Mohon tunggu...
mriasnugrahani
mriasnugrahani Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Psikologi UK. Maranatha Bandung

Peneliti. Fokus : adaptasi diri, pengembangan potensi individu, keluarga, dan perilaku organisasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

"Panggilan": Anugrah atau Upaya?

12 Desember 2020   20:10 Diperbarui: 12 Desember 2020   20:35 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pekerjaan merupakan salah satu aspek sentral dalam diri individu, oleh karenanya, individu akan terus berupaya menemukan pekerjaan terbaik yang diinginkannya. Banyak orang merasa kesuksesan dalam bekerja hanya dapat diperoleh jika kita dapat memilih pekerjaan yang sesuai dengan 'panggilan' (calling) kita.

Tapi pertanyaannya, apakah semua orang seberuntung itu untuk dapat bekerja di tempat yang mereka idam-idamkan? bagaimana dengan orang yang memiliki keterbatasan kesempatan, baik secara pendidikan, sosial atau ekonomi? adakah kesempatan mereka untuk memilih pekerjaan? Atau, apakah semua orang telah mengetahui panggilannya saat harus terjun ke dunia kerja? Banyak survey menemukan bahwa menerima kesempatan bekerja pertama kali lebih didasarkan pada pertimbangan praktis seperti: "lebih baik bekerja daripada menganggur", "pekerjaan ini akan menjadi batu loncatan untuk pekerjaan yang lebih baik", atau "dicoba saja dulu, siapa tahu pekerjaan ini cocok untuk saya".

Lalu bagaimana jika kita sudah terlanjur bekerja pada pekerjaan yang tidak kita inginkan? apakah kita tidak mungkin menemukan makna dalam bekerja dan menemukan 'panggilan' dalam bekerja?

Frankl (2006) mengemukakan bahwa mencari makna adalah ''kekuatan motivasi utama dalam manusia'', sehingga manusia akan selalu berupaya untuk menemukan makna dari apa yang dikerjakannya. Rasa bahwa pekerjaannya bermakna, memiliki tujuan untuk kebaikan banyak orang merupakan ciri-ciri dari pekerjaan sebagai ‘panggilan' (calling).

Individu yang bekerja karena merasa 'terpanggil' akan menganggap aktivitas pekerjaannya memiliki makna dan nilai, tidak hanya sekedar melihat hasil, bayaran, keuntungan ataupun kesuksesan (Wrzesniewski, Rozin, & Schwartz, 1997). Bagi mereka, menemukan kebermaknaan dalam pekerjaan sama pentingnya dengan mendapatkan penghasilan ataupun kepastian untuk tetap memiliki pekerjaan (Hall & Chandler, 2005), sehingga mereka akan menampilkan kinerja yang baik dan bertahan lebih lama dalam organisasi (Dik & Duffy, 2009).

Beberapa peneliti mencoba menemukan faktor-faktor yang membentuk panggilan. Menurut Dobrow (2013), pengalaman masa kecil individu dapat mempengaruhi pemilihan pekerjaan dan membuat individu menyadari panggilannya. Individu melihat orangtuanya, mencontoh apa yang dilakukan maupun tidak dilakukan orangtuanya. Nilai-nilai, keyakinan dan spiritualitas juga dapat menjadi sumber yang membentuk panggilan. Oleh karenanya, panggilan sering kali telah dikenali sejak individu beranjak remaja dan semakin kuat saat bertumbuh dewasa. 

Panggilan menjadi seperti anugrah diberikan Tuhan, dan menjadi kompas saat kita memilih pekerjaan. Jika kita beruntung, kita mungkin sudah mengetahui panggilan kita sebelum memilih pekerjaan.  Tapi kita juga tidak perlu kuatir karena panggilan juga merupakan hasil dari upaya kita yang terus mencari, dan mengevaluasi semua pengalaman kerja kita. Jadi, kita tetap dapat menemukan panggilan setelah bertahun-tahun bekerja. Prinsipnya, apakah kita terus mencari makna dari apa yang  kita kerjakan setiap harinya? apakah kita berusaha membuat pekerjaan kita bermanfaat bagi banyak orang dan bertujuan hanya untuk kebaikan yang lebih besar, tidak hanya untuk diri sendiri? 

Meskipun pekerjaan kita saat ini bukanlah pekerjaan idaman kita, tapi kita tetap dapat menemukan makna panggilan dalam pekerjaan kita. Panggilan adalah proses yang terus menerus, oleh karenanya kita harus terus mengevaluasi semua pengalaman dalam bekerja.  Upaya evaluasi yang terus-menerus akan membuka kesempatan bagi kita untuk memahami setiap pengalaman dalam hidup dan akan mengarahkan kita untuk menemukan dan meneruskan hidup dalam panggilan kerja kita. 

Referensi

Dik, B. J., & Duffy, R. D. (2009). Calling and vocation at work: Definitions and prospects for research and practice. The Counseling Psychologist, 37, 424–450, http://dx.doi.org/ 10.1177/0011000008316430.


Dobrow, S. (2013). Dynamics of calling: A longitudinal study of musicians. Journal of Organizational Behavior, 34, 431–452

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun