, seorang ahli kimia atmosfer dari Universitas Carnegie Mellon, metana buatan manusia memiliki dampak pemanasan yang jauh lebih kuat dibandingkan CO2, karena metana mempersempit celah atmosfer yang memungkinkan panas keluar, sehingga mempercepat pemanasan global. Gas metana yang dihasilkan dari pembusukan sampah makanan di tempat pembuangan menyumbang 1,6 persen dari total emisi gas rumah kaca buatan manusia.

Pada akhir Juli 2024, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis data yang mengejutkan, menunjukkan Banda Aceh dan Sabang sebagai kota-kota terpanas di Indonesia mencapai suhu tertinggi mencapai 37,9 derajat Celsius, sebanding dengan suhu di daerah subtropis selama musim panas. Sebelumnya, suhu di Banda Aceh dilaporkan mencapai 36,3 derajat Celsius, dan masih belum pasti apakah suhu ini telah mencapai puncaknya atau akan memecahkan rekor baru. Pertanyaan yang muncul adalah apakah suhu ekstrem ini terkait erat dengan perubahan iklim global, yang telah menjadi isu utama di seluruh dunia. Perubahan iklim, yang merupakan hasil dari pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca, mengacu pada perubahan jangka panjang dalam pola suhu dan cuaca.

Pemanasan global adalah fenomena di mana suhu rata-rata bumi meningkat akibat efek rumah kaca yang disebabkan oleh peningkatan emisi gas seperti CO2, metana, dan CFC. Akibatnya, suhu global telah naik sekitar 0,74 0,18 C selama seratus tahun terakhir. Di Provinsi Aceh, dampak buruk dari perubahan iklim sudah mulai terasa, termasuk penurunan kualitas panen, peningkatan suhu, kekeringan, dan bencana alam. Jika tidak ada tindakan pencegahan, dampak ini akan semakin parah.

Perubahan iklim global tidak hanya menyebabkan kenaikan suhu dan perubahan pola cuaca, tetapi juga memiliki dampak luas terhadap kehidupan manusia. Efek buruk dari perubahan iklim ini dapat memengaruhi kesehatan, tempat tinggal, keamanan, hingga peluang kerja bagi masyarakat. Selain itu, banyak anak-anak dan orang dewasa yang mengalami gangguan pernapasan, dan yang lebih mengkhawatirkan, para ilmuwan internasional telah mengidentifikasi bahwa es di kutub terus menyusut karena pemanasan global. Kondisi ini juga berimbas pada kerusakan signifikan di sebagian besar ekosistem alam Indonesia.

Untuk mengatasi masalah limbah, diperlukan penerapan langkah-langkah pengelolaan yang efisien seperti pengurangan limbah, daur ulang, pemilahan, dan pengolahan yang tepat. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan limbah yang baik juga sangat diperlukan. Selain itu, pemerintah harus menerapkan kebijakan yang ketat dan menegakkan hukum dengan tegas untuk memastikan limbah dikelola dengan aman dan sesuai dengan standar lingkungan. Kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat penting untuk mengurangi dampak negatif limbah rumah tangga terhadap kualitas air dan tanah, serta menjaga kelestarian lingkungan.

Tindakan sederhana dengan dampak besar terhadap lingkungan, seperti mengurangi emisi gas rumah kaca adalah tanggung jawab kita sebagai bagian dari masyarakat global. Salah satu cara efektif untuk menurunkan suhu udara yang panas, seperti yang terjadi di Banda Aceh adalah dengan memperbanyak penanaman pohon di halaman, tepi jalan, dan lahan terbuka. Semakin hijau sebuah kota, semakin rendah suhu udaranya. Selain itu, pembuatan eco enzyme, yaitu cairan hasil fermentasi sampah organik dapat membantu mengurangi limbah dapur dan menyegarkan udara saat disemprotkan. Langkah-langkah ini, jika dilakukan secara konsisten, dapat menciptakan lingkungan Kota Banda Aceh yang lebih sejuk dan ramah di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun