Mohon tunggu...
R Aulia
R Aulia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menjadi Lentera bukan Angin yang selalu meredupkan upaya penerangan anak-anak bangsa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Visualisasi Pemikiran

13 Januari 2014   13:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:52 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh:

M. R. Aulia

Pernahkah merasa kepo tentang apa yang dipikirkan seseorang ketika ia menyampaikan sebuah pemikiran. Pemikiran yang mungkin dihasilkan dari pergumulan intim dengan banyak literatur tertulis di lembaran-lembaran usang, karya orang terdahulu. Atau pemikiran yang dihasilkan dari pergumulan seseorang tersebut dengan banyak benda-benda mati atau makkhluk hidup yang sempat mewarnai hari-hari selama bercumbu dengan dunia kehidupan.

Saya sangat terperanjat dan selalu tertarik dengan pemikiran segar. Datang dari orang-orang yang memiliki semangat muda dan berpikir jauh ke depan (visioner). Pemikiran tercipta agar dilaksanakan. Bukan sekedar untuk dipikirkan, didiskusikan, dan selalu hanya terhanyut dalam dunia pemikiran, tanpa pernah ada niat progress aplikatif ke depan. Salah satu, progress aplikatif itu adalah pergerakan menuju visualisasi sebuah pemikiran.

Seringkali kita terpecah belah akan sebuah pemikiran. Terpecah di antara golongan yang lama di bangku pendidikan dan mereka yang dianggap hanya sebentar saja di bangku pendidikan. Mereka yang menyikapi akan datangnya sebuah pemikiran pun terbelah. Memahami tentang apa yang sedang dipikirkan. Sementara itu, ada juga yang mengalami kebingungan. Bingung akan istilah, analogi, atau tidak mengerti secara logika akan suatu pemikiran yang sedang dibangun.

Sepertinya, kita tidak usah terlalu memikirkan, bila merasa belum sanggup atau tidak mengena dalam kehidupan kita. Sebagian besar pemikiran yang terlahir adalah suatu bentuk uji publik bagi mereka atau kita yang tidak sempat memikirkan akan sesuatu. Uji publik akan kelayakan sehingga pemikiran tersebut dapat bersahabat, hidup dalam warna-warna kehidupan publik luas. Disinilah tantangan mereka yang katanya aktifis pemikir,hanyut dalam sebuah pemikiran.

Saya seringkali tidak mengerti. Begitu banyak kaum yang dianggap pemikir. Menghasilkan pola dan rumus besar akan suatu pemikiran. Atau mereka yang hanya menukil banyak pemikiran orang terdahulu. Pertanyaannya adalah sejauh mana mereka harus hanyut dalam sebuah pemikiran yang sedang dibangun. Sejauh mana kekuatan sebuah pemikiran masa lalu ketika berbenturan dengan problematika kehidupan masa kini.

Artinya, sebuah pemikiran baik masa lalu atau segar adalah sebuah format yang harus cenderung dapat diaplikasikan oleh publik secara luas dalam kehidupannya masing-masing. Bukan hanya terikat dan candu akan pemikiran yang tak berujung dengan kejelasan, tentang sebuah arti bagaimana pemikiran tersebut hidup di tengah pencarian jalan keluar banyak orang terbuang di kehidupan modern saat ini.

Kebanggaan akan sebuah pemikiran yang tidak berdampak progresif dalam tataran aplikasi hanya membuat kita terpenjara dan mati langkah menuju sebuah pradaban. Kedigdayaan akan sebuah kemajuan cara masyarakat hidup aman sejahtera di salah satu tanah yang tercipta di muka bumi ini, akan menjadi buram. Inilah yang harus kita rubah, menuju kepastian akan pemikiran yang terlihat. Hidup bersahabat dengan semua orang yang membutuhkannya.

Oleh karena itu, semangat menyampaikan sebuah pemikiran haruslah relevan dengan masa kini dan masa depan. Kualitas mengkomunikasikannya adalah cara jitu yang memastikan bahwa pemikiran akan dapat diterima dengan baik. Sehingga mereka yang katanya aktifis tidak hanya candu akan sebuah pemikiran, melainkan mereka harus berdiri tegak dan melangkahkan kaki, bergegas, bergerak menuju arah sebuah kemajuan.

Disinilah kita harus mempersepsikan ulang akan sebuah pemikiran. Dua golongan yang menghasilkan sebuah pemikiran dan dua golongan yang menjadi objek sebuah pemikiran. Visualisasi menjamin ketangguhan apakah suatu pemikiran layak dipertahankan atau tidak. Semua harus dinilai dengan potensi layak pakai atau harus dimatangkan lagi di kehidupan ini. Baik sekarang, atau di masa-masa mendatang.

Sejatinya, pemikiran yang berasal dari hati dan intuisi sebagai manusia normal lebih menjamin pemikiran tersebut dapat berkembang. Tidak hanya terpancar dari lisan banyak orang, melainkan terpancar dari gaya hidup masyarakat saat itu. Semoga, kaum pemikir menghasilkan buah akalnya dengan tulus. Murni demi pencapaian akan keseimbangan dalam menjalani hidup. Bukan mereka yang mencari kesempatan dalam kegelapan, sehingga manuver atau tikungan yang mereka ciptakan, dapat merubah keadaan menjadi lebih muram.

Candu pemikiran akan mematahkan naluri kita sebagai manusia baru. Bila ditelan mentah-mentah dan merasa bangga saja, tanpa mengerti harus bagaimana dengan sebuah pemikiran tersebut, sepertinya tinggalkan saja. Karena pemikiran bukan terlahir untuk didiskusikan dan diperdebatkan demi menjauh dari fenomena progresif yang sedang berkembang. Akan tetapi, pemikiran harus dapat divisualisasikan. Disaksikan banyak orang, bagaimana pemikiran tersebut dapat bekerja, melayani kesimpangsiuran cara hidup sehinggabenar-benar ideal sebagaimana yang diharapkan. Semoga saja sesuai dengan list takdir yang tersimpan rapih di langit ketujuh.

Akhirnya, tidak ada yang perlu kita lakukan terhadap semua pemikiran. Kecuali mendukung dan berterima kasih atas suatu pemikiran, yang dalam waktu bersamaan, kita menjadi objek sebuah pemikiran yang tulus membangun cita rasa dan selera dalam menjalani kehidupan ini dengan nyaman, aman, tenteram dan penuh dengan kehangatan.

Dan kita mengerti bagaimana manner yang baik dalam menyambut sebuah pemikiran. Tervisualisasi dan melakukan atau pemikiran tersebut hanya sebatas bersemayam di awan wacana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun