Mohon tunggu...
Mohammad Rizal Firmansyah
Mohammad Rizal Firmansyah Mohon Tunggu... Dosen - Senang membaca

Baru mulai menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ilmuwan dan Agamawan (Bagian 1 dari 2 Tulisan)

18 Januari 2017   18:43 Diperbarui: 18 Januari 2017   18:54 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seorang teman pernah bertanya demikian: mengapa ya, “ide brilliant Tuhan” (dalam konteks science dan ilmu pengetahuan yang bermakna penyingkapan rahasia pengetahuan dan hukum-hukum alam/sunnatullah) hanya diberikan kepada orang-orang yang tekun dan memilih “jalan sunyi” sebagai ilmuwan? dan bukan kepada orang-orang yang sengaja mendekatkan diri pada Tuhan seperti ahli ibadah, pertapa, atau sufi (beliau tidak memasukkan nabi dalam klasifikasi ini sebab nabi menurut beliau adalah representasi pengabdi/utusan Tuhan)?

Mungkin yang perlu digaris-bawahi disini dalam konteks pertanyaan diatas adalah sangat berbeda (baca tidak ada hubungannya) antara:

- seorang ilmuwan yang tekun dalam mengamati dan mempelajari fenomena alam dan kemudian berhasil menyingkap suatu fenomena alam lain akibat pengamatannya itu dengan

- seorang ahli ibadah yang kerjanya “hanya” berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara beribadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing.

Kita tidak bisa membandingkan keduanya jika kita merujuk kepada hasil akhir (“disingkapkannya ide brillian Tuhan”) dari masing-masing upaya mereka karena takdirnya (ketentuannya) berbeda.

Allah SWT telah menentukan takdir (ketentuan terperinci) yang berbeda untuk masing-masing upaya tadi. Sebenarnya Allah SWT itu telah menentukan takdir akan segala sesuatu baik yang ada dilangit, dibumi, diantara keduanya, yang jelas maupun yang gaib (banyak ayat dalam Al Quran yang menyebutkan demikian). Penentuan takdir ini bahkan telah dilakukan 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan alam semesta.

Segala sesuatunya itu (takdir segala sesuatu itu) telah tertulis dalam Al Lauh Mahfuz. Takdir atau ketentuan Allah akan segala sesuatu itu meliputi antara lain ketentuan akan sifat-sifat sebuah ciptaan berikut ketentuan-ketentuan lain jika satu ciptaan berinteraksi dengan ciptaan lain. Misalnya:

- air antara lain diberikan takdirnya terdiri dari komposisi Hidrogen dan Oksigen (H2O),

- air selalu mengalir ketempat yang rendah – akibat hasil interaksi dengan takdir Allah yang lain (gaya gravitasi),

- air akan membeku jika didinginkan pada suhu tertentu (katakanlah 00C),

- air akan menguap jika dipanaskan pada suhu tertentu dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun